GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34. Cuma Tikus Got
Kaesang dan Tyas akhirnya sampai di Genius High School. Degup jantung mereka berpacu kencang, mengingat waktu yang sudah sangat mepet. Keduanya sempat mengira akan terlambat.
Namun, setibanya di gerbang sekolah, pemandangan yang disaksikan membuat mereka sedikit lega. Masih banyak siswa dan guru yang berdatangan, memadati pintu masuk. Untungnya, jam pelajaran baru akan dimulai beberapa menit lagi.
Kaesang menghentikan mobilnya di parkiran khusus miliknya. Tyas, yang duduk di sampingnya, sempat ngeyel, "Mending berhenti di jalanan yang agak jauh dari sekolah aja. Ntar kalo ketauan kita datang bareng, repot." Tapi Kaesang cuek, dia langsung tancap gas sampai ke parkiran.
Begitu mobil terparkir, Kaesang langsung melepaskan sabuk pengaman Tyas dan miliknya sendiri. Keduanya saling berhadapan, dan Tyas dengan manja mengalungkan tangannya di leher Kaesang.
Senyum merekah di wajah mereka, dan dengan penuh kelembutan, mereka saling bertukar kecvpan.
Keduanya larut dalam momen itu, berulang kali saling mengecvp, sampai akhirnya teringat bahwa bel masuk akan segera berbunyi. Dengan berat hati, mereka pun mengakhiri momen mesra mereka.
"Yang, aku duluan ya keluarnya. Kamu tunggu bentar lagi baru keluar. Takutnya kalau kita barengan keluar, ada yang ngelihat terus curiga. Kamu tunggu aku jauh dulu ya baru kamu keluar dari mobil," pinta Tyas sambil meraih tas dan beberapa buku. Lalu menoleh ke arah Kaesang.
Kaesang meraih tangan Tyas, lalu mengecvp lembut punggung tangannya. Senyum mengembang di wajah Tyas, melihat tingkah Kaesang yang manis itu. Dia benar-benar bahagia.
"Sure, Dear. Kamu keluar duluan aja. Tapi inget ya, ini parkiran khusus mobil aku. Walaupun di parkiran umum, tapi ini khusus, jangan sampai ada yang ngeliat kamu dari mobilku. Nanti kalo ketauan bisa repot," pesan Kaesang. Tyas mengangguk, mengerti. Dia pun meraih handle pintu mobil dan bersiap keluar.
"Aku keluar ya, Yang. Goodbye, see you later," kata Tyas sembari tersenyum. Dia mengintip dari kaca mobil, memastikan nggak ada lagi siswa di parkiran. Setelah yakin sepi, Tyas langsung turun dan berjalan cepat keluar dari parkiran.
Setelah melihat jika Tyas sudah keluar dari parkiran bahkan punggungnya sudah tidak terlihat lagi, Kaesang keluar dari mobilnya dengan santai. Dia menggendong ranselnya, keluar dari parkiran menuju ke kelasnya.
Begitu kakinya menginjak koridor, banyak siswi-siswi mengerumuninya seperti biasa. Mereka berdesakan untuk mendekatinya, tak henti-hentinya menyerahkan berbagai macam hadiah.
Suasana riuh rendah, sampai akhirnya Rudi muncul dan merangkul Kaesang dari belakang. Merasa terganggu, para siswi langsung bubar dan menjauh, meninggalkan Kaesang dan Rudi berdua.
"Ish, ganggu aja. Dasar cowok aneh!" gerutu siswi lainnya, kesal melihat kedatangan Rudi.
Kaesang menoleh ke arah Rudi, kaget setelah melihat Rudi tiba-tiba merangkulnya. Tapi, senyum langsung mengembang di bibirnya. Berkat Rudi, para siswi yang biasanya mengerumuninya kini sudah pada kabur.
Rudi tiba-tiba bertanya, "Kae, Lo bareng Bu Tyas nggak hari ini?" Sambil mengerutkan dahinya, dia melirik Kaesang. Keduanya kemudian melanjutkan perjalanan menuju kelas, berdampingan.
Kaesang menoleh ke arah Rudi, mengerutkan kening. "Kenapa tiba-tiba lo nanya soal Bu Tyas?" tanyanya balik, bingung dengan pertanyaan Rudi yang tiba-tiba itu.
Rudi berdecak, tangannya tetap melingkar erat di bahu Kaesang. Ia tak menghiraukan tatapan tajam para siswi yang mereka lewati, tatapan yang seolah ingin membvnuhnya.
Rudi menoleh ke arah Kaesang, bisikannya terdengar pelan namun tegas. "Kae, orang tuanya Bu Tyas tadi ke rumah nenek gue. Mereka nanya soal Bu Tyas, katanya Bu Tyas semalam pergi dari rumah. Lo tadi sama Bu Tyas kan?
Please, orang tuanya marah banget. Mereka nuntut Bu Tyas langsung pulang ke rumah setelah sekolah selesai. Nggak boleh mampir ke mana-mana lagi."
Rudi sudah tahu tentang hubungan Kaesang dengan Tyas. Kaesang sudah memberitahunya sebelumnya dan Rudi memahami tanpa berkomentar.
"Dah gue duga kalo orang tuanya pasti bakal marah." Kaesang pun menghela napas kas4r.
"Thank ya infonya, nanti gue kasih tau Tyas. Lo, nggak ngasih tau siapa-siapa kan soal hubungan gue ini? gue nggak mau Tyas kenapa-napa gara-gara hubungan ini." Kaesang terlihat ketakutan. Dia memang ingin mempublikasikan hubungannya dengan Tyas, tapi tidak sekarang.
Rudi mengacungkan jempolnya tepat di depan wajah Kaesang, bibirnya terkatup rapat. "Aman. Gue bukan ember bocor kok," bisiknya pelan. "Rahasia kalo ada di gue mah bakal aman. Kecuali kalo ada yang denger pembicaraan kita. Jangan kenceng-kenceng lo ngomongnya, nanti ada yang denger bisa berabe!"
Kaesang menghela napas dan mengangguk. Untungnya, saat itu tak ada siswa lain selain mereka berdua. Kebanyakan siswa dan siswi sudah pada masuk ke kelas masing-masing.
Kaesang menjawab dengan sedikit ketus, "Iya-iya!"
Kaesang dan Rudi pun tiba di kelas mereka. Rudi melepas rangkulannya dari bahu Kaesang dan berjalan menuju bangkunya. Dia duduk, mengeluarkan buku dan kotak pensil dari ranselnya.
Kaesang pun ikut duduk di bangkunya. Dia mengeluarkan ponselnya, ingin menghubungi Tyas, memberitahunya soal apa yang Rudi sampaikan tadi.
(Dear)
Jari-jari Kaesang mengetuk layar ponsel, mengirim pesan singkat kepada Tyas. Sebuah tanda centang dua abu-abu muncul, menandakan pesan terkirim. Namun, tak kunjung ada tanda centang biru yang menandakan pesan telah dibaca. Sepertinya Tyas sedang sibuk. Pagi ini kan dia ada MGMP.
(Nanti sepulang sekolah kamu tunggu aku di perempatan agak jauh dari sekolah ya biar nggak ada yang curiga)
(Aku nggak bisa ajak kamu jalan-jalan nanti. Sebenarnya aku pengen, Dear, tapi orang tuamu marah. Tadi Rudi bilang katanya orang tuamu ke rumah Rudi dan nanyain soal kamu. Mereka marah-marah dan nyuruh kamu langsung pulang setelah sekolah selesai)
(Aku pengen ajak kamu jalan-jalan, Dear. Tapi malah nggak bisa)
Kaesang menekan tombol kirim, matanya masih tertuju pada layar ponsel. Di samping pesan yang baru saja ia kirim, terlihat deretan emoticon menangis yang seolah mewakili perasaannya saat ini.
(Kamu semangat ngajarnya ya, aku off. Nanti istirahat aku hubungi lagi)
(Babay, pacar)
Di bawah pesan yang ia kirimkan, Kaesang juga menambahkan beberapa stiker hati, cinta, dan emoticon bunga. Senyum tipis mengembang di bibirnya, melihat pesan yang baru saja terkirim. Namun, senyum itu sirna begitu seorang guru memasuki kelas, menandai dimulainya pelajaran.
*********
Jam istirahat pun tiba, menandai berakhirnya sesi mengajar Tyas yang padat. Dia baru saja menyelesaikan MGMP dan mengajar di dua kelas, salah satunya kelas Kaesang.
Saat ini Tyas tengah berjalan keluar dari kantor menuju ke kantin untuk makan siang. Saat melewati lorong, dari kejauhan Tyas melihat ada sekelompok siswi mengerumuni seorang siswi yang terduduk di lantai, tubuhnya kotor dan basah kuyup, air mata mengalir deras di pipinya.
"Dasar jel3k! Kot0ran! Lo nggak pantes sekolah disini!" teriak salah seorang siswi, suaranya bercampur tawa sumbang. Siswi lainnya ikut menimpali dengan ej3kan dan hin4an yang lebih kas4r, serta lemparan tepung bercampur telur yang membuat tubuh korban semakin kotor.
Korban hanya terdiam, menahan tangisnya. Para pelaku bersorak-sorai, menikmati pemandangan mengen4skan itu seperti sebuah tontonan yang menghibur.
"Hahaha, dasar tikus got! bocah modelan pemg3mis gini berani-beraninya sekolah disini! siapa yang nyuruh Lo, hah?! Lo mau permaluin sekolah ini gara-gara penampilan Lo yang menjij1kkan?!" Kata-kata pedas dari seorang siswi membuat Tyas tercengang. Dia dengan langkah cepat melangkah menuju kerumunan itu.
"Heh-heh, apa-apaan ini?! kenapa kalian bvlly dia seperti ini?!" Tyas berteriak, suaranya bergetar menahan amarah.
Dia berjongkok, tangannya mencengkeram erat lengan siswi yang di-bvlly itu, memaksanya berdiri. "Udah, jangan nangis lagi," bisik Tyas, jari-jarinya menghapus air mata yang mengalir deras di pipi siswi itu.
Salah satu siswi berambut pendek dengan muka songong dan tingkah laku yang tak kenal aturan, mendongak, menaikkan dagunya dengan arogan. Tatapannya tajam, bibirnya menyeringai mengejek.
"Ibu nggak usah ikut campur ya! Ini urusan kami!" Siswi itu berteriak, suaranya bergetar dengan amarah. Tyas, yang tak bisa mentolerir pembvllyan di depan matanya, mendidih. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal erat.
"Ibu cuma guru baru di sini, nggak usah sok-sokan buat belain dia. Dia itu cuma tikus got di sini. Peng3mis macam dia nggak pantes buat sekolah di sekolah elit kayak gini!" sahut siswi lainnya tidak kalah kas4r, suaranya bergema dengan penuh keangkuhan.
Beberapa siswa lainnya berhamburan pergi, takut terlibat dalam peristiwa itu. Namun, tiga siswi yang nampak menyebalkan itu terus saja marah-marah dengan Tyas, menyerbu dengan kata-kata kej4m.
Mereka seolah tak mengenal aturan sopan santun, tak menghormati guru sedikitpun. Tatapan mereka mencucurkan kebencian dan keangkuhan, menunjukkan sifat kej4m yang tersembunyi di balik wajah muda mereka.
"Saya memang guru baru di sini, tapi saya adalah guru kalian, kalian sebagai murid nggak pantes ya ngelakuin ini sama temen kalian sendiri. Mau dia itu kaya atau miskin dia tetaplah teman kalian ...
Kalian mau kelakuan kalian ini saya laporkan ke Pak Indra agar kalian dikeluarkan dari sekolah, hah?!" Tyas mendelik, suaranya bergetar menahan amarah.
Salah satu dari siswi itu, yang sepertinya adalah ketuanya, tampak semakin marah. Tangannya mengepal erat, menunjuk ke wajah Tyas. Tatapan matanya tajam, mencuat seringai kebencian.
"Anda jangan macam-macam ya! Saya adalah anak dari salah satu penyumbang dana di sekolah ini ...
Orang tua saya adalah orang yang paling berpengaruh di negara ini, mereka nggak segan-segan buat ngasih anda pelajaran kalau Anda sampai berani ngelaporin ini ke Pak Indra!"
Siswi itu semakin melunjak, suaranya meninggi, mencoba mengintimidasi Tyas.
Tingkahnya persis seperti tokoh antagonis di drama Korea yang pernah Tyas tonton. Sok berkuasa, kas4r, dan tak punya sopan santun. Drama Korea itu sangat terkenal, sampai memiliki tiga season. Siswi ini benar-benar mirip tokoh antagonis di drama itu.
"Kalo Bu Tyas mau posisi ibu tetap aman di sekolah ini mending nggak usah macem-macem! Papa saya pasti akan ngasih ibu konsekuensi kalo ibu sampe berani ngelaporin ini ke Pak Indra!" lanjutnya, nada bicaranya penuh anc4man dan keangkuhan.
Tapi Tyas tidak takut. Anc4man siswi ini bagai kacang baginya. Tyas tersenyum miring dan menatap tajam siswi itu. Sorot berani dan percaya diri Tyas mampu membuat ketiga siswi itu terkejut.
"Kamu kira saya akan takut dengan anc4man kamu itu? Saya nggak takut ya. Silakan saja kalau kamu mau ngelaporin ini ke orang tua kamu, saya akan tetap bilang ke Pak Indra soal pembvllyan ini ...
Saya akan bilang kalau kamu dan kedua teman kamu ini sudah melakukan pembvllyan ke anak ini," kata Tyas sembari menunjuk ke salah satu anak yang tadi dikerumuni dan dibvlly oleh banyak siswa.
Siswi itu langsung naik pitam, tangannya sudah siap melayang ke wajah Tyas. Tapi, tiba-tiba ada suara keras yang membuat dia terkejut dan langsung mengurungkan niatnya.
"Berhenti!" Kaesang muncul dengan wajah merah padam, tangannya mengepal kuat.
Untung dia datang tepat waktu, kalau telat sedikit saja mungkin Tyas sudah kena tamp4r. Kaesang sudah tak tahan lagi melihat kelakuan siswi itu yang kelewat batas. Kesabarannya benar-benar habis.
Langkah Kaesang cepat, mengarah ke tempat Tyas dan keempat siswi itu berdiri. Dia berdiri di samping Tyas, menatap tajam tiga siswi yang tadi berapi-api. Tatapannya membuat mereka langsung menunduk, takut.
Se-nakal-nakalnya mereka, tetap saja takut kepada Kaesang. Anak pemilik sekolah, siapa yang berani ngelawan?
"Kalau sampai tangan Lo yang busvk itu menyentuh pipi Bu Tyas, gue nggak akan segan-segan buat ngasih tau papa dan nyuruh papa buat keluarin Lo dan temen-temen Lo ini dari sekolah!" Ancaman Kaesang membuat mereka semakin takut.
Wajah mereka yang tadinya penuh amarah, kini berubah pucat. Mereka perlahan membalikkan badan dan pergi dari sana, meninggalkan Tyas, Kaesang, dan siswi yang dibully tadi yang berdiri berdampingan. Hening.
Bersambung ...