NovelToon NovelToon
PESONA PENGANTIN PENGGANTIKU

PESONA PENGANTIN PENGGANTIKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pengantin Pengganti Konglomerat / Pelakor jahat / Balas dendam pengganti / Pernikahan rahasia
Popularitas:12.7k
Nilai: 5
Nama Author: Amelia's Story

Berkisah tentang Alzena, seorang wanita sederhana yang mendadak harus menggantikan sepupunya, Kaira, dalam sebuah pernikahan dengan CEO tampan dan kaya bernama Ferdinan. Kaira, yang seharusnya dijodohkan dengan Ferdinan, memutuskan untuk melarikan diri di hari pernikahannya karena tidak ingin terikat dalam perjodohan. Di tengah situasi yang mendesak dan untuk menjaga nama baik keluarga, Alzena akhirnya bersedia menggantikan posisi Kaira, meskipun pernikahan ini bukanlah keinginannya.

Ferdinan, yang awalnya merasa kecewa karena calon istrinya berubah, terpaksa menjalani pernikahan dengan Alzena tanpa cinta. Mereka menjalani kehidupan pernikahan yang penuh canggung dan hambar, dengan perjanjian bahwa hubungan mereka hanyalah formalitas. Seiring berjalannya waktu, situasi mulai berubah ketika Ferdinan perlahan mengenal kebaikan hati dan ketulusan Alzena. Meskipun sering terjadi konflik akibat kepribadian mereka yang bertolak belakang, percikan rasa cinta mulai tumbuh di antara

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 Cemburu

Restoran mewah di pusat kota menjadi tempat pertemuan siang itu. Ferdinan, dengan gaya formal dan elegannya, telah tiba lebih dulu. Dia memilih meja di sudut yang menawarkan privasi. Tak lama, Bastian tiba bersama asistennya dan Alzena, yang tampil cantik dengan kemeja putih sederhana dan rok midi hitam. Penampilannya memancarkan kesan profesional sekaligus memikat.

Ferdinan berdiri menyambut kedatangan mereka. Pandangannya langsung tertuju pada Alzena, yang tampak anggun meski dengan kesederhanaannya. Namun, ia menahan ekspresinya agar tetap netral.

"Tuan Klein, terima kasih atas undangannya," kata Bastian sambil menjabat tangan Ferdinan.

"Senang bisa bertemu langsung dengan Anda, Tuan Bastian. Selamat atas kemenangan tender ini," balas Ferdinan dengan senyum tipis.

Ketika mereka duduk, suasana terasa formal. Pelayan datang membawa menu, dan diskusi ringan pun dimulai. Namun, perhatian Bastian beberapa kali terlihat tertuju pada Alzena.

"Saya harus akui, Alzena adalah bagian besar dari keberhasilan kami dalam memenangkan tender ini," ujar Bastian, memandang Alzena dengan bangga.

"Dia tidak hanya cerdas, tapi juga sangat berdedikasi."

Alzena tersenyum sopan. "Terima kasih, Pak Bastian. Saya hanya melakukan tugas saya."

Ferdinan, yang sedari tadi mendengarkan, menahan diri untuk tidak menunjukkan ketidaksenangannya. Namun, ia merasa terusik melihat cara Bastian memandang Alzena.

"Dedikasi yang luar biasa memang perlu dihargai," kata Ferdinan dengan nada tenang, namun ada sedikit penekanan.

"Saya yakin kolaborasi ini akan membawa keuntungan besar bagi kedua belah pihak."

Percakapan kemudian beralih pada detail kerja sama, tetapi sesekali Bastian melemparkan pujian pada Alzena, membuat suasana makan siang itu terasa lebih hangat namun penuh ketegangan yang tak terlihat. Ferdinan, meski terlihat fokus pada diskusi, tak bisa mengalihkan pikirannya dari satu fakta: Alzena, yang dulu ia pandang sebelah mata, kini mampu memikat perhatian seorang CEO seperti Bastian.

Ferdinan mencoba menyembunyikan rasa cemburunya di balik sikap profesionalnya, tetapi sorot matanya tak bisa berbohong. Setiap kali Bastian menunjukkan perhatian pada Alzena—entah dengan menawarkan makanan atau sekadar melontarkan pujian—wajah Ferdinan semakin tegang.

Sementara itu, Alzena tampak santai dan fokus pada pembicaraan kerja. Ia bahkan tak sedikit pun melirik ke arah Ferdinan yang duduk di ujung meja, didampingi sekretarisnya yang berdandan menggoda.

"Alzena, coba ini," ujar Bastian sambil menyodorkan sepiring makanan padanya. "Saya yakin kamu akan suka."

Alzena tersenyum tipis dan mengambil piring itu dengan sopan. "Terima kasih, Pak Bastian," jawabnya.

Ferdinan mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, menahan diri agar tak mengatakan sesuatu yang mungkin ia sesali. Sekretarisnya, yang duduk di sampingnya, mencoba menarik perhatiannya dengan berbagai cara, bahkan memiringkan tubuhnya sedikit ke arahnya. Namun, Ferdinan tampak acuh.

Saat percakapan antara Bastian dan Alzena semakin hangat, Ferdinan tak tahan lagi. "Pak Bastian, sepertinya Anda sangat memperhatikan detail dalam segala hal, termasuk dalam memilih staf Anda," ujarnya dengan nada datar, tetapi sarat makna.

Bastian tersenyum. "Tentu saja. Tim yang hebat adalah kunci kesuksesan perusahaan." Ia lalu menatap Alzena. "Dan saya sangat beruntung memiliki Alzena di tim saya. Dia tidak hanya kompeten, tapi juga memiliki sikap yang luar biasa."

Alzena hanya tersenyum sopan, tidak menyadari ketegangan yang terjadi di antara dua pria itu. Ferdinan, di sisi lain, merasa semakin geram. Namun, ia tak ingin menunjukkan emosinya di depan banyak orang.

Makan siang itu berakhir dengan formalitas biasa, tetapi di dalam hati Ferdinan, api cemburu sudah mulai membara. Baginya, perhatian Bastian pada Alzena lebih dari sekadar profesional, dan itu membuatnya merasa terancam—sesuatu yang tak pernah ia duga akan dirasakannya.

Sore itu, suasana di depan lobi kantor Bastian menjadi sedikit heboh saat mobil sport mewah milik Ferdinan terparkir dengan anggun. Karyawan yang sedang keluar kantor berhenti sejenak, saling berbisik dan mengagumi sosok pria tampan berdarah campuran yang turun dari mobil tersebut.

Alzena, yang baru saja selesai dengan pekerjaannya, keluar dari gedung dengan tas di tangan. Ia terkejut saat melihat Ferdinan berdiri di sana, menunggunya dengan wajah tenang namun penuh wibawa. Tatapan mata Ferdinan langsung tertuju padanya, seakan menunggu reaksi Alzena.

"Ferdinan? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Alzena dengan nada bingung namun tetap sopan.

Ferdinan, tanpa basa-basi, menjawab dengan nada dingin, "Aku menjemputmu. Kita pulang."

Para karyawan yang melihat kejadian itu mulai berbisik-bisik. "Siapa wanita itu? Kok bisa dijemput pria setampan itu?" dan "Mungkin dia pacarnya. Beruntung sekali."

Alzena merasa canggung dengan perhatian yang mendadak tertuju padanya. Ia melirik sekeliling, menyadari bahwa Bastian dan beberapa rekan kerja juga memperhatikan. Bastian menatap Ferdinan dengan tatapan penasaran, seakan mencoba membaca situasi.

"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri," ujar Alzena, berusaha menghindari situasi yang semakin mencolok.

Namun Ferdinan tidak memberikan ruang untuk penolakan. "Masuk ke mobil, Alzena. Aku tidak punya waktu untuk berdebat." Nada suaranya tegas, membuat Alzena tak punya pilihan selain menurut.

Alzena akhirnya masuk ke dalam mobil, merasa campur aduk antara bingung dan kesal. Sementara itu, Ferdinan kembali masuk ke kursi pengemudi, menghidupkan mesin, dan melaju pergi, meninggalkan banyak pertanyaan di benak para saksi kejadian itu—termasuk Bastian, yang berdiri memandang kepergian mereka dengan alis sedikit terangkat.

"Kenapa anda selalu melakukan semua sesuai keinginan anda tuan CEO, tanpa memikirkan akibatnya?"Alzena mendengus kecil.

"Hei.. aku enggak peduli aku mau menjemputmu itu saja." Ferdinan dengan nada datar.

Di dalam mobil, keheningan terasa begitu tegang. Alzena hanya menatap ke luar jendela, sedangkan Ferdinan fokus pada jalan di depannya. Ada banyak hal yang ingin ditanyakan Alzena, tetapi ia memilih untuk diam, menunggu penjelasan dari Ferdinan yang masih belum ia pahami.

Dalam perjalanan, Ferdinan akhirnya memecah keheningan dengan nada datar namun penuh maksud. "Aku lihat kamu sudah cukup akrab dengan CEO-mu tadi," ujarnya sambil tetap fokus pada jalan di depannya.

Alzena menoleh, merasa terganggu dengan nada sindiran itu. "Dia hanya bosku, dan kami sedang membahas pekerjaan. Apa salahnya?"

Ferdinan menyipitkan matanya, lalu menambahkan dengan nada lebih serius, "Aku tidak suka. Kamu adalah istriku, dan aku tidak ingin orang seperti dia terlalu dekat denganmu."

Alzena terdiam sesaat, berusaha memahami alasan di balik ucapan Ferdinan. "Kamu tidak pernah benar-benar menganggap aku sebagai istri. Jadi, kenapa sekarang kamu peduli?" balasnya tajam, membuat Ferdinan sedikit tertegun.

Sesaat kemudian, tanpa memberikan jawaban, Ferdinan mengarahkan mobil ke sebuah mal mewah di pusat kota. Alzena menatapnya dengan bingung. "Kenapa kita ke sini?"

Ferdinan memarkir mobil dan menjawab dengan santai, "Aku perlu membeli beberapa barang untuk rumah. Dan, kupikir, kamu juga butuh sesuatu. Aku ingin membelikanmu barang yang disukai wanita."

Mendengar itu, Alzena langsung menolak. "Tidak perlu. Aku tidak butuh apa-apa, dan aku tidak mau kamu berpikir aku matre."

Ferdinan menghela napas, lalu menatap Alzena dengan serius. "Ini bukan soal matre atau tidak. Kamu tinggal di rumahku, dan aku ingin kamu nyaman. Lagipula, sebagai suamimu, apa salahnya aku ingin kamu punya sesuatu yang lebih baik?"

Namun Alzena tetap menggeleng. "Aku sudah punya cukup, Ferdinan. Aku tidak mau membebani kamu lebih dari ini."

Ferdinan tampak kesal, tapi ia memilih untuk tidak berdebat lebih jauh. "Kalau begitu, ikut saja. Aku tetap harus membeli kebutuhan rumah."

Dengan enggan, Alzena mengikuti Ferdinan masuk ke mal. Di dalam, mereka berjalan berdampingan, meskipun suasananya masih terasa canggung. Ferdinan berhenti di beberapa toko peralatan rumah tangga dan pakaian, sesekali melirik ke arah Alzena, seolah mencoba memahami apa yang sebenarnya ia inginkan.

"Kau ... tidak mau membeli perhiasan?Ayolah bukankah wanita suka perhiasan"

"Tidak, aku tidak mau lagi dituduh wanita matrealistis!"Alzena dengan mengangkat alisnya.

"Sudahlah lupakan kata-kataku, kurasa semua wanita suka shopping, kenapa kamu tidak?"Ferdinan mengernyit.

"Karena aku berbeda, dan ingat kita hanya pasangan pura-pura jadi jangan samakan aku dengan istri istri di luar sana yang mungkin lebih beruntung dari aku."Alzena dengan menarik napas pelan.

"Huffft, wanita memang sulit dimengerti, dia masih saja marah."

Saat mereka selesai berbelanja, Ferdinan berkata dengan nada lebih lembut, "Aku hanya ingin kamu tahu, Alzena, aku tidak pernah menganggapmu sebagai beban. Kamu bagian dari hidupku sekarang, dan aku akan melakukan apa pun yang perlu untuk memastikan itu."

Alzena menatapnya dengan tatapan bingung dan sedikit terkejut. Kata-kata itu, meskipun sederhana, entah bagaimana meninggalkan kesan mendalam di hatinya.

Saat Ferdinan dan Alzena berjalan menyusuri koridor mal, mereka berhenti untuk mencari restoran yang cocok untuk makan malam. Namun, tiba-tiba dari arah berlawanan, Katrine muncul dengan wajah ceria dan langsung menghampiri mereka. Tanpa ragu, ia memeluk lengan Ferdinan dengan erat.

"Sayang, sudah lama kita tidak makan bersama," ucap Katrine manja, sembari mengecup pipi Ferdinan dengan mesra.

Alzena berdiri mematung, mencoba menyembunyikan rasa sakit yang mendadak menyeruak di dadanya. Dia tahu posisinya tidak memungkinkan untuk mengatakan apa pun.

Meski ia adalah istri sah Ferdinan, kenyataannya pernikahan mereka hanya formalitas, dan Ferdinan tidak pernah menunjukkan perhatian layaknya seorang suami.

Ferdinan tetap tenang, bahkan terlihat tidak terganggu dengan tindakan Katrine. "Katrine, aku sedang ada urusan. Kalau mau makan, nanti saja," ucapnya dengan nada datar, tetapi ia tidak menyingkirkan Katrine yang masih bergelayut di lengannya.

Katrine melirik Alzena dengan senyum mengejek. "Oh, jadi kamu juga bawa pengasuh rumah ke mal? Alzena, kamu nggak keberatan, kan, kalau aku meminjam suamimu sebentar?" tanyanya dengan nada sinis.

Alzena menarik napas dalam, berusaha tetap tenang. "Tidak ada yang perlu saya keberatan, Mbak Katrine. Toh, saya di sini hanya membantu Ferdinan." Jawabannya terdengar tegas namun penuh sindiran halus.

Ferdinan tampak sedikit terganggu mendengar percakapan mereka, tetapi ia tetap tidak mengatakan apa pun. "Katrine, aku mau makan. Kalau kamu mau ikut, ikutlah. Tapi berhenti mempermalukan diri sendiri," ucapnya dingin.

"Aku pesan Iga bakar bumbu caramel sama.nasi."Ucap Alzena pada pelayan.

"Wahh, sayang, lihat istri kamu makannya kaya kuli ya, banyak banget, apa enggak takut badannya melar?"Katrine menjulurkan lidahnya pada Alzena.

"Biar saja Katrine, itu seleranya Alzena. Sebaiknya kau pesan ala yang mau kamu makan."Ferdinan mengambil katalog makanan.

"Ehmm aku salad saja sama jus strawberri."Katrine dengan nada manja.

1
Ma Em
Akhirnya Ferdinan bertekuk lutut pada Alzena ... 😂😂 semoga cinta mereka berdua tdk bisa terpisahkan.
Leli Supriani
bertindak sesuai keinginan kakek
Leli Supriani
Kecewa
Leli Supriani
Buruk
Ma Em
Berikan Alzena cinta yg tulus serta kasih sayang yg membuat Alzena senang dan nyaman berada di sampingmu Ferdinan kalau emang kamu sdh mencintai Alzena jgn pernah untuk menyakitinya
wisna
Kecewa
Amelia story: Terimakasih ya atas penilaian nya 🥰
total 1 replies
wisna
Buruk
Amelia story: Terimakasih ya sudah mampir, dan sudah menilai buku saya 🙏
total 1 replies
Ma Em
Wah bakal terjadi salah paham antara Alzena dan ferdinan semoga tdk sampai terjadi perpisahan karena ada orang yg menginginkan Alzena dan Ferdinan untuk. berpisah
Hasnadia Amir
untung kakek cepat datang mendamaikan
Su Narti
keren 👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍 👍👍👍👍👍👍
Su Narti
cakep kakek , bertidak cepat sebelum mereka bercerai 👍👍👍🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Amelia story: yuk kakak yang Mau doble up hari ini mana suaranya, kasih bintang lima dan subscribe yuk./Angry//Angry/
total 1 replies
Msofa
Waduh, nikah kok dilempar ke sepupunya? 😱
Amelia story: iya,.begitulah alurnya kak
total 1 replies
Mila Nst
masih menyimak,dan mulai menikmati
Amelia story: terimakasih ka sudah mampir
total 1 replies
Ma Em
Ferdinan pasti kamu akan menyesal karena menyia nyiakan wanita sebaik Alzena dan malah memilih siulat bulu Catherine yg bisanya cuma morotin uang kamu kalau kamu hdp miskin mana mau si Catherine sama kamu Ferdinan.
Ma Em
Luar biasa
☆☆D☆☆♡♡B☆☆♡♡
semangat🙏
Amelia story: siap ka ,terimakasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!