Wanita mengunakan pakaian lebar dan juga Hijabnya, taat akan agama. Mempunyai sikap yang unik, sehingga banyak sekali yang menyukainya, dia adalah Hafsah Kamilatunnisa.
Namun semua berubah saat bertemu dengan seseorang yang cukup berpengaruh dalam kehidupannya, memiliki sisi gelap yang lambat laun ia ketahui. Ingin pergi, namun terlambat. Benih-benih cinta telah hadir diantara mereka, Pria itu tak lain adalah Arkanza Aynan.
Terbilang sangat sukses dalam dunia bisnis, membuat orang begitu sangat segan kepadanya. Tidak ada yang berani untuk membuatnya marah, jika itu terjadi. Maka, sama saja menyerahkan nyawa mereka sendiri untuk dilenyapkan.
" Aku mencintaimu, bantu aku untuk melepas semuanya." Permintaan Arka untuk bisa menjalani kehidupan yang normal, seperti manusia lainnya.
Akankah muslimah itu bisa mengabulkan permintaan dari seorang Arka?
Bisahkah keduanya untuk bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6.
Berjalan dengan penuh ketakjuban akan bangunan itu, namun Unni merasa risih. Karena harus berjalan bersama yang bukan mahramnya, apalagi ditambah dengan pengawalan yang dirasanya sangat berlebihan.
...Masyaa Allah, ini bangunannya sangat mewah sekali. Apa tidak salah ya....
Masih dalam perasaan takjub, kini mereka tiba di depan sebuah pintu bangunan yang berada di lantai tiga. Bangunan tersebut hanya terdiri dari tiga lantai, namun bangunan tersebut sangat mewah dan juga tertutup sekali lingkungan luar.
"Silahkan masuk nona, ini akses untuk tempat anda." David menyerahkan sebuah card pada Unni.
"Maaf tuan, apakah anda tahu arah kiblat untuk sholat?"
...Mampus, apa itu kiblat? Kau benar-benar membuatku seperti orang bodoh, Azka. Sialan!...
Mengumpat dari dalam hati, David tidak ingin terlihat buruk di depan wanita.
"Hmm, nanti biar dicari lewat aplikasi saja tuan. Terima kasih sebelumnya sudah menghantar."
Mengetahui dari pergerakan wajahnya, Unni tidak ingin orang dihadapannya menjadi malu akibat pertanyaannya yang membuatnya bingung.
"Baik nona, saya permisi."
Setelah pintu tertutup, David segera menghubungi Azka sebagai laporan jika ia sudah menyelesaikan tugasnya.
"Bre***ek kau Azka! Bagaimana bisa aku terlihat begitu bodoh dihadapannya, kalau tahu begini aku tidak mau."
"Hahaha."
Hanya suara tawa yang diberikan oleh Azka atas umpatan David padanya. Panggilan itu berakhir dengan tawa Azka yang membuat David semakin merasa bo**h.
"Awas saja kau, aku akan membuat perhitungan. Tapi, wanita itu mempunyai daya tarik yang bisa membuat pria manapun untuk mendekatinya. Arkh, kenapa aku jadi memikirkannya."
.
.
.
Selepas kepergian David, Unni menelusuri setiap ruangan di tempat tersebut. Menurutnya, barang-barang disana mempunyai harga yang cukup lumayan menguras isi kantong. Tidak berani untuk menyentuh berbagai perabotan disana, bahkan Unni bingung harus tidur dimana. Karena, tuan rumahnya saja belum memberikan izin untuk dirinya menggunakan berbagai perabotan tersebut.
Menggunakan ponselnya, mencari tata letak arah kiblat untuk sholat. Lalu memilih ruangan yang cukup luas, Unni meletakkan koper yang ia bawa. Mencari letak keberadaan kamar mandi, untuk segera mengambil air wudhu.
"Dimana kamar mandinya? Sepertinya harus cari dapur saja." Unni berpendapat jika di dapur pasti berdekatan dengan kamar mandi.
Ia berhasil menemukan letak dapur, akhirnya ia bisa bernafas lega. Benar adanya, jika disana berdekatan dengan kamar mandi dan segera saja ia berwudhu.
Membuka koper dan mengambil perlengkapan sholatnya, lalu Unni menunaikan kewajibannya dengan tenang. Dalam ketenangannya, terdengar suara langkah kaki yang cukup jelas.
...Siapa itu? Perasaan, pintunya tadi sudah terkunci dari dalam. Aneh....
Bersiap-siap dalam langkahnya, berjaga-jaga agar waspada dari sesuatu yang tidak di inginkan. Masih dalam balutan mukenahnya yang berwarna putih, Unni mengambil sebuah tongkat yang tidak tahu apa namanya. Ia berjongkok, bersembunyi di balik kursi sofa.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
"Argh!!! Stop, Hei! Berenti memukul!"
"Kamu siapa, hah?! Sembarangan saja masuk ke tempat orang tanpa permisi, mau mencuri ya!!" Unni terus memukulkan tongkat yang ia bawa.
"Sialan! Berhenti kataku!" Sudah cukup merasakan pukulan yang bertubi-tubi, akhirnya tongkat itu berhasil ditangkap.
Ketika pandangan keduanya bertemu, dalam beberapa saat tiba-tiba saja Teriak terdengar kembali.
"Se setan!!"
Lalu ia bersembunyi di balik tirai jendela besar disana, dengan suara meracau supaya yang ia maksud setan itu segera pergi. Dengan tubuh yang bergetar, tetap bersembunyi disana.
Tapi! Tap! Tap!
"Baaa..." Unni menyingkap tirai jendela tersebut.
"Aaarrrkkh!!"
Tubuh itu terkulai lemas jatuh ke lantai, nafasnya pun terlihat naik turun dengan cepat. Betapa kagetnya Unni, saat melihat dengan jelas wajah dark orang tersebut yang ia kira seorang pencuri.
"Tuan Azka!"
"Se se tan." Dengan terbata-bata ia masih meracau.
"Setan??" Unni melihat sekelilingnya.
"Tidak ada setan tuan, coba tarik nafas dan keluarkan secara perlahan." Unni masih tidak menyadari jika dirinyalah yang dimaksud oleh Azka.
Mendengar namanya disebut, Azka membuka kedua matanya dengan lebar. Memastikan makhluk yang ia kira setan sebelumnya, dan ternyata salah.
"Ka kau! Kenapa menggunakan pakaian seperti itu? Kau hampir membuatku ketakutan." Suaranya kembali tegas setelah mengetahui jika makhluk itu adalah Unni.
Nampak terdiam sejenak, Unni memutar otaknya untuk mencerna perkataan dari Azka. Saat ia sadar, jika dirinyalah yang dimaksud sebagai setan itu.
"Astaghfirullah, kenapa selalu saja beristighfar jika bertemu."
"Saya bukan setan, tuan Azka. Anda juga salah, masuk ke sini tanpa mengucapkan salam dan memberitahu sebelumnya. Lagian, ini bukan pakaian aneh. Tapi, ini adalah mukenah yang biasa digunakan untuk sholat bagi wanita." Unni menjauh dari Azka yang masih terduduk lemas.
Beranjak dari kagetnya, Azka bangkit dan berjalan mendekati Unni. Ia melihat jika barang-barang yang dibawa masih berada diruangan yang biasa ia gunakan untuk bersantai.
"Kenapa barangmu masih disini?" Menunjuk koper milik Unni.
"Oh itu, saya belum mendapatkan izin dari tuan disini. Tidak baik jika menggunakan dan menyentuh barang milik orang lain tanpa izin dari pemiliknya." Jelas Unni kepada Azka yang berwajah datar.
Mendengar perkataan Unni, membuat Azka Seolah-olah terkena sentilan pada hatinya. Benar adanya apa yang dikatakan oleh Unni, jika dirinya belum mengatakan jika bahwa Unni akan tinggal di apartemen miliknya.
"Sorry, aku belum mengatakannya. Mulai detik ini, kau akan tingal disini. Terserah mau kau apakah isi dari tempat ini, kau bebas menggunakannya."
"Maksud tuan? Tapi ini tidak perlu tuan, perbaiki saja pintu apartemen saya. Saya tidak akan sanggup untuk membayar sewanya, ini terlalu berlebihan untuk saya."
Kening Azka berkerut, baru kali ini mendapatkan penolakan terus menerus dari orang yang sama. Dimana hampir seluruh wanita yang ada, akan memperebutkan dirinya. Bahkan dengan rela menyerahkan tubuhnya untuk seorang Azka, namun kali ini berbeda. Untuk berjabat tangan dengan lawan jenis pun selalu dihindari, apalagi yang lebih dari itu.
"Bisa tidak kau menurutiku dan tidak membantah, hah!" Bentak Azka.
Mendapati bentakan tersebut, membuat Unni terdiam. Azka semakin mendekati dirinya, mencengkram wajahnya dengan begitu kuat.
"Dengar, kau tidak akan bisa membantah lagi. Bahkan, saat ini aku bisa saja melakukan yang tidak kau sukai. Jangan membantah lagi." Menghempaskan tangannya dan membuat Unni terhempas.
"Atas dasar apa aku harus menurutimu? Bahkan kau sendiri yang menawarkan tempat ini padaku, ingat. Aku sudah mengundurkan diri dari perusahaan, mmpphh."
Suara Unni seketika hilang, serangan pada bibirhya yang Azka berikan padanya sudah membuat dirinya tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.
"Jika kau masih membantah, maka aku tidak akan segan-segan untuk menyerangmu lebih dari ini." Mendorong tubuh Unni dan berlalu begitu saja dari sana.
Perlakuan Azka padanya, membuat hidup Unni seperti hancur berkeping-keping. Rintihan suara tangis terdengar sangat memilukan.
...Ya Allah, ampuni hambaMu ini Ya Allah......