Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Sifa merapikan kembali minyak wangi yang ditolak emak, sesekali mengusap air mata. Mengapa hatinya sedih sekali melihat sikap emak yang dia rindukan itu tidak seperti dulu lagi.
"Jangan pikirkan Emak kamu" Abah berdiri lalu mengusap kepala Sifa sebelum menyusul emak ke kamar. Abah membuka pintu menemukan istrinya yang sedang menarik gorden dan membuka jendela.
"Mak... kenapa sikap kamu seperti anak kecil" Abah duduk di tempat tidur menasehati emak yang menatap ke luar jendela. "Anak kamu itu kangen sama kita, tapi kok Emak malah cuek begitu" sesal abah, karena menolak parfum yang diberikan Sifa.
Emak balik badan bersandar di tembok menatap abah. "Ibu mana yang tidak kecewa melihat perubahan anak perempuan satu-satunya seperti itu, Bah" Emak menunduk sambil menangis. Semua orang tua ingin buah hatinya menjadi anak yang sholehah, tetapi Sifa justru melanggar. Begitulah yang emak pikirkan.
"Perubahan macam apa Mak, apa karena rambut Sifa di cat?" Abah rasa hal semacam ini biasa saja, toh bukan cat hitam yang Sifa gunakan.
"Apa Abah masih tidak mengerti? Anak kamu itu sudah keterlaluan Bah. Demi ingin tampil berbeda di depan Aksa mantan suaminya itu, Sifa sampai operasi plastik" Emak berteriak. Ia pikir Sifa ingin pamer wajah cantiknya kepada mantan suami, lantaran dendam ketika ditinggal selingkuh.
"Jangan main tuduh Mak, anak kita tidak mungkin melakukan itu" bantah abah, sebandel-bandelnya Sifa, abah percaya anaknya tidak mungkin menyimpang. Sebab sebelum abah berangkat ke masjid subuh tadi mendengar Sifa mengaji di kamar.
Di luar pintu Sifa rupanya mendengarkan pertengkaran kedua orang tuanya. Sifa menangis rupanya emak tahu jika ia operasi plastik dan mengira bahwa dia melakukan itu demi Aksa.
"Emak... Abah..." Sifa berdiri di depan pintu dengan mata merah dan sembab.
"Sifa... apa benar yang dikatakan Emak kamu sayang..." Abah bangkit dari tempat tidur, mengait tangan Sifa mengajaknya masuk.
"Yang dikatakan Emak memang benar Bah, tetapi aku melakukan itu bukan untuk Aksa" Sifa duduk di lantai kamar kedua orang tuanya itu. Sifa bingung entah mau memulai dari mana untuk menceritakan masalahnya. Namun demikian, ia harus jujur. Jika emak semakin marah, sifa sudah siap menerima konsekuensinya. Tidak jujur dimarahi, jujur pun lebih dimarahi. Sebab, emak pasti murka jika tahu bahwa Sifa dengan mudahnya menyerahkan kehormatannya kepada pria yang belum sah menjadi suami.
"Mau melakukan untuk Aksa atau siapapun itu, perbuatan kamu itu sudah melanggar dosa Sifa" Emak akhirnya meninggalkan jendela duduk bersama Sifa. Sedetik kemudian abah pun ikut duduk bersila.
"Aku tahu Mak" Sifa tidak berani menatap wajah emak.
"Sudah, sudah. Kita semua tenang dan tolong ceritakan apa alasan kamu melakukan operasi, Nak" Abah meredam emosi emak.
"Aku... aku..." Sifa sesegukan.
"Aku, aku, apa Sifa?" Emak sudah tidak sabar. Namun, abah mengusap pundak emak sambil memberi isyarat dengan mata berkedip agar emak memberi kesempatan pada Sifa untuk bercerita.
"Maafkan aku Mak, Abah..." Di sela-sela isak tangis, Sifa menceritakan ketika di Jakarta dua tahun yang lalu bekerja di salah satu perusahaan. Sifa menjalin hubungan terlarang dengan pemilik perusahaan dan akhirnya hamil.
"Apa?" Emak meradang, suaranya menggema di dalam kamar, wajahnya merah padam.
"Mak... tenang dulu" Lagi-lagi abah minta emak agar tenang.
"Tenang bagaimana Abah! Anakmu ini menumpuk dosa" Emak mendorong dahi Sifa yang menunduk tetapi Sifa tidak bergerak.
"Lalu kemana anak dan suami kamu Sifa?" Abah bertanya lembut.
Sifa menarik napas, lalu melanjutkan ceritanya saat Felix tidak mau menerima anak yang Sifa kandung, dan akhirnya mendorongnya ke kali. Saat ditolong Alvin, hingga akhirnya operasi di negara K.
"Astagfirullah..." emak dan abah Istigfar bersamaan. Emak mengusap dadanya yang kian sesak. Rupanya segitu beratnya penderitaan putrinya setelah bercerai dengan Aksa. Mau marah pun tidak akan merubah keadaan. Dalam diam emak bertanya, apa dosa yang pernah ia perbuat hingga putri satu-satunya selalu disakiti pria.
"Lalu kemana laki-laki brengsek itu Sifa?!" Tandas abah. Ia menatap kedua wanita yang disayangi itu, rasanya ingin merajam pria yang sudah menyakiti putrinya. Jika emosi emak mereda, kini gantian abah yang memuncak.
"Dia saat ini sudah mulai memanen karma yang Dia buat Abah" lirih Sifa yang masih menunduk.
"Apa maksud kamu?" Abah tidak mengerti.
"Allah sudah memberikan hukuman hingga kehidupan pria itu mulai kacau Bah" Sifa tidak mau mengatakan bahwa dia akan membalas dendam, tentu saja emak dengan abah akan melarangnya.
"Maafkan Emak sayang..." Satu tangan emak merangkul pundak Sifa.
Sifa mengangkat kepala, ia tenggelamkan wajahnya di dada wanita yang melahirkan itu menangis terharu. Hati Sifa terasa sejuk karena hati emak sudah kembali mencair.
"Abah mau ikut ke Jakarta" Abah ingin pria itu mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Jangan Abah" cegah Sifa menuturkan jika pria itu orang kaya, dengan harta yang dia milikki bisa melakukan apapun.
"Jadi akan kamu biarkan bebas begitu saja pria itu? Tidak bisa" tegas abah.
"Abah, aku minta doa Abah dengan Emak. Biarkan aku memberi pelajaran pria itu dengan cara Sifa sendiri" Sifa beralih dari emak, gantian memegang telapak tangan abah. Abah akhirnya mengangguk.
"Sifa... Mulai sekarang kamu harus hati-hati memilih pasangan hidup, jangan mudah diperdaya oleh laki-laki. Cukup Aksa dan pria itu yang menyakiti kamu. Tunjukkan jika kita ini wanita yang mempunyai martabat" nasehat emak lalu menatap suaminya.
"Kok lihat Abah sih Mak" Abah merasa seperti tersangka.
"Iya Mak"
Sifa tersenyum menatap abah, suasana menjadi hangat kembali. Sifa bersama kedua orang tuanya berbincang-bincang banyak hal.
"Mak, aku mau ke warung dulu" pamit Sifa ketika waktu berganti sore, ia akan mencari kebutuhan dapur sekaligus jalan sore-sore. Sebab, Sifa tidak membawa apapun untuk emak.
"Hati-hati..." jawab emak.
Sifa yang sudah mandi sore, wangi dan cantik berjalan kaki ke warung sembako. Melewati rumah-rumah warga tentu menjadi perbincangan akan kecantikannya tanpa Sifa sadari.
"Permisi Mas" ucap Sifa ketika tiba di warung yang lumayan besar dan komplit. Menyapa pria yang tengah melayani pembeli.
Pria itu mengangkat kepala lalu menatap Sifa lekat hingga beberapa detik kemudian. "Ka-kamu?" Ujar si pria gagap, mulut mangap hampir ngiler karena terkejut akan kehadiran mantan istrinya yang sangat cantik bagai bidadari turun dari kayangan.
"Saya mau membeli ini" Sifa menyerahkan kertas catatan tidak mau basa basi dengan mantan suaminya itu.
"Ba-baik" Aksa berjalan hendak menyiapkan pesanan Sifa, tetapi pandangan matanya tidak mau berpaling dari Sifa, hingga menabrak etalase dan menyebabkan barang di dalamnya berantakan bahkan ada yang pecah.
"Aksa! Kamu bisa kerja tidak?" Pemilik toko yang merangkap menjadi kasir pun marah.
"Maaf Bu" Aksa cepat-cepat membereskan barang yang pecah, karena ingin segera melayani Sifa. Ia berharap tidak ada pekerja lain yang ambil alih tugasnya. Aksa tidak mau kehilangan kesempatan untuk memandangi mantan istrinya yang menjelma menjadi ratu kecantikan itu lebih lama. Setelah selesai membereskan beling, Aksa membuangnya ke tempat sampah, kemudian melihat catatan kertas yang ia genggam hingga kusut. Aksa ambil belanjaan satu persatu memasukkan ke dalam keranjang lalu membawa ke kasir.
"Aku harus membayar belanjaan Sifa, biar tekor yang penting aku bisa menarik simpati mantan istriku. Jika Marni tanya nanti, aku tinggal bilang kalau uang aku hilang, pasti beres" monolog Aksa sambil senyum-senyum berjalan ke kasir. Marni adalah wanita yang merebut Aksa dari Sifa.
"Ini belanjaan siapa?" Tanya pemilik toko karena biasanya pembeli itu sendiri yang membawa ke kasir.
"Punya saya Bu"
Tidak banyak tanya lagi kasir menghitung, total belanjaan 300 ribu itu Aksa bayar, kemudian membawa di mana Sifa sedang mengetik pesan entah kepada siapa.
"Sifa, kamu apa kabar?" Aksa tersenyum sudah di depan Sifa.
"Baik" Sifa menjawab singkat lalu berdiri, memandangi belanjaan merasa aneh, karena sudah di dalam plastik bukan di keranjang.
"Belanjaan kamu sudah aku bayar kok" Aksa menyerahkan kantong plastik. Namun, bukan Sifa yang ambil, tiba-tiba tangan seseorang menyerobot cepat.
Sifa melempar tatapan ke arah wanita berdaster, betis burik, dan wajahnya banyak jerawat kehitaman itu menatapnya tajam.
...~Bersambung~...