Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
( POV Lintang 2 )
"Dret...dret..! Sebuah notifikasi masuk pada ponsel yang tergeletak di atas meja rias, aku mengambil lalu membukamya segera. Aku yang tengah berbaring di ranjang, karena kelelahan beberes sisa-sisa semalam tahlilan. Dengan malas-malasan aku bangkit, ternyata Om Ahmad pengacara ibu yang menghubungi. Ia ingin bertemu siang ini, dan membicarakan tentang banyak hal. Padahal seingat ku, beliau hadir pada acara tersebut. Tanpa banyak bicara, ku ganti daster rumahan dengan celana jeans dan kaos v neck lengan pendek. Ku aplikasikan wajah dengan foundetion dan bedak tipis-tipis. Setelah ku rasa sempurna,tak lupa ku sambar kunci motor juga hape.
Di ruang tamu, ku dapati sepasang pengantin baru yang sedang duduk saling menempel. Ya, mereka Kak Dewa dan Haruna yang telah menikah siri kemarin siang, sebelum diadakannya tahlilan ke tujuh hari ibu. Aku yang memang tidak dianggap keberadaannya di rumah ini oleh mereka berdua, hanya bisa diam melihat pernikahan yang terjadi. Sakit? Tentu saja, walau tak berdarah-darah. Aku yang berharap pernikahan tanpa cinta dengan Dewa, akan berubah sedikit-sedikit menjadi cinta karena terbiasa bersama. Nyatanya harus berhenti seketika, tanpa perlu belajar lagi mencintai.
Aku hendak berlalu begitu saja, tetapi mulut usil madu ku membuat telinga gerah mendengarnya. "Hallo kakak madu, habis termehek-mehek semalaman ya" sapanya dengan senyum ramah yang di buat-buat.
"Buat apa nangis? Ngabisin energi aja, mending hang out bareng temen" kata ku acuh, tak terpengaruh provokasi darinya. Ku ambil sepatu kets yang ada di rak, dan memakainya di depan mereka.
"Mau pergi kemana kamu, dek?" Dewa bertanya dengan pelan.
"Aku ada keperluan sebentar."
"Sok sibuk!" celetuk Haruna sinis.
"Sayang please deh, aku lagi tanya Lintang" Dewa sedikit kesa, ketika mendengar ucapan istri mudanya.
"Dewa, kamu marah sama aku!" ucap Haruna, bangkit seketika dari duduknya.
"Bukan begitu, sayang. Aku hanya ingin, jawaban dari Lintang" tutur Dewa lembut, lalu merengkuh bahu wanitanya. "Sabar jangan emosi, kasihan dedek bayi. Masa, mommynya marah-marah terus" bujuknya lagi.
Aku memutar bola mata, sebal melihat adegan seperti di sinetron-sinetron tv. Dimana pun berada, selalu saja pasangan kasmaran ini mempertontonkan kemesraannya.
"Aku berangkat dulu!" teriak ku, pada mereka.
"Hus...hus...hus! Sana pergi yang jauh, di rumah juga bikin mata bintitan" usir Haruna, sambil melambaikan tangannya.
"Enggak salah gitu, tuan rumah di usir tamunya? Yang ada itu, penumpang harus tau diri" dengan santainya aku pergi, setelah sebelumnya berpamitan pada Dewa. Walau bagaimanapun, aku masih seorang istri yang harus patuh pada suaminya. Seburuk apa pun perlakuannya, tetap dia harus di hormati sebelum terlepas ikatan pernikahan.
"Ehm, maaf Non" tiba-tiba, muncul Pak Amran dengan nafas tersengal-sengal.
"Iya, ada apa Pak?" tanya ku, sambil menatap wajahnya.
"Itu di depan ada cowok ganteng, nanyain Non Lintang" katanya sopan.
"Oh ya, siapa Pak?"
"Bilangnya sih Zian, Non."
"Ya pak, dia teman saya."
"Kalo gitu, saya ke pos lagi."
"Makasih ya, Pak!"
Pak Amran berbalik pergi, sambil mengacungkan jempolnya.
"Ternyata kakak madu, diam-diam punya selingkuhan" Haruna mulai mengipas-ngipasi suasana, yang tadinya mulai mendingin menjadi panas kembali.
"Jangan mulai lagi, ikut campur urusan ku..."
"Benarkah? Seperti yang di katakan Haruna, kamu mulai bermain api dengan lelaki lain?" tanya Dewa memotong ucapan ku, yang tadinya diam menyaksikan perdebatan antara ke dua istrinya kini ikut bereaksi.
"Terserah, bagaimana kalian menilai saja" ucap ku pasrah. Tokh semua pembelaan ku selama ini, selalu di nilai negatif oleh mereka. Aku pergi tanpa menoleh ke belakang lagi, percuma buang-buang waktu meladeni sepasang manusia picik.
"Dewa kamu harus tegas, jadi suami kok gak bisa ngatur istrinya" suara Haruna mengomeli suaminya, masih terdengar di rungu ku.
Di pos satpam dokter Zian tengah berbicara-bincang, dengan Pak Amran yang duduk sambil merokok. Kepulan asapnya, memenuhi ruangan yang sempit.
"Uhuk...uhuk!" dokter Zian terbatuk-batuk, menghirup asap rokok.
"Aduh... Pak Amran mau meracuni dokter Zian, ya" kelakar ku pada sang securty.
"Maaf dok!" dengan wajah penuh rasa bersalah, Pak Amran mematikan rokoknya.
"Enggak pa-pa, Pak. Saya juga kadang-kadang merokok, kalo lagi suntuk" hibur dokter Zian. "Aku ganggu kamu, gak?" tanyanya, mengalihkan perhatian.
"Aku mau ke cafe Anyelir."
"Biar aku antar, kemana pun kamu pergi gratis tanpa ongkir. Kebetulan hari ini dapat shift malam, jadi bisa menemani mu."
"Apa gak merepotkan?"
"Enggaklah, asal traktir aku di cafe yang sama malam minggu yang akan datang."
"Pamrih dong, katanya gratis ongkir?"
"Suit-suit! Mesra banget nih, kakak madu." Haruna sambil cengengesan, ikut menimpali percakapannya.
"Kakak madu, apa maksudnya?"
"Ah dasar, ganteng-ganteng di bodohi anak kemaren sore."
"Lintang, bisa kamu jelaskan semuanya?"
****
yg ad hidupx sendirian nnt x