NovelToon NovelToon
RanggaDinata

RanggaDinata

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: patrickgansuwu

"Rangga, gue suka sama lo!"

Mencintai dalam diam tak selamanya efektif, terkadang kita harus sedikit memberi ruang bagi cinta itu untuk bersemi menjadi satu.



Rangga Dinata, sosok pemuda tampan idola sekolah & merupakan kapten tim basket di sekolahnya, berhasil memikat hati sosok wanita cantik yang pintar dan manis—Fira. Ya itulah namanya, Fira si imut yang selama ini memendam perasaannya kepada kapten basket tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11. Titik balik

Setelah pertemuan di ruang kepala sekolah, Fira merasa terjebak di dalam pusaran konflik yang tak kunjung reda. Perasaannya semakin campur aduk—di satu sisi, ia merasa bersalah atas pertengkaran antara Ezra dan Rangga, tapi di sisi lain, ia tahu bahwa dirinya tak bisa lagi menghindari masalah ini. Sudah saatnya ia menghadapi semuanya secara langsung dan mengambil keputusan.

Ezra dan Rangga, dua orang yang begitu berarti dalam hidupnya, berada di ujung dua jalan yang berlawanan. Ezra, dengan segala kehangatannya dan perubahan yang ia coba tunjukkan, terus membuat Fira merasa tertarik. Namun, di sisi lain, Rangga, dengan ketenangan dan kepeduliannya yang tulus, membawa rasa aman yang dulu pernah ia rindukan. Fira tahu bahwa ia tak bisa terus berada di tengah-tengah ini, tapi untuk memilih salah satu berarti ia harus merelakan yang lain.

•••

Hari-Hari Setelahnya

Sekolah menjadi tempat yang semakin menekan bagi Fira. Sejak insiden perkelahian itu, gosip tentang hubungan segitiga antara dirinya, Ezra, dan Rangga semakin menyebar. Setiap langkah yang ia ambil, setiap tatapan yang ia terima dari teman-teman sekelasnya, semuanya terasa seperti beban yang berat.

Ezra dan Rangga, meskipun keduanya menerima sanksi dari sekolah, tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Fira tahu bahwa hubungan mereka berdua tak akan pernah bisa kembali seperti dulu. Mereka kini adalah dua orang yang berseberangan dalam segala hal, dan dirinya adalah pusat dari konflik itu.

Suatu siang, setelah kelas berakhir, Fira memutuskan untuk bertemu dengan Ezra. Ia tak bisa lagi mengabaikan semua keraguan yang terus menghantui pikirannya. Ia butuh jawaban yang lebih jelas, lebih pasti.

Fira menemukan Ezra di sudut taman sekolah, tempat yang biasa mereka kunjungi ketika ingin berbicara secara pribadi. Ezra sedang duduk di bangku, tampak lebih tenang dari biasanya, tetapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia tahu ada sesuatu yang besar yang akan dibicarakan.

"Ezra," Fira memulai, suaranya bergetar sedikit. "Gue butuh kejelasan soal kita."

Ezra menatapnya, matanya lembut namun penuh kesungguhan. "Fir, gue udah bilang ke lo semuanya. Masa lalu gue—gue nggak bisa ngubah itu, tapi gue bener-bener pengen jadi orang yang lebih baik. Buat lo."

Fira menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang hampir jatuh. Ia tahu bahwa Ezra tulus, tapi keraguan di dalam dirinya terlalu kuat untuk diabaikan. "Gue ngerti, Ezra. Tapi masalahnya bukan cuma di masa lalu lo. Gue juga bingung sama perasaan gue sendiri."

Ezra menghela napas panjang. "Lo bingung gara-gara Rangga?"

Fira mengangguk, meskipun itu bukan satu-satunya alasan. "Bukan cuma gara-gara dia. Gue cuma nggak tau apakah gue bener-bener siap buat nerima lo dengan semua yang ada di antara kita. Gue ngerasa kayak gue nggak bisa sepenuhnya percaya, bukan karena lo nggak jujur, tapi karena ada sesuatu yang gue nggak ngerti."

Ezra mendengarkan dengan tenang, meskipun Fira bisa melihat rasa sakit di matanya. Ia tahu bahwa apa yang ia katakan pasti melukai Ezra, tapi ia tak bisa lagi berbohong pada dirinya sendiri. Ezra menundukkan kepalanya, seolah sedang berpikir keras, sebelum akhirnya ia angkat bicara lagi.

"Kalau lo nggak yakin, Fir, gue nggak bisa maksa lo buat tetap sama gue. Gue cuma pengen lo tau bahwa gue bener-bener serius sama lo. Gue nggak pengen lo ngerasa kayak gue adalah ancaman buat lo."

Fira terdiam, lalu akhirnya berkata, "Gue tau lo serius, Ezra. Tapi gue butuh waktu buat bener-bener ngerti perasaan gue sendiri. Gue butuh jarak."

Kata-kata itu membuat Ezra terdiam. Ia menatap Fira lama, seolah mencoba memahami apa yang baru saja ia dengar. Setelah beberapa saat, ia mengangguk, meskipun Fira tahu itu bukan jawaban yang mudah baginya.

"Kalau itu yang lo butuhin, gue bakal kasih lo waktu, Fir," kata Ezra akhirnya. "Gue cuma berharap lo nggak ninggalin gue sepenuhnya."

Fira merasakan hatinya teriris, tapi ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang paling baik untuk saat ini. Ia tak bisa terus berada di dalam hubungan yang penuh dengan keraguan, meskipun ada bagian dari dirinya yang sangat ingin tetap bersama Ezra.

•••

Setelah pertemuannya dengan Ezra, Fira tahu bahwa ia juga harus berbicara dengan Rangga. Ia tak bisa membiarkan hubungan mereka tetap berada dalam ketidakpastian. Fira dan Rangga memiliki sejarah yang panjang, dan meskipun mereka telah berpisah, Fira tahu bahwa Rangga masih memiliki tempat khusus di hatinya.

Mereka bertemu di tempat yang dulu sering mereka kunjungi, sebuah kafe kecil di dekat sekolah. Rangga sudah menunggunya di sana, duduk di meja sudut dengan tatapan yang sulit ditebak.

"Lo baik-baik aja, Fir?" Rangga memulai percakapan dengan nada penuh perhatian.

Fira mengangguk pelan. "Gue baik. Tapi gue tau kita perlu ngobrol."

Rangga tersenyum tipis. "Gue ngerti. Gue tau gue udah bikin semuanya jadi rumit."

Fira menatap Rangga dengan lembut. "Nggak, lo nggak bikin ini rumit. Ini rumit karena gue. Gue yang nggak bisa mutusin apa yang gue mau."

Rangga terdiam, membiarkan Fira melanjutkan.

"Rangga, gue tau lo masih peduli sama gue, dan gue bener-bener hargain itu. Tapi gue juga nggak mau lo ngerasa kayak lo harus ngelindungin gue dari semuanya," kata Fira dengan hati-hati. "Gue cuma nggak mau kita kembali ke masa lalu yang udah selesai."

Rangga tampak merenung sebentar sebelum akhirnya berkata, "Gue nggak pernah maksud buat nyeret lo kembali ke masa lalu, Fir. Gue cuma... Gue nggak bisa diem ngeliat lo mungkin tersakiti sama seseorang yang nggak lo kenal dengan baik."

Fira menunduk, merasa kesulitan untuk menemukan kata-kata yang tepat. "Gue tau lo ngelakuin ini semua karena lo sayang sama gue. Tapi, gue butuh waktu buat bener-bener ngerti diri gue sendiri, tanpa harus bergantung ke siapa pun. Dan gue rasa... kita harus ngelepasin apa yang pernah ada di antara kita."

Rangga menatap Fira dalam diam, sebelum akhirnya tersenyum kecil, meskipun Fira bisa melihat kesedihan di matanya. "Gue ngerti. Kalau itu yang lo mau, gue bakal ngehargain keputusan lo. Tapi gue cuma pengen lo tau bahwa gue bakal selalu ada buat lo, kapan pun lo butuh."

Fira merasakan beban di dadanya sedikit berkurang. Meski perasaannya terhadap Rangga rumit, ia tahu bahwa keputusannya untuk memberi jarak adalah yang terbaik. Ia butuh waktu untuk memahami perasaannya sendiri, tanpa harus terbebani oleh hubungan masa lalu yang belum sepenuhnya ia lepaskan.

•••

Setelah berbicara dengan Ezra dan Rangga, Fira merasa seperti seorang penari di atas tali, seimbang di antara dua dunia yang berbeda. Masing-masing membawa kepastian dan keraguan, kehangatan dan ketidakpastian.

Di satu sisi, Ezra menawarkan sesuatu yang baru, meskipun penuh tantangan. Ia merasakan cinta yang kuat dari Ezra, tapi cinta itu datang dengan bagasi masa lalu yang berat. Di sisi lain, Rangga mewakili stabilitas dan kenyamanan, sesuatu yang pernah ia kenal dan percayai, tapi hubungan mereka yang dulu sudah kandas karena perbedaan yang tak bisa diabaikan.

Fira tahu bahwa apa pun keputusan yang ia ambil, akan ada konsekuensi yang harus ia hadapi. Tapi yang paling penting adalah keputusannya harus datang dari hatinya sendiri, bukan dari tekanan orang lain.

Beberapa hari kemudian, Fira masih belum membuat keputusan final. Ia menghindari konfrontasi dengan Ezra maupun Rangga, memilih untuk fokus pada dirinya sendiri dan mencari jawaban di dalam hatinya.

Namun, semakin lama ia berpikir, semakin ia menyadari bahwa pilihannya tidak hanya tentang siapa yang lebih baik atau siapa yang ia inginkan. Ini adalah tentang apa yang ia inginkan untuk dirinya sendiri—bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk masa depannya. Dan untuk pertama kalinya, Fira mulai menyadari bahwa kebahagiaan sejatinya mungkin tidak terletak pada siapa pun dari mereka berdua.

1
Rea Ana
wes fir.... fir... semoga kau tak stress, hidup kau buat tarik ulur, pusing dibuat sendiri
Rea Ana
fira labil
Rea Ana
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!