Azura adalah gadis cantik tapi menyebalkan dan sedikit bar-bar. Dia mendapatkan misi untuk menaklukkan seorang dokter tampan namun galak. Demi tujuannya tercapai, Azura bahkan sampai melakukan hal gila-gilaan sampai akhirnya mereka terpaksa terikat dalam satu hubungan pernikahan. Hingga akhirnya satu per satu rahasia kehidupan sang dokter tampan namun galak itu terkuak. Akankah benih-benih cinta itu tumbuh seiring kebersamaan mereka?
Cover by @putri_graphic
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DGGM 6. Kencan buta failed
Tok tok tok tok ...
Terdengar pintu diketuk berulang kali tanpa jeda, membuat Azura yang tengah bersiap untuk kembali bersiap lanjut kerja di club' malam mendengus kesal. Siapa lagi kalau bukan bandot tua dan para anak buahnya.
Azura pun bergegas membuka pintu, bila terlambat sedikit saja, takutnya pintunya didobrak hingga rusak sebab ia pernah mengalami hal serupa. Karena ia sedang mandi, ia tidak tau kalau si bandot tua dan anak buahnya datang untuk menagih cicilan bulanannya. Karena merasa diabaikan, mereka mendobrak pintu hingga pintu rumah kontrakannya rusak. Kalau sudah begitu, ia lah yang rugi sebab harus keluar uang lagi untuk memperbaiki pintu yang rusak.
"Iya, sabar." seru Azura seraya berjalan cepat menuju pintu.
Ceklek ...
"Nggak sabaran amat sih, pak." kesal Azura pada pak Jono si rentenir berdasi.
"Nggak usah banyak bacot, mana setoran bulan ini?" tukasnya sambil menyeringai. Mata jelalatannya sibuk memindai tubuh Azura dari atas hingga ke bawah membuat Azura bergidik jijik.
"Iya iya, tunggu sebentar." tukasnya datar. Lalu ia menutup rapat pintunya dan memutar kunci supaya pak Jono dan anak buahnya tidak ada yang menerobos ikut masuk ke dalam rumah.
Azura pun bergegas mengambil uang yang telah disusunnya. Azura mendesah lirih melihat tumpukan uang yang dikumpulkannya dengan susah payah. Beruntung uangnya dapat terkumpul, bila tidak bisa-bisa si bandot tua kembali menekan dan menaikkan bunganya. Kapan hutangnya bisa lunas coba kalau bunganya dinaikkan lagi.
"Nih pak duitnya." Azura menyerahkan segepok uang berjumlah 10 juta. Tapi baru saja uang itu berada di tangan pak Jono, Azura dengan cepat mencabut uang senilai 50rb membuat mata pak Jono mendelik tajam.
"Heh, apa-apaan kau!" hardik pak Jono hendak mengambil kembali uang itu. Tapi dengan cepat Azura menghindar sehingga uang itu tidak sempat diambil pak Jono.
"Pak, korting 50rb ya, please! Zura udah nggak punya duit lagi. Semuanya udah Zura kasi ke pak Jono. Gimana Zura mau pergi kerja kalo nggak ada duit buat beli bensin, coba! Korting ya pak, please!" ujar Azura seraya memelas dengan menunjukkan puppy eyes'nya.
Pak Jono mendesah kesal. Bukan satu-dua kali Azura berbuat demikian. Sebenarnya ia enggan memberikan uang itu, tapi seperti katanya, gimana dia mau bekerja kalau dia tidak bisa beli bensin? Bisa-bisa Azura tidak bisa membayar hutang-hutang orang tuanya dan tentu itu akan merugikan dirinya.
"Ya ya ya, kau memang gadis menyebalkan. Selalu saja begitu." desis pak Jono kesal.
Sebenarnya pak Jono bukan berbaik hati pada Azura, tapi ia memiliki niat terselubung, yaitu ingin mendapatkan simpati dari gadis cantik itu.
Pak Jono pernah mengajak Azura bernegosiasi, ia akan menghapus semua hutang orang tuanya tapi dengan syarat, Azura mau menjadi istri ketiganya. Tentu saja Azura menolak mentah-mentah penawaran Pak Jono tersebut. Ia lebih suka bekerja keras banting tulang siang dan malam, dari pada menjadi istri ketiga bandot tua seperti pak Jono. Sudah seperti tak punya harga diri saja, pikirnya. Rugi dong, Azura yang cantik dan pintar masa' malah jadi istri ketiga, gumamnya penuh percaya diri. Ya, Azura memang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, lebih tepatnya mendekati narsis. Hahaha ...
"Wah, pak Jono baik deh! Makasih ya, pak!" ujar Azura seraya tersenyum lebar membuat pak Jono merasa tersanjung. Dalam hati Azura mencibir, 'Dasar bandot tua nggak tau malu. Udah tua bukannya banyak ngamal, malah sibuk cari bini baru.'
...***...
Sesuai permintaan sang kakak, Arkandra akhirnya datang ke restoran Imperium untuk menemui perempuan yang hendak kakaknya jodohkan padanya.
[Imperium restaurant, table number 21. Don't be late, babe!]
Isi pesan Kencana tadi sebelum ia berangkat ke Imperium. Sebenarnya Arkandra enggan datang ke kencan buta yang direncanakan kakaknya itu. Tapi biarlah kali ini ia sanggupi permintaan itu. Anggap saja untuk yang terakhir kalinya.
"Hai, dokter Arkan kan!" sapa seorang gadis cantik berpakaian mini dress berwarna marun yang sudah duduk di meja nomor 21.
Arkandra hanya meliriknya sekilas tanpa minat dan langsung melesakkan bokongnya di kursi membuat gadis itu merasa canggung sendiri.
"Katanya biasanya kau selalu sibuk, terima kasih kau telah menyempatkan diri menemuiku di sini." ujar gadis itu seraya tersenyum manis.
"Berterima kasihlah pada Kencana karena saya hanya menuruti permintaannya." tukasnya dingin membuat gadis itu menggigil seketika.
"Kau mau memesan apa?" gadis itu terus berusaha memecah kecanggungan.
"Apa saja, terserah." sahutnya acuh tak acuh sambil memainkan ponselnya.
"Oh, oke." sahut gadis itu pasrah lalu ia memesankan beberapa jenis makanan berharap Arkandra menyukainya. Tak butuh waktu lama, berbagai hidangan pun mulai tersaji di hadapan mereka.
Arkandra pun menyantap makan malam itu dengan acuh. Gadis bernama Nara itu pun kembali membuka perbincangan berharap Arkandra dapat segera luluh di hadapannya.
"Oh ya, kesibukanmu setiap weekend apa?" tanya Nara.
"Olahraga, membaca, tidur."
"Ah, bagaimana kalau weekend nanti kita ... "
"Tidak bisa. Saya paling tidak suka acara me time saya diganggu." ketus Arkandra bertepatan ia yang selesai makan.
Diganggu? Sebuah kata yang cukup menusuk relung hati Nara yang merupakan model papan atas. Padahal ia sudah bersusah payah datang ke pertemuan ini karena tertarik dengan tawaran Kencana saat pertama kali melihat foto Arkandra. Tapi ia tak menyangka respon Arkandra akan seburuk ini. Ini pengalaman pertama baginya diabaikan oleh seorang lelaki. Bila biasanya ia yang menolak, namun kali ini Nara lah yang ditolak mentah-mentah sebelum lanjut ke jenjang yang cukup tinggi.
Gagal? Sudah terlihat jelas, bukan! Arkandra memang pria yang tak tersentuh. Apakah gosip yang beredar kalau dia sebenarnya seorang gay itu benar? Batin Nara berbicara.
Merasa tak ada yang ingin ia bahas lagi, Arkandra lun bergegas pergi begitu saja setelah meletakkan beberapa lembar uang merah di atas meja sebagai biaya makanan yang ia sentuh. Terserah kalau sikapnya ini membuat gadis itu sakit hati. Jangan salahkan dia! Salahkan saja rencana Kencana yang selalu seenaknya.
"Tunggu! Kau mau kemana?" Nara berusaha menghentikan langkahnya. "Oh kau terburu-buru ya? Kapan kira-kira kau ada waktu senggang lagi?" lanjut Nara.
Arkandra mengerutkan keningnya sambil menatap wajah cantik Nara, "Kau berharap ada pertemuan kedua?" tanya Arkandra dengan sorot mata tajam.
"Oh, itu, bukankah kata kak Kencana ... "
"Katakan padanya kalau ini merupakan pertemuan pertama dan terakhir. Jangan membuang-buang waktumu untuk bertemu denganku nona karena aku tak pernah tertarik dengan semua rencananya!" tegas Arkandra lalu ia segera membalikkan badannya menjauhi Nara yang sudah mengumpat kesal karena merasa diabaikan.
"Breng-sek!" umpat Nara saat melihat punggung lebar Arkandra makin menjauh. "Sok kecakepan banget tuh cowok! Jangan-jangan gosip itu benar!" imbuhnya saat punggung lebar Arkandra benar-benar menghilang.
...***...
Malam makin larut, tapi Melodi masih belum memejamkan matanya. Lalu ia iseng masuk ke dalam kamar Azura kemudian ia melirik sebuah buku jurnal milik kakaknya. Melodi pun membuka buku itu, sontak saja matanya membelalak sambil menutup mulutnya saat melihat besarnya total hutang yang harus dibayarkan kakaknya beserta rincian cicilan yang telah dibayarkan.
Mata Melodi berkaca-kaca membayangkan betapa berat beban sang kakak. Belum lagi kakaknya harus menanggung biaya hidup dan pendidikan dirinya, membuat Melodi makin sesak dan tak tega melihat penderitaan sang kakak. Ingin hati ia meringankan beban sang kakak, tapi bagaimana caranya, pikirnya.
Melodi sebenarnya secara diam-diam mulai bekerja part time. Berhubung kakaknya dari lagi sampai sore bekerja di minimarket, jadi sepulang kuliah ia bekerja menjadi pelayan di sebuah cafe. Dengan uang itu ia bisa memenuhi kebutuhannya walaupun tidak sepenuhnya karena gajinya yang tak seberapa. Untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri saja ia tak mampu, bagaimana ia bisa membantu kakaknya, pikirnya.
"Aku harus mencari cara agar bisa meringankan beban kakak." gumam Melodi penuh harapan.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Cerita yang lucu dan menggemaskan karakter tokoh utamanya Azura Arkan 😊😊😊