Elise, Luca dan Rein. Mereka tumbuh besar disebuah panti asuhan. Kehidupan serba terbatas dan tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya bertahan hidup. Tapi mereka memiliki cita-cita dan juga mimpi yang besar tidak mau hanya pasrah dan hidup saja. Apalah arti hidup tanpa sebuah kebebasan dan kenyamanan? Dengan segala keterbatasannya apakah mereka mampu mewujudkannya? Masa depan yang mereka impikan? Bagaimana mereka bisa melepaskan belenggu itu? Uang adalah jawabannya.
Inilah kisah mereka. Semoga kalian mau mendengarkannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeffa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Teman baru Part 2
Mereka kembali bekerja membungkus daging setelah selesai istirahat dan makan siang selama tiga puluh menit. Hampir seluruh daging sudah terbungkus karena Elise dan Luca mulai terbiasa dengan pekerjaan membungkus daging sehingga memangkas waktu cukup banyak. Rein mulai beralih memasukan daging yang sudah terbungkus ke dalam kantong.
"Apakah bisa kita menaiki Elie sebagai kendalaan? Sepelti kuda?" Tanya Elise setelah menyelesaikan memasukan daging,kulit dan jeroan serta tulang ke dalam kantong.
"Namanya Erie bukan Elie." Goda Rein padahal jelas-jelas dia tahu bahwa Elise masih belum bisa mengucapkan huruf R dengan benar.
"Ya. Aku tahu." Jawab Elise singkat. Mendengus kesal melihat Rein yang tertawa kencang.
"Jadi bisa tidak?" Tanya Elise lagi. Rein memandang Erie seperti sedang berkomunikasi.
"Bisa." Ucapnya mantap. Mereka bersorak senang.
"Aasyiikk.. kendalaan glatis." teriak Elise senang.
"Ggrrrr..." Erie menggeram saat mendengar kalimat Elise.
"Dia tidak suka kamu mengatakan itu, Elise." Jelas Rein santai.
"Apa!! Oh, maafkan aku." Ucap Elise merasa bersalah.
"Tapikan kita tidak pellu membayal uang kepada Elie karena dia tidak butuh uang." Jelas Elise.
"Tapikan Erie butuh makan dan itu juga perlu uang. Secara tidak langsung itu tidak gratis tapi seperti barter. Jadi tidak gratis. Dia bukan budak tapi rekan." Jelas Rein panjang lebar.
"Baiklah. Maaf. Bukan maksudku seperti itu." Erie menggeram pelan.
"Tidak masalah katanya. Dia menerima ucapan maafmu." Jelas Rein membuat Elise memeluk Erie. Erie tampak terkejut tapi Erie tidak menolak ataupun menghindar membuat Elise mengelus bulu putihnya. Rasanya halus seperti diatas tumpukan kain berkualitas tinggi.
"Baiklah bagaimana jika kita masuk lebih kedalam." Ucap Luca memberi ide.
"Bisa. Kita masih punya banyak waktu sebelum sore hari. Dengan Erie membuat kita bisa masuk lebih kedalam dengan cepat." Jawab Rein sambil menatap Erie yang terlihat senang dipuji. Ekornya berkibas-kibas kesama kemari
"Mungkin lebih baik bisa mendapatkan bebelapa bahan makanan atau bumbu." Ucapku asal.
"Erie tahu tempat dimana ubi-ubian. Karena disana dekat dengan sarang kelinci." Elise antusias menatap Rein yang mengatakan itu.
"Kita kesana. ayo!" Ucap Elise semangat. Jadilah mereka menaiki Erie dan bergegas kesana.
Jujur saja tanpa Erie mungkin mereka akan menghabiskan waktu setengah jam atau satu jam lebih untuk mencari ladang ubi dan wortel ini dan juga beberapa bibit cabai. Bahkan ada beberapa herba tidak jauh dari tempat ini. Ditambah lagi memakan waktu yang lumayan lama untuk memanennya. Tapi karena waktu perjalanan dipersingkat mereka jadi bisa melakukan proses panen dan untuk herba sudah diserahkan kepada Tama. Sedangkan Erie akan mengawasi keadaan sekitar dan akan menjadi tameng jika terjadi sesuatu yang berbahaya.
Untung saja selama mereka sibuk dengan urusan lainnya tidak ada hewan ataupun monster yang berani mendekati area yang dijaga Erie karena bagaimanapun juga Erie merupakan monster tingkat tinggi yang hampir setara dengan naga yang merupakan tingkat tertinggi didunia Monster. Elise tidak tahu jika mereka bertemu dan bertarung siapa yang akan memenangkan pertarungan itu.
Waktu berlalu dengan cepat saat mereka sudah menyelesaikan proses panen ubi dan wortel beserta cabai yang jika dikumpulkan mungkin setara tiga karung ubi dan tiga karung wortel. Sekantong cabai Begitupula dengan bibit herba yang sudah dimakan habis oleh Tama. Membuat mereka panen besar hari ini. Menyisakan bibit yang masih dalam bentuk gumpalan-gumpalan biru transparan. Mereka memasukannya langsung tanpa membukanya. Akan mereka kerjakan dirumah nanti. Ini waktunya mereka untuk bergegas pulang.
Matahari sore bersinar masuk dari sela-sela pohon dengan cahaya emasnya. Bayangan pohon menjadi semakin panjang membuat suasana alam sekitar terasa damai, seolah waktu berhenti beberapa saat. Mereka menaiki punggung Erie, si monster serigala raksasa dengan bulu putih lembut dan mata biru cerah. Dia melesat secepat kilat begitu mereka duduk nyaman di atas punggungnya yang luas dan kuat. Kakinya menghentakkan tanah dengan kuat, membuat tanah bergetar. Kecepatannya melampaui kuda tercepat, meninggalkan angin yang berhembus kencang.
"Lasanya Elie milip Lein ya. Walna bulu dan matanya milip."
Elise tidak tahu bahwa keduanya merupakan ciri fisik dari manusia atau monster yang memiliki hubungan dengan dewa. Baik dalam perjanjian darah ataupun dengan darah keturunan yang mengalir didalamnya. Hanya sedikit orang didunia ini yang mengetahui perihal ini. Jadi bagaimanalah mungkin manusia-manusia yang tinggal di pelosok desa yang jauh dari ibukota tempat para raja dan anak-anak tinggal mengetahuinya. Karena hanya Keturunan Para rajalah yang mengetahui tentang informasi ini.
"Ggrrr" Erie bergeram pelan
"Entahlah. Mungkin kebetulan. Pegangan. Sebentar lagi kita sampai kata Erie." jawab Rein tidak peduli. Mereka pun berpegangan erat.
Perjalanan dari hutan Murbo yang hijau dan rimbun ke panti yang sederhana dan nyaman, biasanya memakan waktu satu jam. Namun, dengan kecepatan Erie, mereka tiba dalam waktu lima menit saja. Mereka turun di belakang panti, dekat semak-semak lebat yang menyembunyikan Erie dari pandangan orang lain.
"Semoga Elie bisa sembunyi dengan baik di sini," kata Elise, mengelus bulu lembutnya yang terasa seperti sutra.
Rein tersenyum, menunjukkan kepercayaannya pada Erie. "Dia pasti bisa, tenang saja."
"Baiklah, ayo kita bergegas!" kata Elise, meninggalkan Erie yang siap bersembunyi, menyembunyikan keberadaannya dari dunia luar.
...****...
Malam itu, cahaya bulan menerangi panti yang sunyi tanpa diketahui oleh Elise dan yang lainnya bagaimana cara Erie bersembunyi. Rupanya Erie, monster serigala raksasa dengan bulu putihitu bersembunyi dengan berkamuflase. Dengan langkah ringan, Erie mendekati semak-semak lebat. Bulu putihnya berubah menjadi terlihat seperti transparan membuatnya menyatu dengan warna semak-semak. Dia menekuk tubuhnya, menyembunyikan ukurannya yang besar. Menjadi seekor anjing putih dengan mata biru.
Erie menghentikan napasnya sejenak, mengurangi getaran tubuhnya. Kemudian, dia menggunakan kekuatan magis untuk memadatkan tanah di sekitarnya dan menghilangkan aroma tubuhnya. Perisai magisnya aktif, mencegah deteksi sihir.
Semak-semak di sekitarnya menjadi lebih lebat, menyembunyikan Erie. Dia memantau sekitarnya dengan teliti, mendengarkan suara-suara kecil. Erie siap melarikan diri jika ditemukan.
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar. Erie membeku, tidak bergerak. Seorang pengurus panti berjalan di dekat semak-semak dengan lentera kecil ditangannya. Menyorot ke area tempatnya bersembunyi tetapi tidak menyadari kehadiran Erie. Setelah pengurus pergi, Erie menghela napas lega. Dia tahu dia aman, setidaknya untuk saat ini.
"Jangan menerkam siapapun dirumah ini." itulah peraturan yang diberikan tuannya Rein sebagai perintah yang harus ditaati. Walaupun baginya lebih mudah membunuh manusia-manusia itu dengan sekali gigitan daripada harus menghindarinya dengan susah payah seperti saat ini. Erie tampak kembali bersantai dibalik semak-semak. Mencari posisi ternyaman baginya dan tertidur lelap.