Ayu menggugat cerai suaminya karena tak ingin dimadu. Memiliki tiga orang anak membuat hidupnya kacau, apalagi mereka masih sangat kecil dan butuh kasih sayang yang lengkap, namun keadaan membuatnya harus tetap kuat.
Sampai pada suatu hari ia membanting setir menjadi penulis novel online, berawal dari hobi dan akhirnya menjadi miliarder berkat keterampilan yang dimiliki. Sebab, hanya itu yang Ayu bisa, selain bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung, ia juga mencari wawasan.
Meskipun penuh rintangan tak membuat Ayu patah semangat. Demi anak-anaknya ia rela menghadapi kejam ya dunia sebagai single Mom
Bergulirnya waktu, nama Ayu dikenal di berbagai kalangan, disaat itu pula Ikram menyadari bahwa istrinya adalah wanita yang tangguh. Berbagai konflik pun kembali terjadi di antara mereka hingga masa lalu yang kelam kembali mencuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tegas
Hari terus berganti. Ayu sudah terbiasa diselimuti kesibukan yang bertumpuk. Menjadi ibu sekaligus ayah bukanlah hal yang mudah, namun ia sudah bisa melewatinya hampir lima bulan. Segala bentuk kesabaran ia kerjakan demi membuat anak-anaknya nyaman dan hangat berada di dekatnya.
Hari ini adalah weekend, meskipun tak bisa membawa mereka menikmati indahnya luar, Ayu mampu membuat bahagia dengan caranya sendiri.
Hanan sibuk mengerjakan tugas. Semenjak masuk ke sekolah yang baru ia lebih rajin, dan tidak akan bermain sebelum menyelesaikan pekerjaannya.
Ayu mendekatinya, mengusap punggung Hanan dengan pelan. "Makan dulu, Nak." Mengingatkan sekali lagi.
"Nanti, Ma." Entah yang ke berapa jawaban itu meluncur dari bibir mungil si sulung, Ayu pun tak mau mengganggunya yang terlihat serius.
Ayu tertunduk lesu. Mengusir segala keraguan yang memenuhi dadanya. Harus bisa membuat mereka sukses dan meraih cita-cita yang tinggi. Setelah tersakiti oleh Ikram, ia tak mungkin mengecewakan mereka lagi.
"Mama suapin ya," tawar Ayu.
Hanan menoleh ke arah Ayu yang tersenyum tipis. Lalu memeluknya dengan erat. "Pasti Mama kesusahan merawatku dan adik-adik. Aku janji, suatu saat nanti akan membahagiakan Mama. Jangan sedih, Ma."
Buliran bening luruh begitu saja membasahi pipi Ayu. Ia tak ingin terlihat lemah di mata anak-anak. Namun, setiap mendengar ucapan Hanan, ia tak mampu meredam tangisannya.
Sungguh, keadaan ini benar-benar membuatnya menjadi wanita tangguh dan bisa melakukan hal yang di luar dugaan.
"Lihat, Ma!" Alifa memberikan selembar kertas pada Ayu.
Semakin gemuruh saja dada Ayu melihat gambar yang ada di kertas itu. Tak kuasa menahan gejolak di dada yang sangat menyakitkan. Tanpa dijelaskan Ayu sudah paham maksud Alifa, hingga hatinya kembali tersayat.
"Ini gambar siapa, Dek?" Hanan menunjuk gambar yang paling pinggir.
"Ini gambar papa," jawab Alifa menarik tangan Sang Kakak yang hampir mencoret wajah gambar itu.
"Jangan, Kak. Kasihan papa," protesnya dengan bibir bergetar.
"Kalau yang ini gambar siapa?" tanya Ayu dengan bibir bergetar.
"Ini gambar Mama. Kalau yang ini aku, ini kakak, dan ini dek Diba."
Hanan memunggungi Alifa, kesal melihat gambar Ikram yang harus bersanding dengan mereka.
"Sekarang Alifa main lagi, ya."
Alifa kembali ke tempat semula. Ayu menarik kursi nya hingga bisa lebih dekat dengan Hanan.
"Kakak gak boleh benci sama papa," tutur Ayu dengan suara lirih.
"Sampai kapanpun aku akan tetap membenci papa, Ma. Dia sudah tega mengusir kita dan memilih menikah dengan perempuan lain."
Ayu tercengang. Selama ini ia memang sudah bercerita pada Hanan tentang perceraian nya, namun tidak pernah mengatakan bahwa Ikram akan menikah lagi. Lantas, darimana Hanan tahu.
"Kamu tahu darimana, Kak?" tanya Ayu memutar badan Hanan hingga berhadapan dengannya.
Ada kilatan amarah di kedua bola matanya. Garis kebencian semakin terpancar jelas saat Ayu bertanya penuh penekanan.
"Tadi aku lihat di tv, papa akan menggelar pesta besar-besaran."
Hanan beranjak memeluk Ayu dengan erat, menguatkan.
"Mulai hari ini aku akan menjaga mama, aku akan menjadi pengganti papa. Mama jangan takut."
Ayu tersenyum di balik goresan luka yang teramat parah.
Akhirnya kini putra sulungnya itu sudah paham dengan apa yang terjadi.
"Semangat ya, Ma. Nanti kalau aku sudah menjadi pilot, pasti aku akan membelikan pesawat untuk Mama."
Terdengar mengharukan di telinga seorang ibu. Terlebih, Hanan begitu antusias.
Mama akan terus berjuang untuk kamu dan adik-adik.
Pintu diketuk membuyarkan suasana. Ayu mengusap air matanya dan melangkah ke arah pintu.
Membukanya dengan pelan. Menatap pria yang berdiri di teras nya.
"Calvin, ngapain kamu ke sini?" Ayu tak menyambut sang tamu dengan ramah.
"Aku hanya ingin minta maaf, karena __"
Ayu mengangkat tangannya memotong ucapan Calvin.
"Maaf, Vin. Mulai sekarang aku mohon jangan datang ke sini lagi, aku gak mau dianggap merebut suami orang," ucap Ayu dengan tegas.
Beberapa tetangga yang melintas menatap Ayu dan Calvin yang terlihat serius. Dalam hati menerka-nerka apa yang terjadi pada mereka, dan apa hubungannya?
"Pasti Devi yang bilang seperti itu."
"Cukup!" sergah Ayu menutup pintu hingga ketiga anaknya tak terlihat.
"Aku tidak mau menyalahkan siapapun. Tolong hargai permintaanku. Hidupku sudah cukup rumit, jadi jangan menambah beban. Terima kasih karena kamu sudah berbaik hati dan peduli." Ayu menangkupkan kedua tangannya. "Tapi aku mohon, mulai hari ini jangan lagi datang ke sini."
Calvin menundukkan kepalanya. Ucapan Ayu bukan lagi permintaan, namun perintah yang harus ditunaikan.
Ayu masuk dan menutup pintu. Mengabaikan Calvin yang belum juga pergi.
"Maafkan aku, Vin. Bukan aku benci, tapi ini demi kebaikan anak-anakku."
Terdengar mobil mendesing dan mulai menjauh. Ayu menyingkap gorden memastikan bahwa Calvin benar-benar sudah pergi dari rumahnya.
Ayu mengambil ponselnya yang ada di meja. Memeriksa karya yang beberapa hari lalu diajukan kontrak.
Tak sesuai ekspektasinya yang akan diterima, Ternyata pengajuannya ditolak karena tidak memenuhi kriteria platform. Namun, bukan Ayu jika putus asa. Ia tersadar jika karyanya memang tak sebagus milik penulis yang sudah famous.
"Ma, ajarin pelajaran matematika." Hanan datang membawa buku di tangannya. Ayu Menghentikan aktivitasnya. Beralih menerangkan pada sang putra cara-cara mengisi pertanyaan dengan benar.
Kata terimakasih diucapkan Hanan untuk sang mama yang sudah membantunya.
Hampir saja menyentuh ponselnya lagi, Alifa datang menghampirinya dan meminta Ayu untuk membuatkan gambar pulau. Disusul Adiba yang membawa botol susu, pertanda minta dibuatkan minuman.
"Siap, Nak. Sebentar ya."
Ayu bergegas ke belakang setelah meminta Hanan untuk menjaga kedua adiknya.
Jam sudah menunjukakn pukul 11 siang. Akhirnya anak-anak tertidur di kamar masing-masing.
Ayu tak mau membuang waktu, ia mengambil ponselnya lalu membaca karya milik penulis yang sudah memiliki jutaan viewers, bahkan karyanya pun diangkat menjadi sebuah film pendek.
Patut diacungi jempol bagi mereka yang sudah menciptakan karya-karya terbaiknya. Pasti semua itu butuh proses yang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Sedikit demi sedikit ia mulai paham mana yang harus direvisi dan mana yang harus ditulis ulang. Tak ada kata lelah, bayangan wajah anak-anak terus melintas seolah menjadi kekuatan super yang bisa membuatnya semangat.
Semoga setelah ini berhasil.
Disaat menekan tanggal, tiba-tiba Ayu teringat sesuatu.
Itu artinya sebentar lagi Hanan ulang tahun yang ke sepuluh.
Menatap nanar sang buah hati yang meringkuk di balik selimut. Jika selama ini dirayakan dengan meriah, tidak kali ini yang hanya sederhana.
Semoga Hanan mengerti keadaanku. Dan semoga dia tidak meminta kado yang mahal.
kueh buat orang susah ga harus yg 500rb
servis sepedah 500rb
di luar nalar terlalu di buat2