Jatuh cinta pada pria yang tak dikenal, itulah yang dirasakan Khanza.
Hanya dengan melihatnya dari kejauhan.
Setelah lima tahun tak pernah melihat sosok Cinta pertamanya, mereka kembali di pertemukan.
Khanza tak menyangka jika mereka akan dipertemukan kembali sebagai atasannya.
"Maukah kau menikah denganku," kalimat yang keluar dari mulut pria yang menjadi cinta pertamanya itu seolah membuat Khanza melayang.
Apakah mereka akan bahagia bahagia? Tentu saja, apalagi mengetahui ada janin yang sedang berkembang di rahimnya, bulan kedua pernikahannya.
Bermaksud ingin memberi kejutan, justru dialah yang mendapat kejutan dari suaminya.
"Kau boleh meminta apa saja, tapi jangan memintaku meninggalkannya. Aku mencintai dirimu dan dirinya."
'HANCUR' saat suaminya mengatakan jika ia telah menikah sebelum menikahinya.
Istri Keduanya, itulah kedudukannya.
Mampukah Khanza berbagi cinta dengan wanita lain ...?
Akankah ia menerima atau justru harus pergi dari cinta pertamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air mata Khanza
Khanza dengan lelehan air mata menahan sakit hati dan rasa sakit di perutnya karena lapar, ia hanya bisa meringkuk di atas kasur empuknya.
"Bagaimana ini, aku sangat lapar," batin Khanza. Namun, rasa sakit hatinya mengalahkan rasa sakit di perutnya. Ia ingin keluar, tapi kakinya terasa enggan untuk melangkah keluar, bayangan orang-orang diluar yang telah membohonginya terus saja menyakiti hatinya.
Khanza sudah melewatkan sarapan, makan siang dan makan malamnya. Hanya cemilan siang tadi yang mengganjal perutnya. Namun, malam ini ia benar-benar lapar.
Khanza bisa mendengar suara deru mobil Abizar yang baru datang dari kantor, mendengar suara mobilnya saja sudah membuat hati Khanza kembali teriris, bayangan suami yang selama ini terus memperhatikan, memberinya banyak cinta ternyata memiliki kebohongan besar yang ditutupinya.
"Apa kak Abi selama ini nggak pernah mencintaiku, apa perasaan ini hanya aku sendiri yang merasakannya. Kalau dia tidak mencintaiku dan tidak menginginkan ku sebagai istrinya mengapa dia harus membawa aku ke dalam rumah tangga ini. Dia sudah memiliki kak Farah mengapa dia harus masukkan ke dalam situasi seperti ini, aku memang salah. Aku yang lebih dulu menggodanya, tapi aku benar-benar tak tahu jika ia sudah memiliki Seorang Istri," batin khanza menyalahkan dirinya sendiri yang tak benar-benar mencari tahu sosok Abizar sebelum menggoda pria yang sangat dicintainya itu dan menerima lamarannya.
"Pantas saja tak ada sedikitpun data mengenai dirinya, padahal dia kan adalah pengusaha yang sukses. Apa dia sengaja melakukan semua itu untuk menutupi statusnya, untuk menggoda para karyawannya! Apa jangan-jangan masih ada istri lain lagi yang disembunyikan Kak Abi dariku," Khanza berkutat dengan pemikirannya sendiri, ia semakin mencurigai suaminya.
Saling percaya, saling mengasihi dan menyayangi adalah salah satu tiang dalam membangun rumah tangga yang Sakinah, mawadah, warahmah. Sekarang tak ada lagi rasa percaya di hati Khanza kepada Abizar, akankah rumah tangga mereka mampu berdiri kokoh. Pertanyaan itu terus saja terlintas di pikiran Khanza, Ingin rasanya Iya meminta mengakhiri hubungan mereka. Namun, ada janin yang ada dalam rahimnya yang harus dipikirkan sebelum mengambil langkah.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Khanza.
"Khanza buka pintunya," suara Abizar mengeras di balik pintu seiring ketukannya yang semakin terdengar.
"Apa dia tidak pernah keluar dari kamar ini?" tanya Abi pada istrinya pertamanya yang juga berdiri di sampingnya terlihat cemas.
"Iya, Mas. Khanza tak pernah keluar. Ia juga tak pernah makan. Aku khawatir terjadi sesuatu padanya di dalam sana, aku sudah dari tadi memanggilnya, tapi tak ada sahutan dari dalam," ucap Farah.
Abizar kembali mengetuk pintu kamar Khanza dan kali ini ia berteriak lebih keras dan gedoran nya juga semakin keras.
Khanza yang ada di dalam, hanya melihat pintu yang seakan ingin terbuka karena gedoran dari Abizar. Suara Abizar yang menggelegar hingga ke dalam kamar membuat Khanza semakin geram dan menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.
"Khanza buka pintunya, Kalau tidak aku akan mendobraknya," teriak Abizar agar bisa di dengan oleh Khanza di dalam kamar.
"Mendobrak, dobrak saja," batin Khanza mengambil bantal guling dan memeluknya dengan erat.
Drak ….
Abizar benar-benar mendobrak pintu kamar Khanza.
"Apa, Kak Abi benar mendobrak pintu nya," batin Khanza terkejut.
Begitu pintu kamar terbuka Farah dan Abizar langsung masuk.
Ibu Santi hanya melihat anak dan menantunya itu, ia semakin kesal kepada Khanza melihat Farah dan Abizar yang terus mengkhawatirkan Khanza. Hatinya semakin geram dengan tingkah madu anaknya itu.
Abizar duduk di tepi tempat tidur Khanza sementara Farah berdiri tak jauh darinya.
"Khanza!" panggil Abizar mencoba menarik selimut Khanza. Namun, Khanza semakin mempererat pegangan pada selimutnya. Ia tak ingin melihat sosok Abizar yang sudah menyakiti hatinya.
"Aku tahu kau marah, tapi setidaknya makanlah dulu," ucap Abizar kembali menarik selimut Khanza dengan cukup kuat.
Abizar yang berhasil menyibak selimut Khanza bisa melihat wajah sembab dari istri keduanya itu.
Khanza mengambil bantal guling, memeluknya erat dan menyembunyikan wajahnya di sana, berbaring miring membelakangi mereka, tak mempedulikan kehadiran Abizar dan Farah.
"Khanza, Mbak ambilkan makanan ya?" ucap Farah. Namun, tak ditanggapi oleh Khanza.
Abizar memberi kode dengan tatapannya agar mengambilkan makanan untuk Khanza. Farah pun keluar dari kamar menuju dapur.
Di kamar hanya ada Abizar dan Khanza.
"Khanza. Aku tahu aku salah, aku minta maaf, aku tak ada maksud untuk menyembunyikan statusku," ucap Abizar mencoba mengelus punggung Khanza yang membelakanginya.
"Aku sangat mencintaimu, itulah sebabnya aku menikahimu," tambah Abizar.
Abizar bisa mendengar suara isakan kecil dari balik bantal guling yang dipeluk oleh Khanza. Rupanya istrinya itu kembali menangis karena ulahnya.
Abizar merasa Frustasi sendiri dengan apa yang terjadi saat ini.
Farah masuk membawa makan untuk Khanza.
"Mas, aku tunggu di luar ya," ucap Farah pelan, ia ngerti jika saat ini Khanza pasti sangat membencinya.
Sebelum keluar Farah menutup pintu, ia mengerti yang Khanza butuhkan saat ini hanyalah Abizar, hanya dia yang bisa membujuk khanza.
"Makanlah dulu, aku mohon," ucap Abizar menarik lengan Khanza agar duduk.
Khanza tak bisa menahan tarikan suami nya yang membuat ia harus duduk, ia memalingkan wajah tak ingin melihat suami yang selama ini dikaguminya.
Abizar mencoba merapikan rambut khanza yang menghalangi wajahnya. Dengan cepat Khanza langsung menepis tangan Abizar dan menjauhkan kepalanya.
Abizar menggenggam erat tangan Khanza, membuat ia tak bisa memberontak lagi, Khanza menunduk dan semakin terisak.
"Aku tahu aku salah, tapi aku janji akan bersikap adil pada kalian berdua. Aku mencintai kalian berdua, aku mohon janganlah bersikap seperti ini. Jangan kekanak-kanakan seperti ini. Aku tahu aku salah, tapi aku melakukan ini semua karena aku mencintaimu,"
ucap Abizar mencoba meyakinkan Khanza.
Mendengar itu semua semakin membuat hatinya terasa perih. Mendengar suaminya mengatakan untuk kesekian kalinya jika ia memiliki wanita lain yang memiliki hak yang sama dengan nya. Semua itu semakin membuatnya tak bisa menahan isakannya.
Khanza terisak semakin keras bahkan hingga ia sesegukan.
Abizar menarik Khanza dalam pelukannya. "Jangan menyakiti dirimu sendiri dengan tidak makan seperti ini, jika kau ingin marah, marah lah padaku. Aku akan menerima semua hukuman darimu. katakan apa yang bisa aku lakukan agar kau bisa memaafkan ku," ucap Abizar.
"Ceraikan mbak Farah," batin Khanza. "Ayo Khanza katakan itu, mengapa 3 kata itu begitu sulit ku ucapkan." Mulut Khanza terkunci, ia hanya bisa mengatakan keinginannya dalam hatinya.
Abizar terus membujuk dengan kata-kata manisnya, membuat khanza sedikit lebih tenang. Isakannya perlahan terhenti dan hanya tersisa isakan pelan saja.
"Kamu makan ya," ucap Abizar mengusap air mata yang masih menetes di pipi istrinya.
Khanza melihat makanan yang ada di piring, yang begitu menggiurkan, hingga air liurnya terasa akan menetes, cacing di perutnya seakan demo ingin secepatnya agar makanan itu masuk ke mulutnya.
Abizar mengambil makanan itu, "Kamu makan ya, aku suapin," ucap Abizar.
Pintu kamar terbuka dan masuklah Wanda dan Santi.
"Abizar kalau istri kamu nggak mau makan ya udah nggak usah dipaksa, dia itu bukan anak kecil dan Kamu Khanza. Jangan bersikap kayak anak kecil seperti ini, terima saja kenyataan jika kau itu hanyalah istri kedua," ucap Santi menatap tajam pada Khanza.
Santi sangat geram melihat tingkah Khanza. Farah sudah membuat makanan untuknya, memperhatikannya. Namun, Ia berlagak sosok penting di rumah ini. pikir Santi.
"Ibu sudahlah, aku mohon kalian berdua keluarlah dari sini, biar aku yang ngurus Khanza," ucap Abizar mencoba menahan emosinya mendengar kata-kata Ibu mertuanya.
"Abizar, sekarang istri kedua kamu sudah tahu jika selain dirinya kau juga memiliki seorang istri lain yang harus kamu perhatikan, yang harus kau nafkah lahir batin. Mulai sekarang nasehati dia agar mau berbagi dengan Farah. Selama ini Ibu perhatikan fokus mu lebih tertuju pada istri muda mu itu dan mengabaikan Farah," ucap Santi sebelum keluar dari kamar.
Semua kata-kata Santi terasa menusuk ke jantung Khanza, "Apa ini! Istri kedua, berbagi suami. Akankah aku sanggup," batin Farah menjerit menangisi takdirnya sebagai istri kedua.
Khanza yang tadinya ingin makan kembali mengurungkan niatnya, ia memilih untuk berbaring kembali menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Khanza makanlah dulu," ucap Abizar mencoba menarik selimut yang menutupi tubuh Khanza.
"Aku mohon keluar dari kamar ini, sudah cukup kau menyakitiku," bentak Khanza untuk yang pertama kalinya pada suaminya.
"Aku akan keluar, tapi makanlah dulu," ucapnya dengan piring makanan yang masih di tangannya.
"Apakah kau pikir dengan situasi ini aku bisa makan. Kakak sadar nggak sih, Kakak itu sangat menyakitiku. Aku berharap banyak pada kamu, Kak. Aku berharap kau menjadi imam yang baik untukku, ada banyak harapan yang aku gantungkan padamu, tapi apa ini? Apa semua ini! Berbagi cinta, istri kedua, apa semua ini, Kak?" Kembali menangis, menumpahkan segala rasa sesak di dadanya.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Terima kasih sudah membaca 🙏
Mohon dukungannya ya kak,
dengan memberikan like, vote, dan komennya.🙏🙏🙏
salam dari
Author m anha.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
agak gemesh sma visual karakternya. realitanya gk ada yg 100 mw d madu wlau mlut brkata iya n brkata akn adil