Cerita ini mengikuti kehidupan Keisha, seorang remaja Gen Z yang sedang menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya. Ia terjebak di antara cinta, persahabatan, dan harapan keluarganya untuk masa depan yang lebih baik. Dengan karakter yang relatable dan situasi yang sering dihadapi oleh generasi muda saat ini, kisah ini menggambarkan perjalanan Keisha dalam menemukan jati diri dan pilihan hidup yang akan membentuk masa depannya. Ditemani sahabatnya, Naya, dan dua cowok yang terlibat dalam hidupnya, Bimo dan Dimas, Keisha harus berjuang untuk menemukan kebahagiaan sejati di tengah kebisingan dunia modern yang dipenuhi tekanan dari berbagai sisi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasyaaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Retak
Setelah seharian penuh bermain di taman hiburan, Keisha merasa lelah namun sedikit lebih baik. Meskipun perasaannya masih campur aduk, dia mencoba untuk berfokus pada momen kebersamaan mereka. Saat mereka pulang, Raka sempat menepuk bahu Keisha, mengingatkan bahwa persahabatan mereka masih ada meski ada kehadiran Aria.
“Keisha, terima kasih sudah mau ikut. Aku tahu kamu mungkin merasa tersisih, tapi aku tetap ingin kamu tahu, kamu tetap teman terbaikku,” kata Raka, dengan nada serius.
Keisha tersenyum, walaupun hatinya masih menyimpan rasa tidak nyaman. “Iya, Raka. Aku akan berusaha. Hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri.”
Keesokan harinya, saat Keisha berada di sekolah, dia bertemu dengan teman baru, Alex, yang baru pindah dari kota lain. Alex adalah sosok yang ceria dan mudah bergaul. Keisha dan Alex segera akrab karena mereka memiliki minat yang sama dalam musik dan film.
“Keisha, kamu suka band apa?” tanya Alex saat mereka berdua sedang istirahat di kantin.
“Aku suka banget sama musik indie. Banyak band keren yang belum kamu dengar, pasti!” jawab Keisha, merasa excited berbagi minatnya.
“Wah, aku suka indie juga! Kita harus bikin playlist bareng,” ujar Alex, antusias. “Aku penasaran banget dengan rekomendasi kamu.”
Keisha merasa senang mendengar respons Alex. Dia merasa ada kelegaan saat berbicara dengan seseorang yang tidak terlibat dalam drama antara dirinya dan Raka.
Sejak saat itu, mereka mulai menghabiskan waktu bersama. Keisha merasa sangat nyaman dengan Alex, dan hal ini tidak luput dari perhatian Raka. Setiap kali Raka melihat Keisha dan Alex tertawa atau berbagi cerita, hatinya bergetar aneh. Dia tidak suka dengan perasaan cemburu yang muncul, tetapi tidak bisa mengabaikannya.
Suatu hari, saat Keisha sedang berbincang-bincang dengan Alex di taman sekolah, Raka mendekati mereka. “Hey, Keisha! Ada apa di sini?” tanyanya, berusaha terdengar santai meskipun nada suaranya menunjukkan sebaliknya.
“Raka! Kami sedang membahas musik,” jawab Keisha, berusaha tidak menunjukkan betapa senangnya dia saat bersama Alex.
“Musik? Oh, kamu pasti lebih suka band-band yang lebih mainstream, kan?” Raka mengalihkan pandangan ke Alex dengan nada sedikit mengejek.
“Eh, tidak juga! Sebenarnya aku lebih suka yang indie,” Alex membela diri. “Keisha punya banyak rekomendasi keren yang aku belum dengar.”
Raka mengerutkan keningnya, merasa terancam. “Oh, begitu? Keren.” Dia berusaha tersenyum, tetapi Keisha bisa merasakan ketegangan di antara mereka.
Setelah Raka pergi, Alex menatap Keisha dengan cemas. “Kau baik-baik saja? Sepertinya ada ketegangan antara kamu dan temanmu itu.”
“Aku… tidak tahu. Raka dan aku sudah berteman lama, tetapi sekarang semuanya terasa rumit,” jawab Keisha, jujur.
“Kamu tidak perlu khawatir, Keisha. Persahabatan itu penting, tapi kadang kita harus membiarkan orang lain melihat betapa berharganya kita,” kata Alex dengan penuh pengertian.
Mendengar kata-kata Alex, Keisha merasa termotivasi. Dia bertekad untuk tidak membiarkan perasaan cemburu menguasai hidupnya. Dalam beberapa minggu ke depan, dia semakin dekat dengan Alex, dan Raka merasa cemburu setiap kali melihat mereka bersama.
Suatu sore, saat Keisha dan Alex berencana untuk pergi ke konser lokal, Raka muncul dengan tiba-tiba. “Hey, Keisha! Kenapa kamu tidak mengajakku ke konser itu? Bukankah kita sudah merencanakan pergi bersama?”
Keisha merasa terjebak di antara dua dunia. “Raka, aku dan Alex sudah merencanakan ini. Aku… aku rasa kamu juga bisa ikut jika mau,” balas Keisha, berusaha mengatur situasi agar tetap ramah.
Raka terlihat tidak senang, tetapi dia tidak bisa menolak kesempatan itu. “Baiklah, aku ikut. Tapi aku ingin kita juga bisa menghabiskan waktu berdua setelah itu,” pintanya, berusaha untuk tetap dekat dengan Keisha.
“Raka, kamu juga bisa berbagi waktu dengan Alex. Aku ingin kita semua bersenang-senang,” jawab Keisha, meskipun dalam hati dia merasakan ketegangan.
Ketika malam konser tiba, suasana penuh semangat memenuhi venue. Keisha merasa antusias, tetapi saat melihat Raka dan Alex berdiri berdampingan, perasaan cemburu kembali menghantuinya. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak merasakan perasaan campur aduk saat Raka dan Alex tampak begitu akrab.
Selama konser, Keisha merasakan ketegangan antara ketiga mereka. Raka berusaha keras untuk membuat Keisha merasa nyaman, tetapi di sisi lain, dia merasa terancam oleh kedekatan Keisha dengan Alex. Keisha, di sisi lain, berusaha untuk menikmati momen itu, tetapi hatinya terus bergetar ketika melihat Raka melirik Aria yang sedang menonton dari kejauhan.
Setelah konser selesai, Raka mengajak Keisha untuk berjalan-jalan sebentar. “Keisha, aku ingin bicara,” ucapnya dengan serius.
“Ya, ada apa?” Keisha bertanya, merasa cemas.
“Kenapa kamu lebih banyak menghabiskan waktu dengan Alex? Aku merasa seperti kehilanganmu,” Raka mengungkapkan perasaannya.
“Raka, aku juga ingin menghabiskan waktu bersamamu, tapi aku juga berhak untuk memiliki teman baru,” jawab Keisha, mencoba untuk tetap tenang. “Aku tidak bisa terus mengandalkan kamu.”
Raka terdiam sejenak, kemudian berkata, “Aku hanya tidak ingin kamu merasa terabaikan. Kami bersahabat, tapi aku merasa kita harus mencari waktu untuk kita berdua juga.”
Keisha menghela napas, “Raka, aku menghargai persahabatan kita. Tapi aku juga ingin mengeksplorasi hubungan baru. Aku harap kamu bisa mengerti.”
Mendengar jawaban itu, Raka merasa cemas. Dia tahu bahwa dia harus berjuang untuk mempertahankan hubungan mereka yang telah lama terjalin. Namun, di sisi lain, Aria tetap mengintip dari jauh, dan Raka merasa tekanan semakin berat.
---
Setelah percakapan yang penuh emosi itu, Keisha dan Raka berjalan menyusuri trotoar, suasana di sekitar mereka ramai dengan tawa dan keriuhan pengunjung yang baru saja keluar dari konser. Keisha bisa merasakan ketegangan di antara mereka.
“Jadi, apa kamu mau bicara tentang Aria?” tanya Keisha, berusaha untuk memecah kebisuan yang terasa canggung.
Raka menghentikan langkahnya, menatap Keisha dengan serius. “Aria? Kenapa kamu tanya tentang dia?”
“Karena aku merasa kamu lebih sering bersamanya akhir-akhir ini. Seolah kamu menghabiskan waktu lebih banyak dengannya dibandingkan aku,” balas Keisha, sedikit menantang.
Raka mengerutkan kening. “Keisha, itu tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku tidak bisa mengontrol siapa yang ada di sekitarku. Aria adalah teman baru, dan dia hanya… berbeda.”
“Berbeda? Dalam hal apa? Apakah kamu merasa dia lebih baik dariku?” Keisha tidak bisa menahan diri untuk bertanya, merasa cemburu.
“Tidak! Bukan seperti itu,” Raka menjawab cepat. “Aku hanya… aku hanya mencoba memahami dia. Dia punya banyak hal menarik yang belum pernah aku ketahui.”
“Menarik? Sepertinya kamu lebih tertarik padanya daripada padaku,” Keisha berkata, suaranya terdengar lebih emosional. “Aku merasa kamu mulai menjauh.”
“Keisha, jangan berpikir seperti itu. Kita sudah berteman lama. Aku tidak ingin kehilanganmu,” kata Raka, suaranya terdengar putus asa.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus bersikap seperti tidak ada yang terjadi? Berpura-pura semua baik-baik saja?” Keisha menatap Raka, air matanya mulai menggenang. “Aku tidak bisa!”
Raka mendekat, mencoba menghibur Keisha. “Aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu. Aku hanya ingin kita bisa tetap bersama, apapun yang terjadi. Dan kalau bisa, aku ingin kita bertiga—aku, kamu, dan Aria—bisa akrab.”
“Bertiga? Apakah kamu serius? Itu tidak akan berhasil,” Keisha berkata, suaranya mulai bergetar. “Aku sudah cukup menderita melihat kamu dekat dengan Aria. Kenapa harus ada dia di antara kita?”
Raka menggenggam tangan Keisha, berusaha memberikan kekuatan. “Kita bisa mencoba, kan? Semua orang bisa bersahabat. Lagipula, dia tidak akan menggantikan posisimu di hatiku.”
Mendengar kata-kata itu, Keisha merasa sedikit lega, tetapi rasa cemburu masih menggelayuti pikirannya. “Baiklah, kita lihat saja. Tapi aku tidak bisa menjamin aku akan nyaman dengan situasi ini.”
“Terima kasih, Keisha. Aku berjanji akan berusaha membuatmu merasa aman,” kata Raka, senyum tipis mengembang di wajahnya.
Setelah percakapan itu, mereka melanjutkan perjalanan pulang, tetapi pikiran Keisha tetap tertuju pada Aria. Dia ingin berbicara dengan Dimas dan Naya untuk mendapatkan pandangan mereka tentang situasi ini.
Keesokan harinya, di kantin sekolah, Keisha menemui Dimas dan Naya. “Hai, kalian! Ada yang ingin aku bicarakan.”
Naya, yang sedang memegang sandwich, mengangkat alisnya. “Ada apa, Keisha? Kamu terlihat cemas.”
“Jadi, Raka dan aku baru saja punya pembicaraan yang cukup serius tentang Aria. Dia sepertinya sangat dekat dengan Raka, dan aku merasa terasing,” Keisha menjelaskan.
“Pasti sulit ya, Keisha. Coba ceritakan lebih banyak tentang Aria,” Dimas memberi perhatian penuh.
“Dia cewek baru, dan sepertinya Raka tertarik padanya. Dia punya pesona yang bisa membuat siapa pun tertarik,” Keisha menjawab dengan nada kesal.
Naya mengangguk. “Itu wajar jika kamu merasa cemburu. Tapi bagaimana dengan Alex? Dia kan juga temanmu sekarang.”
“Aku merasa Alex seperti pelarian. Tapi Raka terus-menerus mengingatkanku betapa berartinya dia untukku. Di satu sisi, aku tidak ingin kehilangan Raka, tapi di sisi lain, aku juga ingin bersenang-senang,” ungkap Keisha, frustasi.
Dimas menambahkan, “Mungkin kamu perlu berbicara dengan Raka tentang perasaanmu. Katakan bahwa kamu merasa cemburu dan butuh kepastian.”
“Ya, aku pikir itu ide yang bagus. Komunikasi itu penting,” Naya setuju. “Jangan biarkan Aria merusak hubungan kalian. Kamu dan Raka sudah terlalu lama bersahabat.”
Keisha mengangguk, bertekad untuk menyelesaikan masalah ini. “Oke, aku akan bicara dengan Raka lagi. Mungkin kami perlu membuat batasan.”
Hari berikutnya, saat Raka dan Keisha bertemu di taman sekolah, Keisha memutuskan untuk berbicara terbuka. “Raka, aku perlu jujur denganmu. Tentang perasaanku terhadap Aria.”
“Keisha, jika ini tentang rasa cemburu lagi, aku ingin kamu tahu bahwa aku hanya menganggapnya sebagai teman,” jawab Raka, tampak bingung.
“Tapi aku merasa kamu terlalu fokus padanya. Aku tidak ingin kamu melupakan persahabatan kita,” Keisha menjelaskan. “Dan aku perlu tahu kamu masih peduli padaku.”
Raka menatap Keisha dengan serius. “Keisha, kamu adalah sahabatku yang paling berharga. Aria tidak akan pernah menggantikanmu. Aku akan berjuang untuk kita, meskipun ini sulit.”
“Terima kasih, Raka. Aku hanya ingin kita bisa melalui ini bersama. Tapi aku juga ingin kau memahami bahwa aku perlu mendengarkan dari hatimu, bukan hanya kata-kata,” Keisha mengatakan, berusaha menunjukkan perasaannya.
“Baiklah, kita bisa mencoba saling terbuka lebih sering. Aku berjanji akan memberimu lebih banyak perhatian,” kata Raka, wajahnya mulai menunjukkan kerentanan.
Namun, saat mereka berbincang, Aria mendekati mereka dengan senyuman lebar. “Eh, kalian! Apa yang sedang dibahas?” tanyanya, dengan nada ceria.
“Ah, tidak ada yang penting. Hanya… obrolan biasa,” Raka menjawab, terlihat sedikit canggung.
Keisha melirik Raka, merasa hatinya bergetar. “Ya, hanya kami berdua,” tambahnya, berusaha menunjukkan bahwa dia masih memiliki tempat di hati Raka.
Aria mengangguk, tetapi senyumnya tampak misterius. “Oh, baiklah. Aku hanya ingin mengundang kalian ke acara yang aku selenggarakan di rumahku akhir pekan ini. Banyak teman akan datang, termasuk beberapa dari kelas lain.”
Raka tampak tertarik. “Tentu, itu kedengarannya menyenangkan. Keisha, bagaimana menurutmu?”
Keisha merasa ragu. “Aku… aku tidak yakin. Bukankah itu hanya akan membuat semuanya lebih rumit?”
Aria tersenyum lebih lebar. “Jangan khawatir! Kita semua bisa bersenang-senang. Lagipula, ini hanya untuk teman.”
Raka menatap Keisha, seolah menunggu tanggapannya. Keisha merasa terjepit antara dua pilihan, tetapi dia tahu satu hal—apapun yang terjadi, dia harus berdiri teguh dan berjuang untuk persahabatannya dengan Raka.
“Baiklah, aku akan datang. Tapi hanya jika kita bisa saling mendukung satu sama lain,” Keisha akhirnya menjawab, berusaha menahan rasa cemburu yang menggelayuti pikirannya.
“Bagus! Kita akan bersenang-senang!” Aria berkata, penuh semangat.
Saat mereka melanjutkan hari itu, Keisha merasa seperti berada di tepi jurang. Dengan kehadiran Aria dan kemunculan Alex, persahabatannya dengan Raka menghadapi ujian yang lebih berat. Dia tahu bahwa keputusan yang dia buat dalam waktu dekat akan menentukan arah hubungan mereka.