🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Pengakuan
Tiktok Author: @hanaadach1
...----------------...
"Beneran Daliya kan?" Mama Anita langsung masuk ke apartemen dengan antusias. "Loh, kamu ada di sini toh? Kata Ren kalian berdua sudah... Ah, ya sudah lah, masa lalu biarlah berlalu, nggak usah dibahas lagi. Kamu apa kabar? Kamu ingat Tante kan? Kita pernah ketemu di restoran waktu itu loh," Mama Anita menggamit tangan Daliya dan menarik gadis itu untuk duduk bersama di sofa. Bahkan dengan sengaja wanita itu menggeser Ren sampai tubuh putranya itu limbung ke kanan. Beruntung Ren sempat berpegangan pada gagang pintu sehingga ia tidak jatuh.
"Eng, iya Tante, Daliya inget sih..., tapi, anu...Daliya sama Ren...," Daliya bicara sambil terbata-bata. Sejujurnya dia bingung bagaimana harus menjelaskan situasi mereka pada Mama Anita. Ia menoleh ke belakang dan memberi kode pada Ren agar menolongnya.
"Sini, sini, duduk dulu. Tante bawa sedikit makanan. Awalnya Tante mau kesini buat bantuin Ren pindahan. Eh ternyata kamu malah sudah ada di sini. Tahu gitu Tante bawa makanan yang lebih banyak lagi...," Mama Anita langsung membuka kotak-kotak makanan yang ia bawa ke atas meja. Daliya melongo karena sekarang meja di depannya sudah penuh dengan makanan yang jenisnya bermacam-macam. Segini saja dibilang sedikit, lantas kalau banyak seperti apa? Mungkin makanannya akan memenuhi apartemen ini.
"Ren? Kamu ngapain bengong di situ? Sini kita makan bareng," Mama Anita melambaikan tangan pada Ren. Ren hanya bisa menghela napas panjang, kemudian duduk bergabung bersama mereka.
"Mama ngapain kesini segala sih?" Tanya Ren sambil melirik Daliya. Wajah gadis itu sudah tampak pucat dan kebingungan. "Kan Ren sudah bilang kesininya besok saja kalau semuanya sudah beres,"
"Ya ampun Ren, Mama kan cuma mau jengukin anak sendiri, masa nggak boleh? Lagian kamu nggak bilang sih kalau Daliya ada di sini. Coba kalau bilang dari awal, Mama kan nggak bakal ke sini sekarang," jawab Mama Anita sambil berulangkali menyuapi Daliya dengan berbagai makanan yang ia bawa. Karena merasa tidak enak, Daliya hanya menurut saja dan melahap makanan yang diberikan padanya.
"Jadi, sekarang kalian udah balikan kan? Aduh, Mama udah nggak sabar deh. Kamu nikahnya mau pakai adat apa, sayang?" tanya Mama Anita yang membuat Daliya sontak tersedak.
"Ni-nikah Tante?" Daliya terbelalak kaget.
"Duh Ma, jangan bikin Daliya kaget gitu dong," Ren mengusap-usap punggung Daliya sambil memberikan segelas air putih. "Minum dulu pelan-pelan," ujarnya lembut.
Daliya menenggak habis air di dalam gelas itu dengan terburu-buru. Sepertinya dia harus menjelaskan sesuatu sebelum Mama Anita berpikir terlalu jauh.
"Maaf Tante," kata Daliya setelah beberapa saat. "Sebenarnya kita berdua itu nggak pernah..." Daliya menoleh sejenak ke arah Ren sebelum melanjutkan. "... Pacaran,"
"Hah? Maksudnya gimana?" Mama Anita bertanya keheranan.
"Iya Ma," Ren ikut buka suara. "Sebenarnya aku sama Daliya itu nggak pacaran beneran. Aku minta dia pura-pura jadi pacarku supaya Mama nggak ngejodohin aku lagi,"
"Nggak cuma Ren kok Tante," Daliya menambahkan. "Awalnya saya yang minta tolong sama Ren buat jadi pacar pura-pura saya, karena waktu itu saya harus bawa pacar ke reunian. Terus buat bayarannya kita sepakat untuk saling jadi pacar pura-pura, dan nggak sengaja malah ketemu sama Tante," Daliya menundukkan kepalanya. "Maafin saya Tante...,"
Mama Anita terdiam beberapa saat, dan hal itu membuat Daliya ketakutan. Ia merasa tak enak hati karena sudah membohongi Mama Anita. Padahal sepertinya Mama Anita senang sekali saat mengetahui anaknya punya pacar.
"Oh gitu...," Mama Anita menghela napas sejenak. "Kalau gitu bagus dong!"
"Eh?" Baik Ren maupun Daliya sama-sama menatap heran ke arah Mama Anita. Apanya yang bagus?
"Dari cerita kalian, berarti kalian berdua ini sama-sama jomblo kan? Terus, apa masalahnya coba? Kalian kan tinggal pacaran beneran!"
Sungguh di luar nurul! Daliya mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia benar-benar heran dengan pola pikir wanita cantik yang ada di sebelahnya ini. Padahal ia sudah ketakutan mengira Mama Anita akan marah karena merasa dibohongi, tapi ternyata yang terjadi malah sebaliknya.
"Gimana menurut kalian pendapat Mama? Bagus kan? Daliya butuh pacar buat reunian, Ren juga butuh pacar biar nggak dijodohin terus. Jadi cocok kan? Udah, kalian pacaran aja deh! Atau gimana kalau langsung nikah aja?"
"Ma...," Ren bergegas menarik sang Mama untuk menjauh, sebelum ibu kandungnya itu mengatakan hal-hal yang lebih aneh lagi pada Daliya.
"Jangan kaya gini dong Ma," bisik Ren setelah ia dan Mama Anita berdiri agak jauh dari Daliya. "Kalau kaya gini Mama malah menggagalkan rencana aku buat kasih menantu ke Mama,"
"Loh, justru sekarang Mama itu lagi berusaha buat nyari menantu Ren," sahut Mama Anita tak mau kalah.
"Iya Ma, Ren ngerti. Tapi Mama juga harus tahu kalau Daliya itu nggak bisa dipaksa, nggak bisa ditekan kaya gitu. Bisa-bisa dia malah takut dan kabur dari aku,"
"Gitu ya?" wajah Mama Anita berubah panik. "Gimana dong? Soalnya Mama udah terlanjur seneng waktu tau kalian berdua nggak jadi putus. Eh, bukan putus deng. Belum jadi pacar malah!"
"Makanya.." Ren berkata hati-hati sambil melirik Daliya yang menatap mereka dengan wajah heran. "Mama percayakan saja padaku,"
"Oke, oke," Mama Anita membuat lingkaran pada jempol dan telunjuknya. "Tapi kamu yang sat set ya, soalnya Mama mau cepet-cepet nimang cucu!"
"Yaelah Ma, baru juga pdkt.."
"Eng, permisi Tante, Ren..." Daliya beranjak dari kursinya. "Kalau gitu saya permisi pulang dulu,"
"Eh, kok cepet-cepet banget sih, sayang?" Mama Anita langsung menghampiri Daliya. "Kamu menginap di sini saja nggak apa-apa kok,"
"Hah?"
"Ma...," Ren langsung memberi kode pada sang ibu agar tidak melanjutkan perkataannya. Ia kemudian beralih menatap Daliya. "Aku anterin pulang ya?"
"Eh, nggak usah, aku naik taksi aja,"
"Jangan dong, kan aku yang jemput, aku juga yang harus nganterin pulang," Ren kemudian berjalan menuju kamarnya untuk mengambil kunci mobil. Sementara itu Mama Anita sibuk membungkus beberapa kotak makanan dan diberikan pada Daliya.
"Eh, nggak usah Tante," Daliya berusaha menolak, tapi Mama Anita tetap memaksa Daliya menerima bungkusan itu.
"Udah, diterima aja. Anggap saja ini ucapan terimakasih Tante karena kamu sudah membantu Ren," Mama Anita kemudian menoleh ke arah putranya yang berjalan keluar dari kamar. "Ren, nganterinnya hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut,"
"Siap Ma," jawab Ren sambil mengedipkan sebelah matanya. Mama Anita menganggukkan kepalanya puas.
"Kalau begitu, saya permisi Tante," Daliya mencium tangan Mama Anita untuk berpamitan, setelah itu ia bergegas mengikuti Ren keluar dari apartemen.
"Iya sayang, sampai ketemu lagi ya!" Mama Anita melambaikan tangannya. Lalu, setelah mereka berdua pergi, Mama Anita memandangi tangan kanannya yang terdapat bekas ciuman dari Daliya.
"Ya ampun, anak ini manis sekali. Benar-benar menantu idaman!" ujar Mama Anita sambil tersenyum kesenangan.
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..
tanpa gula tambahan, tanpa pemanis buatan..