Sinopsis
Caca, adik ipar Dina, merasa sangat benci terhadap kakak iparnya dan berusaha menghancurkan rumah tangga Dina dengan memperkenalkan temannya, Laras.
Hanya karena Caca tidak bisa meminta uang lagi kepada kakaknya sendiri bernama Bayu.
Caca berharap hubungan Bayu dan Laras bisa menggoyahkan pernikahan Dina. Namun, Dina mengetahui niat jahat Caca dan memutuskan untuk balas dendam. Dengan kecerdikan dan keberanian, Dina mengungkap rahasia gelap Caca, menunjukkan bahwa kebencian dan pengkhianatan hanya membawa kehancuran. Dia juga tak segan memberikan madu untuk Caca agar bisa merasakan apa yang dirasakan Dina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 SEBUAH PERINGATAN
Aku tidak bisa mengabaikan peringatan itu. Ada ketegasan dalam suaranya yang memberitahuku bahwa jika aku terus mengganggu keluarganya, dia tidak akan ragu untuk mengambil tindakan.
Rencanaku yang semula begitu matang kini terasa sangat rapuh, dan aku mulai meragukan apakah aku sudah terlalu jauh.
"Apakah kamu benar-benar ingin melanjutkan ini, Caca?" Mbak Dina bertanya dengan suara yang tidak menunjukkan emosi. "Pikirkan baik-baik sebelum kamu melakukan hal yang lebih jauh. Ini bukan hanya tentang kamu dan aku, tapi tentang semua orang yang kamu sayangi."
Aku terdiam, memikirkan kata-kata Mbak Dina yang menggema di pikiranku. Untuk pertama kalinya, aku merasa benar-benar ketakutan dan mulai merasakan dampak dari perbuatanku. Mungkin, aku harus berhati-hati.
Meskipun rasa takut sempat menyelinap, dendam yang selama ini aku pendam jauh lebih besar.
Aku tidak akan mundur begitu saja hanya karena ancaman dari Mbak Dina. Aku sudah cukup lama merasa terpinggirkan, dan sekarang adalah waktunya untuk membalikkan keadaan.
Aku merasa seperti berada di ambang kesempatan besar, dan aku tidak akan membiarkannya pergi begitu saja.
Aku menatap Mbak Dina dengan tatapan yang tidak kalah tajam, meskipun hatiku sedikit berdegup kencang. "Mbak Dina," kataku dengan suara yang lebih dingin dan penuh tantangan, "kamu mungkin merasa bisa mengancam aku, tapi aku bukan orang yang takut. Aku sudah cukup lama mendiamkan perasaan ini, dan sekarang aku ingin Mas Bayu kembali seperti dulu—seperti dulu, sebelum kamu datang dan mengubah semuanya."
Mbak Dina terkejut, tampak sedikit terdiam sejenak. Aku tahu aku sudah melangkah jauh dengan kata-kata itu, tapi aku tidak peduli. Aku terus melanjutkan, "Mas Bayu itu kakakku. Dulu dia selalu mendengarkan aku, menuruti semua keinginanku. Tapi sejak kamu datang, semuanya berubah. Aku ingin dia kembali seperti dulu, dan kalau aku harus melakukan apa pun untuk itu, aku akan melakukannya."
Aku bisa melihat wajah Mbak Dina mulai memerah, dan matanya yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan ketegangan.
Aku tahu kata-kataku sudah mulai menyentuh titik sensitifnya. Aku menantangnya dengan cara yang langsung, dan aku yakin dia tidak akan bisa membalas dengan kata-kata yang sama tajamnya setelah ini.
"Kalau kamu benar-benar ingin menjaga semuanya tetap berjalan lancar," lanjutku dengan suara yang lebih rendah namun penuh tekanan, "maka kamu akan melihat bagaimana aku bisa membuat Mas Bayu kembali pada posisinya yang seharusnya—dan kamu tidak akan bisa menghentikannya."
Aku bisa melihat sejenak keraguan di wajah Mbak Dina, namun dia segera mengatur napas dan berusaha tetap tenang. "Caca," jawabnya dengan suara datar, "kalau kamu ingin terus bermain-main dengan keluargaku, ingat bahwa ini bukan hanya tentang kamu dan aku. Tapi ini akan melibatkan lebih banyak orang daripada yang kamu kira."
Namun, kali ini aku tidak takut. "Justru itu yang aku inginkan. Lihat saja nanti."
Setelah berdebat sengit dengan aku, Mbak Dina langsung berbalik, menatap suaminya yang masih asyik mengobrol dengan Laras, tampaknya terpesona dengan kecantikan dan pesona Laras yang begitu memikat.
Mbak Dina, yang sepertinya tidak tahan lagi melihat suaminya begitu lengah, dengan tegas menoleh ke arah Laras dan menyelipkan kata-kata yang sangat tajam, penuh tekanan.
Mbak Dina mendekat, dan dengan suara yang penuh kekuatan, dia berkata, "Laras, aku tahu kamu model terkenal, dan banyak orang mungkin akan terpesona dengan kamu. Tapi ingat, ada batasan yang harus kamu jaga, terutama saat berhubungan dengan suami orang lain. Seharusnya kamu tahu bagaimana menjaga harga dirimu, dan tidak terlalu melibatkan diri dalam percakapan yang tidak seharusnya."
Kata-kata Mbak Dina seperti pisau yang menusuk langsung ke arah Laras, dan suasana di sekitar kami seketika terasa kaku. Semua orang yang mendengarnya mulai terdiam, dan aku bisa merasakan ketegangan yang meningkat. Mbak Dina, yang biasanya lebih kalem dan pendiam, kini menunjukkan sisi tajamnya, mengingatkan Laras tentang garis yang tidak boleh dilanggar.
Laras, meskipun sedikit terkejut, tetap menjaga sikap anggun dan tidak membalas dengan kata-kata kasar. Namun, aku bisa melihat ekspresi di wajahnya yang sedikit berubah, mungkin merasa terpojok dengan pernyataan Mbak Dina yang begitu langsung dan menohok. "Maaf kalau saya telah membuat kamu merasa tidak nyaman, Mbak Dina," jawab Laras dengan tenang, meskipun ada sedikit ketegangan dalam suaranya. "Saya tidak berniat membuat masalah."
Mbak Dina tetap berdiri tegak, matanya tajam menatap Laras. "Kamu harus lebih bijak. Jangan sampai menjadi perempuan yang hanya dilihat karena kecantikan semata. Kamu harus tahu bagaimana menghormati keluarga orang lain dan menjaga jarak," ujarnya dengan nada yang tidak bisa dipertanyakan lagi.
Aku bisa merasakan bagaimana situasi ini mulai memburuk, tapi di dalam hatiku, aku merasa seolah-olah semuanya sudah sesuai rencana.
Mbak Dina mungkin merasa terancam, dan kini, dia melampiaskan kekesalannya pada Laras. Namun, aku juga tahu bahwa Laras, meskipun tampak terdiam, bukan orang yang mudah dipecundangi.
Akhirnya, suasana yang sebelumnya terasa penuh kegembiraan kini berubah menjadi tegang, dan aku hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Mas Bayu, yang akhirnya menyadari ketegangan yang tercipta di antara Mbak Dina dan Laras, langsung merasa tidak enak dan berusaha untuk menenangkan suasana. Dia mendekati istrinya, berusaha meredakan ketegangan yang mulai membesar. "Dina, tenang. Tidak ada yang salah kok, ini hanya obrolan biasa," kata Mas Bayu, mencoba meredakan keadaan dengan suara lembut.
Namun, Mbak Dina tidak mudah terpengaruh. Dia menatap suaminya dengan serius, seolah ingin memastikan bahwa dia tidak hanya merasa terabaikan. Dengan nada yang tegas, dia berkata, "Mas Bayu, kamu harus hati-hati. Jangan biarkan dirimu terbuai dengan pujian atau perhatian dari orang lain. Kamu sudah cukup tahu, kan? Jangan sampai kamu melakukan sesuatu yang bisa merusak rumah tangga kita."
Mbak Dina melemparkan peringatan itu dengan begitu kuat, dan suaranya begitu jelas. "Aku sudah cukup sabar, Mas. Tapi kalau kamu terus-menerus seperti ini, aku tidak akan tinggal diam. Jangan sampai kamu menyesal nantinya."
Mas Bayu tampak terkejut dan sedikit terdiam dengan kata-kata istrinya. Aku bisa melihat wajahnya yang berubah menjadi serius, seolah menyadari betapa pentingnya peringatan yang diberikan oleh Mbak Dina.
Dia mencoba untuk mengubah ekspresinya menjadi lebih tenang, namun aku bisa melihat sedikit rasa cemas di matanya.
"Saya cuma ngobrol dengan Laras, Dina. Tidak ada yang lebih dari itu," jawab Mas Bayu dengan suara agak ragu.
Mbak Dina tidak menunjukkan tanda-tanda melunak. "Mas, kamu harus ingat—aku sudah berkorban banyak untuk hubungan ini. Aku sudah cukup sabar, tapi jika kamu mulai melakukan hal-hal yang bisa merusak keluarga kita, aku tidak akan diam saja. Ingat itu."
Aku bisa merasakan ketegangan yang semakin memuncak antara mereka berdua. Mbak Dina semakin menunjukkan sikap protektif terhadap hubungan mereka, dan Mas Bayu tampaknya mulai merasakan beban dari peringatan yang diberikan oleh istrinya.
Dalam hati, aku mulai merasa ada keretakan kecil yang mulai muncul di antara mereka. Tapi, aku juga tahu bahwa Mas Bayu, meskipun terlihat ragu, tidak akan mudah untuk berubah begitu saja. Perubahan ini akan membutuhkan waktu, dan aku siap untuk melihat bagaimana semuanya berkembang.
blm sadar jga y,ngga minta maaf Ama Dina.
tuh mantan suami Dina kpn dapet karmanya.
kadang kasian Ama Caca, tp kenapa dia ngga mikir y gimana perasaan Dina. yg skg dia alami.
apa Caca ngga sadar ini ulahnya.
makin merasa terzolimi padahal dia sendiri pelakunya