Yara Vianca tak sengaja mendapati buku nikah suaminya dengan wanita lain. Tentunya, dia merasa di khianati. Hatinya terlampau sakit dan perih, saat tahu jika ada wanita lain yang menjadi madunya. Namun, penjelasan sang suami membuat Yara tambah di buat terkejut.
"Benar, aku juga menikah dengan wanita lain. Dia Dayana, istri pertamaku." Penjelasan suaminya membuat dunia Yara serasa runtuh. Ternyata, ia adalah istri kedua suaminya.
Setelah Yara bertemu dengan istri pertama suaminya, di sanalah Yara tahu tentang fakta yang sebenarnya. Tujuan Alva Elgard menikah dengan Yara agar dia mendapat kan anak. Sebab, Dayana tak dapat hamil karena ia tak memiliki rahim. Tuntutan keluarga, membuat Dayana meminta suaminya untuk menikah lagi.
Alva tidak mengetahui jika saat itu ternyata Yara sudah mengandung. Karena takut bayinya di ambil oleh suami dan madunya setelah dirinya di ceraikan, ia memilih untuk pergi dan melepaskan suaminya.
5 tahun kemudian.
"Om Alpa, ada indomaletna nda?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tragedi
Alva menatap kosong ke depan, pria itu kini tengah duduk di lorong rumah sakit. Keadaannya sungguh kacau, jelas sekali terlihat dari wajahnya jika dia sedang lelah. Bukan hanya tubuhnya, tapi dirinya juga lelah pikiran. Tak ada yang dapat menghiburnya, dia tak tahu harus melakukan apa saat ini.
Dayana, istrinya itu di vonis memiliki kanker paru-paru empat tahun yang lalu. Yang membuat Alva tambah terkejut, ketika dokter mengatakan jika kanker yang Dayana derita sudah memasuki stadium dua. Begitu mengetahuinya, Alva mencoba memfokuskan dirinya untuk penyembuhan Dayana. Namun, ternyata. Kanker itu semakin menyebar dan menggerogoti bagian dalam tubuh istrinya sampai saat ini.
"Alva."
Alva menoleh, dia mendapati seorang pria paruh baya yang berdiri di sisinya. Dia hanya menatap sekilas sebelum kembali menatap ke arah lantai. Pria paruh baya itu mendudukkan dirinya di sebelah Alva dan turut menatap apa yang sedang Alva lihat.
"Alva, terima kasih karena kamu sudah berbaik hati mencintai putriku setulus itu. Setelah mamanya meninggal, kamu lah alasannya tetap bertahan sejauh ini. Kamu tak menuntutnya untuk memiliki anak, padahal kamu tahu dari awal jika dia wanita yang tidak memiliki rahim. Saat ini, kamu malah di buat kesusahan lagi dengan penyakitnya. Papa sebagai orang tua Dayana, meminta maaf padamu yang sebesar-besarnya." Ujar pria yang biasa di panggil Reyhan, dia adalah Papa kandung Dayana.
Alva menggeleng, "Aku mencintainya, aku menikah dengannya dan berjanji akan selalu ada bersamanya di semua keadaan." Ujar Alva seraya menatap pria paruh baya itu.
Reyhan tersenyum, dia menepuk pelan bahu Alva. Tak salah jika dia menyerahkan putrinya pada pria di sebelahnya ini. "Sebentar lagi, kita akan berangkat. Dokter mengatakan, akan sulit kemungkinan Dayana untuk sembuh. Kuatkan hatimu dari sekarang Nak, jika nantinya kita harus tetap menerima pilihan semesta." Ujar Reyhan dengan tatapan sendu.
Alva mengangguk, matanya berkaca-kaca. Dadanya terasa sangat sesak, dia tak sanggup jika harus melepaskan Dayana. begitu saja. Wanita itu sudah banyak merasakan sakit, Alva merasa kasihan dengan apa yang menimpa istrinya itu saat ini. Dia tak bisa berbuat apapun, semua pengobatan sudah istrinya lakukan. Namun, bukannya sembuh tubuh Dayana justru semakin drop.
Dokter memberi saran agar Dayana di rujuk ke Bandung. Sebab, rumah sakit di sana terdapat dokter spesialis kanker yang sudah sangat berpengalaman dan terkenal akan pengobatannya yang membantu banyak pejuang kanker untuk sembuh. Dokter spesialis kanker itu memiliki rumah sakitnya sendiri di Bandung, sehingga Dayana akan di rujuk ke sana.
"Semoga, Dokter itu bisa menyembuhkan Dayana. Banyak sekali pejuang kanker yang dapat di sembuhkan olehnya." Lirih Reyhan.
"Semoga saja, aku berharap seperti itu." Balas Alva.
Tanpa kedua pria itu ketahui, sejak tadi seorang wanita paruh baya mendengarkan percakapan mereka. Tampak, raut wajahnya terlihat sangat syok. Dia terkejut saat mengetahui fakta yang selama ini di tutupi oleh putranya.
"Jadi, ini yang mereka sembunyikan." Lirihnya.
.
.
.
Si kembar asik melahap sarapan mereka, keduanya ternyata sangat menyukai masakan sang nenek. Begitu pun dengan Yara, dia melahap makanannya dengan bahagia. Sudah lama sekali dia tak memakan masakan Salma, tentunya dia merindukannya. Salma pun menatap penuh bahagia pada cucunya, dia senang jika kedua cucunya menyukai masakannya. Tapi tidak dengan Owen, dia lagi-lagi membuat perkara dengan Vara.
"Heh Vara, kamu tahu shaun the sheep?" Tanya Owen yang mana menghentikan kegiatan Vara.
"Ih, apalah om bulung hantu ini. Tauuu! Tanya nya ental dulu, nanti lemaknya nda di ace ce cama pelutku." Balas Vara dengan kesal.
"Eh, ngerti Acc juga dia." Gumam Owen dengan tatapan tak percaya.
"Heum, temen Vala cuka bilang begitu. Nda di ace ce cama ibunya, gitu." Terang Vara.
Owen menganggukkan kepalanya, dia masih ingin mengerjai keponakan temannya itu. "Kalau tahu ... berarti kamu tahu musuhnya si kambing dong." Tanya kembali Owen.
Kening Vara mengerut dalam, pipinya tampak bergerak karena sedang berusaha mengunyah makanannya sebelum dia telan. "Guguk?" Tanya Vara setelah menelan makanan dalam mulutnya.
"Bukan, satu lagi. Yang warnanya pink, suka buat rusuh ... suka makan... nah, Kamu mirip sama dia ..." Owen menghentikan ocehannya, pria itu menahan tawa saat melihat raut wajah datar Vara saat ini.
"ITU BEB0OOONGG!" Seru Vara dengan wajah memerah menahan kesal.
"Cudahlah, mau pindah tempat makan Vala. Nda cuka, cepelti cangcolang geplek aja lah om ini." Ujar Vara seraya turun dari kursinya dan membawa piring nya pergi dari ruang makan itu.
"Cangcorang geprek coba, emang ada yah?" Gumam Owen dengan tatapan tak percaya.
Vara membawa piringnya ke teras rumah Salma, bocah menggemaskan itu memilih duduk di sana seraya melihat ke arah jalan. Mobil dan motor yang berlalu lalang membuat Vara sedikit terhibur. Dia memakan makanannya sampai habis dan bersendawa dengan kencang.
"Enaknaaa ...." Seru Vara dengan lega.
TONG! TONG! TONG!
Telinga Vara mendengar bunyi kentungan yang tak asing baginya. Gadis kecil itu pun segera berdiri dan berjinjit guna melihat sesuatu yang akan lewat di depan pagar rumahnya. Karena tubuhnya yang pendek, Vara tak bisa melihatnya. Anak itu segera menaiki kursi tamu dan berdiri di sana.
"Es tong-tong." Gumam Vara dengan tatapan berbinar.
"ABAAAANGG! ABAAAANGG! BELIIII" Teriak Vara.
Vara sudah berteriak, tetapi penjual es itu tak kunjung berhenti. Bocah menggemaskan itu tak putus asa, dia terus berteriak hingga suaranya serak. Tak cukup sampai sana, Vara berniat akan masuk ke dalam rumah dan memanggil sang Bunda. Namun, karena tak hati-hati. Vara melompati kursi dengan asal, membuatnya tak mendarat dengan baik.
BUGH!
Jovan yang tadi ingin menghampiri adiknya karena berteriak pun terkejut melihat Vara yang sudah telungkup di atas lantai. "BUNDAAA!" Teriak Jovan seraya berlari menghampiri sang adik.
"HUAAAA!" Vara memegangi dagunya yang terasa sangat sakit. Jovan dengan panik memangku kepala sang adik dan mengecek keadaannya. Namun, saat melihat darah banyak keluar dari dagu Vara, tangisan Jovan pecah.
"BUNDA HIKS ... BUNDAAA!" Teriak Jovan.
Yara dan yang lainnya berlari menghampiri mereka, terlihat Yara panik saat melihat putrinya terluka hingga mengeluarkan darah. Tak ingin berlarut dalam kepanikan, Yara segera membuka sweater yang ia pakai dan menempelkannya pada dagu sang putri untuk menahan darah agar tidak terus keluar. Sementara Owen langsung masuk ke dalam mobilnya dan menyalakannya.
"AYO KAK!" Seru Azka seraya meraih Vara dalam gendongannya.
"Adek hiks ... adek ...." Isak Jovan melihat darah sang adik yang ada di tangannya dengan tubuh bergetar hebat.
"Jovan sama nenek yah, biar bunda bawa adeknya ke rumah sakit dulu." Ujar Salma berusaha untuk tenang. Dia memilih di rumah menjaga Jovan, agar Yara bisa fokus pada Vara yang terluka.
Perjalanan ke rumah sakit tak membutuhkan waktu lama, di karenakan jaraknya yang lumayan dekat dengan rumah Salma. Sesampainya di sana, Azka langsung keluar dari mobil dengan menggendong Vara. Sementara Yara, dia memanggil suster yang sedang berjaga. Para tenaga medis gerak cepat, mereka langsung mengarahkan Azka ke ruang UGD.
"Apa yang terjadi padanya?" Tanya Dokter yang datang untuk memeriksa keadaan Vara.
"Sepertinya jatuh dari kursi dok, dagunya menghantam lantai cukup keras." Terang Yara dengan suara bergetar. Dia sudah merasa ada yang aneh saat mendengar suara sesuatu yang jatuh. Tak pernah mengira jika putrinya yang terjatuh hingga menyebabkannya seperti ini.
"Kak, aku urus administrasinya dulu." Pamit Azka yang langsung di angguki oleh Yara.
___
Jangan lupa dukungannya🥰🥰
Triple yah hari ini😘