Sebelum meninggalkan Kenanga untuk selamanya, Angga menikahkan Kenanga dengan sahabatnya yang hanya seorang manager di sebuah bank swasta.
Dunia Kenanga runtuh saat itu juga, dia sudah tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain Angga, dan kini Kakaknya itu pergi untuk selama-lamanya.
"Dit, gue titip adik gue. Tolong jaga dia dan sayangi dia seperti gue menyayanginya selama ini" ~Angga ~
"Gue bakalan jaga dia, Ngga. Gue janji" ~ Aditya ~
Apa Kenanga yang masih berada di semester akhir kuliahnya bisa menjadi istri yang baik untuk Aditya??
Bagaimana jika masa lalu Aditya datang saat Kenanga mulai jatuh cinta pada Aditya karena sikap lembutnya??
Bagaimana juga ketika teman-teman Aditya selalu mengatakan jika Kenanga hanya istri titipan??
Lalu, bagaimana jika Aditya ternyata menyembunyikan latar belakang keluarganya yang sebenarnya dari semua orang??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunia yang hancur
Dress berwarna putih milik Anga sudah berubah warna menjadi kecoklatan karena terkena tanah yang basah di pusara Kakaknya.
Anga terus memeluk gundukan tanah penuh bunga mawar yang wanginya semerbak itu dengan tangisan pilu. Tak peduli rintik hujan yang terus menghujam tubuhnya saat ini. Dia hanya tak ingin meninggalkan Kakaknya sendirian di sana.
"Kenapa Kakak tega sama Anga?? Kenapa ninggalin Anga sendirian di dunia ini??"
"Anga, ayo kita pulang. Jangan buat Kakakmu sedih karena lihat kamu kaya gini. Ikhlaskan kepergian Kakakmu agar jalannya di permudah sama Allah"
Aditya terus membujuk istrinya untuk meninggalkan area pemakaman itu.
Setelah Adit Sah menikahi Anga secara Agama dan Negara, Angga langsung menghembuskan nafas terakhirnya. Menyerahkan tanggungjawab untuk menjaga Anga pada Aditya.
"Nggak mau. Aku mau sama Kak Angga di sini. Kalau Kak Adit mau pulang, pulang aja dulu"
Anga tentu saja begitu terpukul dengan kepergian Kakaknya. Dia hanya memiliki Angga sebagai satu-satunya keluarga. Angga adalah orang yang Anga sayangi di dunia ini. Kepergian Angga yang begitu mendadak tentu saja menjadi pukulan paling berat setelah kepergian kedua orang tuanya dulu.
Mulai saat ini Anga merasa dunianya tidak baik-baik saja. Kepergian Angga seperti langit yang terasa runtuh tepat menimpa kepalanya. Sangat amat berat untuk di jalani.
"Ya udah kita tinggal aja dia di sini. Lagian dia yang mau kok. Nyusahin aja!!"
Anga mendongak menatap Diah. Anga cukup terkejut pada sahabat Kakaknya itu. Dia tak tau kenapa sekarang Diah begitu sinis kepadanya, padahal dulu Diah terlihat begitu baik pada Anga.
"Jaga omongan lo!! Dia masih berduka!!" Bisik Duwi pada Diah.
"Biarin aja, salah sendiri nyusahin!!" Diah langsung meninggalkan area pemakaman itu lebih dulu di ikuti yang lainnya kecuali Aditya.
Pria itu masih memayungi Anga yang seperti tak punya niat untuk pergi dari sana.
"Pulang ya Dek?? Jangan buat Kakak mu sedih!!"
Anga sempat berpikir namun akhirnya mengangguk menerima tawaran Aditya.
Pria dewasa yang umurnya terpaut sepuluh tahun dengan Anga itu mengulurkan tangannya untuk membantu Anya berdiri.
Anga cukup terkejut tapi, dia menerima uluran tangan Adit karena memang dia merasakan kebas pada kakinya.
*
*
*
Mereka tiba di rumah peninggalan kedua orang tua Angga dan Anga. Rumah itu tampak begitu sepi karena memang pemakaman Angga dari Rumah sakit langsung menuju ke tempat pemakaman.
"K-kak i-ini apa??" Anga tak tau apa yang terjadi karena pagar rumahnya terdapat sebuah papan yang menyatakan rumah itu di sita oleh Bank.
"Ayo masuk dulu Kakak jelaskan" Ajak Adit.
"Kalian pulang aja dulu. Biar gue yang jelasin semua sama Anga" Adit menoleh ke belakang menatap Duwi dan Wira yang masih berada di dalam mobil.
"Oke, gue cabut dulu. Kalau ada apa-apa telepon aja"
Adit hanya mengangguk dan membiarkan mobil milik pasangan suami istri itu pergi dari depan rumah Anga.
Sementara Anga masih begitu bingung. Pasalnya kemarin saat dia pergi, tak ada apapun yang terpasang di pagar rumahnya itu.
Adit membuka gerbang rumah yang cukup besar itu. Dia membawa Anga yang masih dengan beribu kebingungan masuk ke dalam rumah.
Anga yang terlihat begitu lemah langsung terduduk di sofa ruang tamu. Dia merasa tak kuat lagi untuk berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Dia juga tak peduli tanah yang menempel di bajunya akan mengotori sofa berwarna cream itu.
"Minum dulu biar lebih tenang"
Anga menerima segelas air putih yang di sodorkan Adit.
"Makasih Kak, tapi sebenarnya ada apa ini??"
Adit tampak membuang nafas kasarnya, lalu duduk di samping Anga dengan memberi jarak sekitar dua jengkal.
"Apa yang tertulis di depan itu benar Dek. Mulai hari ini, kantor, rumah dan semua properti juga uang yang ada di rekening atas nama Kakakmu di sita oleh bank"
"Apa Kak?? K-kenapa bisa??"
Ada apa lagi ini?? Anga benar-benar tak tau apa-apa.
"Sudah dari lima bulan yang lalu, perusahaan Kakak kamu bangkrut karena di tipu rekan kerjanya. Untuk menutupi kerugian perusahaan, Kakak kamu pinjam uang besar ke Bank pemerintah. Tapi karena perusahaan Kakakmu sudah terlanjur hancur, dia tidak bisa cicil hutangnya sama sekali. Jadi sesuai perjanjian dengan pihak Bank, mereka akan langsung menarik semua properti kalau Angga tidak mencicil hutangnya selama tiga bulan berturut-turut. Dan puncaknya hari ini, mereka memberikan waktu sampai nanti malam untuk kamu membereskan barang-barang kamu dan pergi dari sini"
Bagaikan jatuh tertimpa tangga pula. Itu yang di rasakan Anga saat ini. Kenapa cobaan datang di waktu yang bersamaan. Kalau begini ceritanya, Anga ingin sekali ikut pergi bersama Kakaknya menyusul kedua orang tuanya.
"Kalau aku pergi dari sini, aku mau tinggal di mana Kak?? Ini rumahku satu-satunya. Aku juga nggak punya saudara atau uang sama sekali" Air maya Anga ternyata belum kering setelah dari kemari di buat menangisi kepergian Angga.
Bahkan sekarang, rumahnya juga terlihat sepi. Dia tidak tau asisten rumah tangganya kemana. Atau mungkin sudah pergi dari sana setelah tau rumah itu di sita oleh Bank dan tak bisa membayar gaji mereka.
"Kamu ikut Kakak. Pulang ke rumah Kakak!!"
"A-apa Kak??"
"Kamu sekarang sudah menjadi istriku. Jadi kamu ikut Kakak pulang ke rumah. Ayo bersihkan dirimu dulu, Kakak bantu bereskan barang mu"
Anga kembali pasrah saat Aditya menuntunnya naik ke lantai dua menuju kamarnya. Bukan pasrah, lebih tepatnya Anga seperti linglung dan tak tau apa yang harus dia lakukan saat ini.
Cobaannya sungguh begitu berat, apalagi dia baru ingat kalau statusnya sudah berubah menjadi istri orang saat ini.
Menjadi istri Aditya, sahabat dari Kakaknya yang tidak begitu ia kenal. Anga hanya tau nama pria itu Aditya, siapa nama panjangnya pun tak tau karena tadi malam saat penghulu menyebutkan nama Aditya, Anga tak mendengarnya sama sekali. Anga terlalu fokus pada Kakaknya yang ternyata sedang bergelut dengan maut.