Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
Hampir satu jam berlalu dan Danzel akhirnya muncul di cafe itu.
Pria itu menatap Bara dan Chaby bergantian. Raut wajahnya heran.
Selama ini ia mengira Bara tidak senang kakaknya bergaul dengan mereka. Ia makhlum cowok itu merasa marah karena Galen lebih banyak waktu menemani Chaby dibanding pulang ke rumahnya menemani mama mereka. Tapi melihat Chaby dan cowok itu saling bercanda dan tertawa bersama seperti sekarang ini, tentu saja membuatnya merasa heran.
Bara kembali bersikap dingin seperti biasa saat menyadari kedatangan Danzel.
Sebagai cowok yang dipandang dingin oleh banyak orang, pastinya akan terlihat aneh kalau ia bersikap manis seperti yang dilakukannya pada Chaby tadi. Ia lalu berdiri dan melirik gadis yang juga sedang menatapnya saat ini.
Cowok itu tersenyum tipis.
"Gue balik duluan, kakak lo udah ada." katanya menatap cewek didepannya yang membalas dengan lambaian tangannya. Cowok itu melirik Danzel sekilas sebelum meninggalkan tempat itu.
"Gue balik." pamitnya pada pria itu dan langsung pergi.
Danzel masih tidak berhenti menatap kepergian Bara. Entah ia harus senang atau tidak, yang pasti ia merasa aneh saja melihat sisi berbeda dari adik sahabatnya itu.
"Kakaaakk... kok lama? aku kan capek nungguiinn.."
Suara rengekan itu menyadarkan lamunan Danzel. Tatapannya beralih ke adiknya yang tengah menatapnya dengan wajah cemberut sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar mengisyaratkan ingin dipeluk. Danzel tertawa kecil, dasar manja.
Ia lalu melangkah maju menyambut adiknya kedalam pelukannya tak lupa mengelus-elus kepalanya lembut. Mereka tak peduli meski banyak pasang mata sedang memperhatikan mereka saat ini.
"Kok bareng Bara?
Danzel bertanya. Mereka sudah di mobil, pulang ke apartemen. Ia melihat Chaby senyum-senyum senang. Pria itu tambah penasaran apa yang dilakukan Bara dan gadis itu tadi.
"Kak Bara udah nggak benci sama aku. Tadi kak Bara minta maaf dan sekarang kita temenan." seru Chaby semangat.
Ia menyuruh kakaknya untuk cepat-cepat menyetir. Alasannya karena ia pengen lapor ke kak Galen.
Danzel geleng-geleng kepala melihat kelakuan adiknya itu. Ia ikut senang mendengar Bara yang sudah tidak lagi membenci adiknya. Ia tidak ingin bertanya kenapa tapi baginya sudah jelas. Walau Chaby punya banyak sekali kekurangan, tapi gadis itu pun punya daya tarik tersendiri yang membuat dirinya gampang disayangi banyak orang.
Ekspresi Danzel berubah datar.
Tidak.
Tidak semua orang bisa luluh pada gadis seimut adiknya ini.
Mama.
Kenyataan mama mereka membenci Chaby membuat hati Danzel terluka. Ia berharap mereka tidak akan bertemu mama mereka lagi. Sudah cukup ia melihat adiknya disiksa dulu, saat mereka kecil.
"Kakak?"
Chaby menatap Danzel bingung. Tampaknya ada sesuatu yang mengganggu kakaknya. Atau jangan-jangan kakaknya tidak senang lagi ia berteman dengan kak Bara.
"Mm?" gumam Danzel tetap fokus menyetir.
"Kakak nggak suka yah aku sama kak Bara temenan?"
Pertanyaan itu sontak membuat Danzel menghentikan mobil dipinggir jalan sebentar lalu menatap adiknya lekat.
"Kok mikir gitu?" tanyanya balik.
"Abisnya kakak keliatan gak senang gitu." jawab Chaby. Bibirnya bergerak maju mundur menatap kakaknya.
Danzel terkekeh mengusap kepala gadis itu lembut.
"Pikiran kamu aja. Kakak seneng kok kamu punya banyak teman, apalagi Bara." katanya kali ini mencium kening Chaby.
***
"KAK GALEENN..."
Chaby berhamburan ke Galen yang tengah berkutat dengan pekerjaan di laptopnya. Ia kehilangan fokus saat gadis itu memeluknya dari belakang. Terpaksa ia harus meninggalkan pekerjaannya sebentar.
Pria itu berbalik dan tangannya meraih tangan Chaby yang melingkar di lehernya.
Pandangan Galen berpindah ke Danzel yang sudah duduk santai didepan mereka. Ekspresinya seolah bertanya ada apa dengan Chaby. Tidak biasanya gadis itu sesenang ini.
Danzel mengangkat bahu acuh tak acuh. Galen berdecak menatap sahabatnya itu dan kembali menatap lurus gadis didepannya.
"Kenapa, kamu kangen banget sama kakak, Hm?" ucapnya lembut tak lupa mengusap-usap kepala gadis itu penuh sayang.
Akhir-akhir ini ia sangat sibuk dengan pekerjaan dan harus bolak-balik keluar Kota sampai-sampai membuat mereka jadi jarang bertemu. Awalnya ia mengira Chaby bersikap begini karena kangen padanya. Tapi ternyata ia salah saat melihat gadis itu menggeleng.
Dahi pria itu berkerut.
"Kak Galen kenal kak Bara kan?"
Galen tambah bingung kemudian tertawa kecil.
"Bara kan adeknya kakak, masa ia kakak nggak kenal." kekehnya. Dasar Chaby.
"Emangnya kenapa?" tanyanya lagi penasaran. Gadis didepannya ini terlihat sangat gembira. Namun kenapa ia menyebut nama Bara?
"Kak Bara udah nggak benci lagi sama aku. Kita udah temenan sekarang. Kata kak Bara kapan-kapan aku bakal di ajak ke rumahnya terus dikenalin sama mamanya Kak Galen sama kak Bara." seru Chaby antusias. Tangannya memegangi kedua pipi Galen supaya pria itu terus melihatnya.
Galen kembali menatap Danzel antara percaya tidak percaya.
"Mereka terlihat akrab tadi." kata Danzel menatap Galen. Lagian nggak mungkin kan Chaby berbohong.
Galen malah makin bingung. Ia seolah masih tidak percaya mendengar Bara yang dingin dan berpendirian kuat itu sudah bisa menerima Chaby. Bukan berarti dirinya tidak senang, dia malah sangat senang hanya belum bisa percaya saja sebelum melihat buktinya.
"Kak Galen?"
Panggilan itu memudarkan lamunan Galen. Iya kembali menatap Chaby. Tangannya terangkat merapikan anak rambut gadis itu yang berantakan.
"Jadi kamu udah nggak takut lagi kan sama kak Bara?" tanyanya di sela-sela kesibukannya.
"Mm." Chaby mengangguk kuat-kuat.
Danzel didekat mereka ikut tersenyum. Ia senang melihat adiknya bahagia. Ia harus berterimakasih pada Bara nanti.
***
Seperti halnya Galen dan Danzel, hal yang sama terjadi pula pada Decklan, Andra dan Pika. Mereka sampai tertegun melihat Bara dan Chaby yang tampak akrab. Bahkan Bara yang seperti balok es itu sering sekali tersenyum ketika Chaby mengajaknya ngobrol. Ia juga sering membalas obrolan cewek itu dan menjawab dengan lembut saat Chaby bertanya.
Tiga makhluk disamping mereka itu saling berpandangan, masih tertegun melihat kebersamaan Chaby dan Bara.
"Gimana ceritanya mereka jadi akrab gitu?" tanya Andra melirik Pika. Seingatnya kemarin Chaby masih takut pada Bara. Kapan juga mereka bertemu dan membangun hubungan akrab begitu.
Pika mengangkat bahu.
"Kemaren setelah nitip Chaby ke kak Bara aku langsung pergi." jelasnya.
Sekalipun kedekatan Bara dan Chaby membuat mereka penasaran dan keheranan, tapi hal itu juga membuat mereka senang. Karena suasana gak bakal canggung lagi kalau berkumpul sama-sama.
Buat Decklan sendiri, ia merasa senang cewek itu tidak akan lagi ketakutan tiap kali melihat Bara, itu hal yang baik menurutnya.
"Kak Bara kapan ngajak aku main ke rumah kakak?"
Pertanyaan itu kontan membuat semuanya kompak menatap Chaby. Gadis itu balas menatap mereka dengan senyum lebarnya.
"Kata kak Galen di rumahnya kak Bara kolam renangnya bagus banget." tambah gadis itu lagi.
Gaya bicaranya seperti Galen dan Bara berbeda rumah saja.
"Kenapa emangnya nanya-nanya kolam?"
Pertanyaan itu keluar dari mulut Andra.
"Aku pengen berenang." sahut Chaby lagi semangat.
Pika tiba-tiba tertawa menatap cewek itu.
"Ya elah By, lo tuh sadar diri dong kalo nggak bisa berenang. Maksa banget deh mau terjun ke kolam." ledeknya terkekeh.
Ia berhasil membuat Chaby menunduk cemberut. Ketiga pria itu langsung menatap Pika dengan ekspresi memberi peringatan.
Pika malah cengengesan. Ia menatap Chaby lagi.
"Emang lo beneran pengen berenang?" tanyanya.
Chaby mengangguk pasti. Meski bukan itu alasan satu-satunya juga.
Pika menatap kakaknya dan dua sahabat cowok itu meminta pendapat.
Decklan lalu menarik kursi dan duduk di sebelah Chaby. Tangannya terangkat menyentuh dagu gadis itu, membuatnya menatapnya.
"Kalau ingin berenang, aku bisa ajarin." ucapnya lembut. Chaby menatap cowok itu senang dengan mata berbinar-binar.
"Kak Decklan janji?" ia mengangkat jari kelingkingnya ke depan Decklan untuk membuat janji seperti yang dilakukannya pada Bara kemarin.
Ia takut cowok itu akan ingkar janji.
Ada-ada saja.
🌴🌴🌴
Buat yang pengen aku update episodenya banyak-banyak yang sabar yah🙏
Aku lagi coba kejar episodenya, tapi sekarang akunya lagi sibuk banget baru bisa upnya satu-satu. Aku masih harus mikirin ide juga biar ceritanya nggak muter-muter.
Intinya kalo kalian tertarik sama ceritaku tetap dukung aku terus yah biar aku lebih semangat ngumpulin ide-ide buat nulis.
Jangan lupa juga kasih vote, like dan komentar kalian dibawah. Nggak susah kok. Makasih semuanya🤗
Nanti Chaby sama siapa 😭😭😭😭
aku nggak rela Thor 😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭