Ayundya Nadira adalah seorang istri dan ibu yang bahagia. Pernikahan yang sudah lebih dari 20 tahun mengikat dirinya dengan suami dengan erat.
Pada suatu sore yang biasa, dia menemukan fakta bahwa suaminya memiliki anak dengan wanita lain.
Ternyata banyak kebenaran dibalik perselingkuhan suaminya.
Dengan gelembung kebahagiaan yang pecah, kemana arah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Bantahan Sang Suami.
Ayun terisak pilu dalam pelukan Naila, saat ini mereka sudah berada di dalam mobil setelah susah payah menahan rasa sakit yang menghantam jiwa.
"Huhuhu. Dia, dia memanggilnya Papa, Nai."
Hati istri mana yang tidak terluka saat mendengar dan menyaksikan kejadian beberapa waktu lalu? Jelas saja jiwa Ayun sangat terguncang. Dia tidak bisa memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Percakapan antara suaminya masih teringat jelas dalam ingatan Ayun, bahkan kata-kata itu terasa beputar-putar dalam kepalanya. Kenapa, kenapa semua itu terjadi? Sebenarnya ada apa ini? Kenapa suaminya bisa bersama dengan wanita itu?
Beribu pertanyaan ingin terlontar keluar dari mulut Ayun, tetapi dia tidak sanggup untuk mengeluarkannya. Apalagi dengan rasa sakit yang terus menyiksa jiwa dan raga.
Ayun hanya bisa menangis dalam dekapan sang sahabat. Dia harus segera menghentikan semua ini, tetapi dia sendiri bahkan tidak bisa mengendalikan diri.
"Istighfar, Yun."
Naila mengusap punggung Ayun dengan lembut. Dia sangat mengerti bagaimana perasaan wanita itu saat ini, tetapi sudah cukup Ayun mengeluarkan air matanya.
"Apa, apa yang sebenarnya terjadi, Nai? Kenapa, kenapa mas Evan bersama dengan wanita itu?" ucap Ayun sesenggukan membuat Naila menatap sendu.
"Bicarakan semuanya secara baik-baik dengan suamimu, Yun. Tanyakan apa yang sedang terjadi, dan tanyakan apa maksud dari ucapan mereka tadi."
Ayun mengangguk lemah sambil menahan air mata yang masih saja ingin keluar. Mereka lalu memutuskan untuk kembali dan tidak jadi pergi ke tempat tujuan.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di depan rumah Ayun. Dia segera keluar dari mobil dan mengajak Naila untuk mampir barang sebentar.
"Maaf Yun, aku tidak bisa mampir karena harus menjemput Riki di rumah neneknya." Naila merasa tidak enak hati. Di saat seperti ini, sahabatnya itu pasti butuh teman yang menemani.
"Tidak apa-apa, Nai. Terima kasih untuk tumpangannya, jangan lupa kabarin aku kalau sudah sampai." Ayun mengulas senyum tipis sambil melambaikan tangannya.
Hati Naila ikut terluka dengan apa yang terjadi, apalagi saat melihat senyum yang ada di wajah Ayun benar-benar terasa sangat menyedihkan.
Setelah melihat Naila pergi, Ayun segera berjalan masuk ke dalam rumah. "Assalamu-" Dia tidak dapat melanjutkan ucapannya saat melihat sang suami berdiri tepat di samping pintu.
Ayun berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan diri, apalagi saat ini ada kedua mertuanya yang sedang asik menonton televisi.
"Kau sudah pulang, Yun?"
Ayun tersentak kaget saat mendengar suara ibu mertuanya. Dengan cepat dia berjalan masuk ke dalam rumah, dan menghampiri wanita paruh baya itu.
"Iya, Bu. Apa Ibu mau aku bikinkan teh?"
Mery menggelengkan kepalanya. "Tidak, ibu cuma mau bilang kalau Evan mencarimu." Dia tidak sadar jika putranya sedang berada di tempat itu.
Ayun hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi ke kamar. Tidak sedikit pun dia melihat ke arah sang suami, karena tidak sanggup untuk menahan air matanya.
Evan yang sejak tadi menatap Ayun menghela napas berat. Dengan cepat dia mengikuti langkah sang istri untuk menuju kamar.
Ayun mendudukkan tubuhnya di atas ranjang. Sekuat tenaga dia menahan gejolak amarah yang mulai merasuki, sampai matanya melirik ke arah pintu saat Evan masuk ke dalam.
Evan lalu duduk di samping Ayun dengan jarak yang lumayan dekat. "Ada yang mau mas katakan, Yun. Ini tentang masalah tadi."
Ayun terdiam dengan tangan mencengkram sprei. Dadanya terasa sangat sesak, dengan kepala yang teras mulai berputar-putar.
"Apa, apa yang kau lihat tadi tidak benar, Yun. Dia, dia bukan anakku."
Ayun menatap Evan dengan tajam. "Bukan? Lalu kenapa dia bisa memanggilmu seperti itu, Mas?" Bibirnya bergetar saat mengeluarkan suara.
Evan diam sejenak untuk mencari alasan agar istrinya percaya. "Itu, itu karena aku berteman dengan Sherly, Yun. Jadi anaknya memanggilku seperti itu."
Ayun menatap Evan dengan mata bekaca-kaca. "Aku sudah mendengar semuanya, Mas. Aku bahkan mendengar saat kau bertanya tentang keadaan anak kalian pada wanita itu."
Evan membeku. Tidak, saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya pada sang istri.
"Tidak, Ayun. Mungkin kau yang-"
"Bisakah kau berkata jujur, Mas?"
Ayun menatap suaminya dengan nanar. Apakah yang dikatakan laki-laki itu masuk akal, setelah dia mendengar semuanya? Tidak, jawabannya adalah tidak.
"Aku sudah berkata jujur, Yun. Untuk apa aku membohongimu?"
Ayun menggelengkan kepalanya. Andai tadi dia sempat merekam apa yang terjadi, pasti laki-laki itu tidak akan berkelit.
"Kenapa kau melakukan semua ini, Mas? Aku hanya butuh penjelasan, dan bukannya bantahan dari apa yang sudah aku lihat dengan mata kepalaku sendiri."
Ayun mengusap wajahnya dengan kasar membuat Evan terkesiap, dengan cepat dia menarik tangan wanita itu dan menggenggamnya.
"Maaf, Yun. Aku, aku-"
"Ayah!"
Ayun dan juga Evan tersentak kaget saat tiba-tiba Adel masuk ke dalam kamar. Dengan cepat Ayun beranjak dari ranjang menuju kamar mandi.
"Ayah, lihat ini."
Evan yang melihat sang putri tampak tersenyum canggung. Dia lalu memperhatikan apa yang baru saja Adel berikan padanya.
"Ini ... apa, Del?" tanya Evan dengan bingung.
Adel menggelengkan kepalanya sambil berdecak saat melihat sang ayah tidak tahu. "Ini undangan untuk acara wisata. Jadi semua orang tua harus hadir ke sekolah untuk menemani anak mereka, sekaligus menyisihkan sedikit waktu untuk bersama dengan keluarga."
Evan terdiam saat mendengar penjelasan dari Adel. Tiba-tiba dia teringat dengan hal penting yang harus dilakukan pada tanggal yang sama dengan acara sekolah putrinya itu.
"Si*al. Kenapa acaranya bersamaan seperti ini sih?"
Evan menjadi bingung sendiri, tetapi dia tidak bisa mengingkari janji yang sudah dibuat pada orang lain.
"Maaf, Sayang. Sepertinya ayah tidak bisa mengadiri acara itu karena ada acara lain, jadi kau pergi bersama ibu saja ya."
Adel langsung menekuk wajahnya saat mendengar ucapan sang ayah, sementara Ayun yang sudah keluar dari kamar mandi terpaku di depan pintu saat mendengar ucapan suaminya.
"Acara lain?"
•
•
•
Tbc.