Yaya_ gadis ceria dengan sejuta rahasia.
Ia selalu mengejar Gavin di sekolah,
tapi Gavin sangat dingin padanya.
Semua orang di sekolah mengenalnya sebagai gadis tidak tahu malu yang terus mengemis-ngemis cinta pada Gavin. Namun mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu hanya topengnya untuk menutupi segala kepahitan dalam hidupnya.
Ketika dokter Laska memvonisnya kanker otak, semuanya memburuk.
Apakah Yaya akan terus bertahan hidup dengan semua masalah yang ia hadapi?
Bagaimana kalau Gavin ternyata
menyukainya juga tapi terlambat mengatakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Gavin?"
gumam Yaya. Ia merasa seperti tertangkap basah sedang berselingkuh. Bagaimana tidak, seseorang yang sedang mengobrol dan merangkulnya saat ini adalah seorang cowok. Bisa jadi Gavin akan salah paham. Apalagi sekarang ini mereka hanya berdua di rooftop.
Dari jauh Gavin menatap gadis itu datar. Ia hanya ingin mencari udara segar di sini tapi dia tidak menyangka akan melihat hal yang tidak ia duga. Gadis yang selama ini terus-menerus dan mati-matian mengejarnya dari dulu sedang berduaan dengan seorang cowok yang diketahuinya sebagai kakak kelas mereka. Cowok itu adalah kapten basket sekolah yang populer dikalangan para murid.
Huh! Gavin mencibir. Ia terlihat marah. Entah karena cemburu atau bukan. Yang jelas ia teringat ucapan Bintang kemarin kalau mungkin saja gadis itu menyukainya hanya karena dia kaya dan populer. Artinya, gadis itu tidak benar-benar menyukainya.
Gavin menyadarkan lamunannya. Apa yang dia pikirkan? Memangnya dia menyukai gadis itu? Kenapa pikirannya malah jadi kacau begini? Cowok itu mencoba menenangkan diri. Ia laki memutuskan pergi dari situ.
Gavin masih sempat mendengar langkah Yaya yang mengejarnya tapi ia tidak peduli. Bisa-bisanya gadis itu bilang cinta padanya tapi malah mesra-mesraan sama cowok lain.
"Ga.. Gavin..."
Yaya berhasil menghadang Gavin dan menghentikan langkah cowok itu. Cewek itu ngos-ngosan karena berlari, saking cepatnya langkah Gavin.
"Kamu kok pergi sih?" kata cewek itu masih mencoba mengatur nafasnya.
Gavin menatapnya jengah. Terus saja aktingnya, batinnya. Kedua tangannya terlipat di dada menatap gadis itu dengan gaya angkuh.
"Kamu kenapa sih hari ini? Ada masalah? Boleh kok cerita ke aku. Aku bisa jadi pendengar yang baik." ujar Yaya lagi dengan senyum lebarnya. Gavin mencibir menatapnya.
"Sedekat apa kita sampai gue harus cerita masalah gue ke lo?" katanya dingin. Masih terbawa suasana tadi.
Yaya terdiam. Jangan-jangan Gavin marah sama dia lagi. Tapi kenapa? Gavin cemburu? Tidak mungkin. Ia merenung, mengingat-ingat kesalahan apa yang sudah dia lakukan ke cowok itu sampai cowok itu marah.
"Minggir." suara rendah itu penuh penekanan. Gavin melewati Yaya meninggalkan gadis itu sendirian dalam kebingungannya.
***
Di kelas, Yaya terus menerus menengok kebelakang melirik Gavin. Entah sudah keberapa belas kali ia menengok kebelakang selama dua jam pelajaran berjalan ini, tapi Gavin tidak pernah balas menatapnya sama sekali.
Yaya mendesah berat menekuk wajahnya. Gavin kenapa sih? Kalau begini kan ia jadi hilang mood juga.
"Lo berdua kenapa, marahan?" bisik Bintang ditelinga Gavin. Gavin tidak menggubrisnya, ia tidak peduli. Bintang makin merasa aneh. Tidak biasanya ia melihat Gavin begitu. Jangan-jangan benar lagi cowok itu dan Yaya marahan. Berarti hubungan mereka makin berkembang dong.
Bahkan sampai bel pulang Gavin tidak melirik Yaya sedetikpun. Cowok itu melenggang keluar dari kelas tanpa menghiraukan panggilan Yaya.
Tentu saja Yaya jengkel. Gavin marah sama dia. Jelas banget dari cara cowok itu menatapnya. Walaupun Gavin tiap hari memang suka bersikap dingin ke dia, tapi cowok itu nggak bakal menjauh kayak tadi. Paling-paling diomelin dikit terus dibiarin. Hufft. Yaya membuang nafas panjang. Semoga aja besok Gavin sudah tidak marah lagi. Ia tersenyum optimis.
***
Yaya menghentikan langkahnya di depan sebuah gubuk samping rumahnya bi Mira. Yang tinggal di gubuk itu adalah kakek Jaya, umurnya delapan puluh lebih. Kakek Jaya ini sudah tidak punya keluarga. Jadi bi Mira, tetangga terdekatnya yang sudah menganggap sih kakek sebagai orangtuanya sendiri yang mau berbaik hati mengurus sang kakek. Tapi bi Mira kadang-kadang sibuk kerja, makanya Yaya dengan senang hati mau bantu jagain kakek Jaya kalau bi Miranya lagi kerja.
Biasanya seminggu dua kali gadis itu akan datang menjaga kakek Jaya. Yaya juga senang ngobrol-ngobrol sama kakek Jaya. Mereka sama-sama suka bercanda. Baginya, menjaga kakek-kakek ada berkatnya sendiri, ia jadi tidak merasa kesepian di rumah sambil meratapi nasibnya.
Gadis itu menengok ke dalam gubuk mencari-cari keberadaan sang kakek.
Dahinya berkerut. Kenapa tidak ada orang? Ia melangkah masuk.
"Kek? Kakek?" panggil Yaya. Matanya mencari-cari ke seluruh sudut. Perasaannya mulai tidak enak. Ia mulai khawatir. Sesaat kemudian terdengar sebuah rintihan dari dalam kamar. Gadis itu berbalik berlari ke arah kamar.
"Kakek!" serunya panik saat mendapati kakek Jaya yang sudah terbaring di lantai dan terlihat kesakitan. Kakek Jaya jatoh? Hal itu yang pertama kali terpikir dalam otaknya.
Yaya cepat-cepat membantu kakek Jaya bangun. Ia amat sangat berhati-hati mengingat sang kakek yang sudah sangat rentan.
"Yaya bawa kakek ke rumah sakit yah." ucapnya menatap sih kakek tapi tidak ada jawaban. Ia tidak butuh jawaban sekarang. Ia tetap harus bawa sang kakek ke rumah sakit meski kakek Jaya menolak. Titik pokoknya. Ia khawatir kakek kenapa-napa. Apalagi kakek Jaya sudah tiba.
Sekitar dua puluh menit terlewat dan disinilah mereka sekarang. Di ruangan UGD RS Medistra, rumah sakit langganan keluarganya. Ia tidak punya uang kalau pergi ke rumah sakit lain. Kalau di RS inikan ia langganan VIP. Ia punya kartunya. Kakek Jaya bakal dirawat dengan baik, pasti.
"Yaya?"
Yaya berbalik. Seorang dokter muda berwajah bak selebriti itu berhenti didepannya dengan wajah bingung. Pandangannya menatap bergantian ke Yaya dan seorang kakek yang dipapahnya.
"Dok, tolongin kakek aku. Tadi kakek jatoh." seru Yaya penuh harap bersama raut wajah khawatirnya.
Dokter muda bernama lengkap Laska Nursalim itu langsung mengambil ahli sang kakek dan memeriksa keadaannya.
"Gimana?" tanya Yaya menatap lurus ke dokter Laska.
Dokter Laska menghentikan pemeriksaannya dan berbalik ke Yaya. Kakek Jaya sudah diberi obat makanya sekarang ketiduran.
"Tidak ada yang serius. Kakek ini tidak apa-apa hanya sedikit syok." jelas Laska. Yaya manggut-manggut mengerti. Matanya tak lepas dari sang kakek. Disebelahnya, dokter Laska menatapnya penuh tanda tanya.
Perlu diketahui, dokter ganteng itu adalah dokter yang merawat Yaya dulu. Ketika gadis itu melakukan percobaan bunuh diri. Setelah sembuh, papa Yaya memintanya untuk jadi dokter pribadi gadis itu. Jadi statusnya sekarang adalah dokter pribadi Yaya. Dan seingatnya, kakek gadis itu sudah tidak ada. Darimana ia bawa kakek ini? Apalagi pakaian sik kakek tua itu terlihat sangat lusuh.