Kumpulan Kisah horor komedi, kisah nyata yang aku alami sendiri dan dari beberapa narasumber orang-orang terdekatku, semuanya aku rangkum dalam sebuah novel.
selamat membaca. Kritik dan saran silahkan tuliskan di kolom komentar. 😘😘😘😘😘😘
Lawor di mulai!!! 😈😈😈😈😈
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Hom-pim-pa alahium-gambreng
"Nak? Kamu ga bangun? Sudah pagi nih." Ibuku membangunkan aku dengan lembut. Waktu aku membuka mataku, aku melihat wajahnya penuh dengan rasa cemas. "Ayo nak. Sudah lagi. Sarapan sudah siap, cepat mandi dan siap-siap untuk pergi ke sekolah."
"Aku pusing sekali, Mak." Jawabku. "Aku mau libur saja."
"Tapi, Aku dan bapak harus kerja. Kalau kamu sendirian di rumah...." Dia tersenyum jahat. "Ingat tadi malam ya...." Lalu dia tertawa pelan penuh ancaman.
Seketika ingatanku kemarin malam langsung teringat. Tubuhku langsung menggigil hebat dan rasa pusingku langsung hilang seketika lalu berlari ke arah kamar mandi.
"Anak pintar."
Nex
Dasar, semelekete, Mbokne sarip. Tak kira beneran cemas. Ternyata ibukku memanfaatkan kejadian kemarin malam.
Eh, tunggu, tau darimana dia kalau aku...
"Mak. Kemarin malam aku kenapa?" Aku bertanya ketika sarapan.
"Kata bapak, kamu pingsan. Katanya, kamu habis lihat setan." Jawab ibukku. "Sudah, cepat di habiskan sarapannya. Jangan bicara terus saat makan. Bisa tersedak."
Setelah memberikan aku uang saku. Bapak dan ibu pamit duluan karena aku masih ada beberapa suap lagi hingga sarapanku habis.
Nex
"Beneran! Aku ga di tampakin setan!" teriak Riyono.
"Halah. Kamu mau bohong? Aku tahu sendiri kok, kemarin kamu lari sambil teriak-teriak dari arah Kali Gimun kan?" Sahut Udin dengan wajah mencemooh. Oi, ada apa ini? Kenapa situasinya berbanding terbalik dengan kemarin? "Kamu berlari sambil kecirit-cirit kan? Lagipula, tadi pagi aku sebelum berangkat ke sekolah, aku bertanya kepada Pak Komat, kata dia kamu habis di tampakin setan. Hahahaha."
"Astaga. Riyono kena batunya." Kata Ajeng salah satu teman sekelas ku yang berjenis kelamin betina.
"Heboh banget ya?" Sahut Siti. Aku memperhatikan mereka tanpa berkata apa-apa. Mau mendukung siapa, aku tidak tahu. Karena kemarin malam aku juga di tampakin setan, di rumahku sendiri pula.
"Oi, Dit. Mukamu pucet sekali." Joni muncul di antara kedua betina tadi.
"Yo, Jon. Iya, kemarin aku gak bisa tidur." Jawabku.
"Kamu habis di tampakin setan juga?" tanya Joni.
"Benarkah?" Tanya Ajeng dan Siti bersamaan.
"Ah, enggak kok. Cuma..."
"Ceritakan saja, siapa tahu kita bisa membantu." Potong Joni.
"Iya benar." Ajeng memberikan persetujuannya. Dan Siti mengangguk tanda setuju dengan mereka berdua.
"Sebenarnya....." Aku menceritakan awal kisah penemuan mayat, suara tangisan dan minta tolong. Lalu di sambut dengan tragedi kepala senyum kemarin malam.
"Hiii. Ngeri." Kata Ajeng.
"Bapak kamu ga melihatnya juga tah?" Tanya siti. Aku menggeleng.
"Lalu, apa yang terjadi?" Tanya Joni.
"Ya ga tau lah. Kan aku langsung pingsan. Saat bangun, tau-tau udah pagi."
"Ok anak-anak. Waktu ngerumpi nya sudah selesai. Waktunya pelajaran dimulai." Pak Nur memasuki ruangan kelas. Dan kami berhamburan ke bangku kami masing-masing seperti kemarin pagi.
Nex
"Dit. Nanti malam kamu tahlilan dan yasinan di rumahnya Pak Rawi ya. Bapak kamu tadi bilang mau lembur." Kata ibukku ketika aku baru saja memasuki rumah.
"Waduh. Jauh Mak." Protes ku.
"Siapa tahu makan Rawon nguling?" Iming-iming ibukku membangkitkan gairah makan ku. Jadi, aku mengiyakan tanpa memprotes lagi.
Aku adalah murid yang rajin sebenarnya. Aku selalu mengerjakan PR setelah pulang sekolah, ataupun sehabis mengaji. Seperti sekarang ini, karena nanti malam ada acara tahlilan. Aku langsung mengerjakan PR dan setelah selesai aku langsung keluar untuk bermain.
Nex
"Kamu mainnya jauh juga." Kata Joni, kami sekarang berada di sebelah makam Tebo Selatan yang saat ini ada sebuah pembangunan pondok pesantren di sebelahnya.
"Mau gimana lagi, geng nya Riyono sudah asyik sendiri di depan kelurahan. Makanya aku main kesini." Jawabku.
"Ya udah, kita maen petak umpet. Ada Singgih tuh dan geng nya dari Desa Kocek."
Nex
Yang jaga untuk pertama kalinya adalah aku. Dalam suit Jawa alias hom-pim-pa alahium-gambreng. Diriku lah yang satu-satunya melakukan gerakan yang berbeda.
Maka dari itu, saat ini aku sedang berada di tengah-tengah pemakaman umum Desa Tebo Selatan seorang diri.
Saat mencari mereka yang sedang bersembunyi. Aku menemukan Singgih yang sedang nangkring di atas pohon Kamboja. Dia adalah orang pertama yang aku temukan. Lalu, Joni. Dia bersembunyi di dalam penyimpanan keranda mayat. Lalu, tiga orang lainnya. "Sudah semuanya kan?" Tanya ku ke Joni.
"Masih ada seorang lagi." Jawabnya enteng.
"Kayaknya kita cuma berenam deh."
"Ada, satu lagi. Coba lihat di rumah terbengkalai yang ada di belakang pondok pesantren yang sedang dibangun itu." Kata Singgih.
Saat aku menuju arah yang mereka maksud, aku mendengar kalau mereka cekikikan. Saat aku toleh, mereka pura-pura tidak ada apa-apa. Cih, aku sepertinya sedang di kerjain nih.
Tapi, daripada permainan ini ga selesai-selesai, dan waktu sudah hampir Maghrib. Aku terus saja menuju ke arah rumah terbengkalai yang mereka maksud.
"Oi!!" Teriakku ke arah Joni dan yang lain. "Siapa nama yang belum aku temukan?"
"Teguh!" Teriak... Entahlah, siapa yang menyahut aku tidak tahu. Karena mereka sudah tidak terlihat lagi dari tempatku berada.
"Ok. Suwon.!" aku memberikan katak terima kasih kepada yang menjawab tadi.
Nex
Rumah terbengkalai itu sangat besar, tapi atapnya sudah hilang. Saat aku lihat ke dalam rumah itu, genting genting sudah berserakan di mana-mana. Sepertinya atap rumah itu sudah roboh beberapa waktu yang lalu.
Hari sudah semakin gelap, aku harus cepat-cepat menemukan Teguh dan segera mengakhiri permainan ini lalu pulang.
Kamar pertama. Kosong....
Kedua.... Nihil...
Ketiga. Ada kucing lagi kawin, kucing itu langsung menyerang ku karena waktu enak-enak mereka telah aku ganggu. Aku langsung kabur menuju kamar mandi yang ada di luar ruangan.
Ada sumur yang di tutup dengan seng yang sudah berkarat. Dan kamar mandinya ada di sebelahnya persis. Aku yakin, teguh ada di sana. Karena tempat itu adalah satu-satunya tempat yang belum aku jamah.
Aku berjalan berjinjit, berhati-hati supaya tidak menimbulkan suara. Menahan nafas, dan jantungku berdetak kencang. Keringat bercucuran deras di keningku, tanda aku terlalu bersemangat untuk menemukan target terakhir ku.
Saat ini, aku sudah di depan pintu kamar mandi itu, menyentuhnya dengan lembut. Lalu menghitung dalam hati. Satu.... Dua....
"Teguh!! Kamu kena!!!" teriakku sangat kencang sambil mendobrak pintu kamar mandi itu. Tapi, betapa terkejutnya aku saat melihat bagian dalam kamar mandi itu. Tidak ada anak seusia diriku di dalamnya. Yang ada....
Orang gila sedang merenges lebar ke arahku. Pakaiannya compang camping. Baunya tidak karuan. Mukanya penuh kotoran yang menghitam. Rambutnya sangat kusut. "Hehehe. Aku kena." Jawabnya. "Ayok main lagi." Dia langsung menerjang ke arahku.
"Waahhh!!!" Aku menghindar dan langsung berlari menuju Joni dan yang lain. "Jancok kalian!" Aku mengumpat Joni dan yang lain. Mereka ngakak bersama-sama saat melihatku berlari ketakutan. Tapi, mereka tidak tahu kalau orang gila tadi mengejar ku. Dan aku tidak memberitahu mereka, dan terus berlari meninggalkan mereka.
"Oi.. Dit! Jangan marah?" teriak Singgih. "Kita cuma bercanda."
"Benar Dit. Maaf!" Sahut Joni. Tapi, aku tidak mendengarkan mereka, cuma melirik ke arah mereka sedikit. Orang gila itu sudah berdiri di samping mereka. Dan mereka sama sekali tidak menyadarinya.
"Bodoh amat dengan kalian. Aku pulang! Dadah!!" teriakku ketika sudah keluar dari gerbang makam umum Desa Tebo Selatan itu. Lalu, beberapa saat kemudian terdengar teriakan ketakutan dari arah Joni dan yang lain. "Mampus kalian." Guman ku sambil terus berlari pulang.
Nex
Tanpa lelah, aku berlari pulang. Melewati tanjakan yang cukup terjal, lalu ada belokan tajam. Di ujung belokan tajam itu ada rumah Belanda yang aku ceritakan di bab pertama. Rumah itu begitu kokoh berdiri di tengah-tengah persawahan yang luas. Di seberang jalannya ada hutan belantara yang masih belum terjamah.
Di depan gerbang rumah itu, aku melihat ada sosok wanita yang berpenampilan aneh. Rambutnya kuning keemasan, berbaju gaun putih yang di padu dengan rumbai biru muda. Memakai pita biru muda di rambutnya. Kulitnya begitu putih dan bersih. Disampingnya ada kakek-kakek yang sedang menyapu halaman rumah Belanda itu.
Ah, majikan dan babu nya. Jaman sekarang masih ada yang seperti itu ternyata.
Saat sudah dekat, aku mulai bisa melihat wajah mereka berdua. Kakek-kakek itu wajahnya berkeriput, tapi dia selalu tersenyum walaupun tidak ada siapapun. Sedangkan wanita itu, wajahnya datar, mulutnya pucat dan matanya sebiru langit. Cantik sekali pokoknya.
Aku berlari melewati mereka. Dan si kakek tua itu menyapaku. Saat aku menoleh ke arah dia, sosok wanita tadi sudah hilang entah kemana. Karena ketakutan, aku hanya mengangguk ke kakek tua itu dan berlari kencang meninggalkan tempat itu.
Hiii. Penampakan Noni Belanda. Untung cuma sekilas.