NovelToon NovelToon
Ambil Saja Suamiku

Ambil Saja Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Pelakor / Mengubah Takdir / Wanita Karir / Penyesalan Suami
Popularitas:46.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lily Dekranasda

Desi 25th, wanita hamil 7 bulan yang menjalani kehidupan sederhana namun penuh kasih bersama suaminya, Bima, kapten pemadam kebakaran.

Suatu hari, nasib mempertemukan Desi dengan tragedi besar. Ketika ia terjebak di dalam reruntuhan sebuah bangunan, ia menelfon suaminya untuk meminta pertolongan.

Namun, harapannya pupus saat Bima lebih memilih menolong cinta pertama dan anak nya 5th.

Hati Desi hancur saat melihat suaminya memprioritaskan orang lain, meskipun ia sendiri berada dalam bahaya.

Di tengah derita fisik dan emosional, tragedi semakin besar. Saat dilarikan ke rumah sakit, Desi mengalami pendarahan hebat. Bayinya meninggal dalam kandungan, dan Desi koma selama tiga hari.

Ketika Desi membuka matanya, ia bukan lagi wanita yang lemah dan penuh luka. Jiwa baru telah memasuki raganya, jiwa seorang perempuan kuat dan pemberani.

Dengan kenangan Desi yang masih melekat, ia bertekad menjalani hidup baru dan meninggalkan suami nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Operasi Darurat Yang Mencekam

Ruangan operasi penuh dengan tekanan dan hiruk-pikuk. Perawat dan dokter bekerja dengan cepat, wajah mereka tegang. Desi terbaring lemah di atas meja operasi, tubuhnya diselimuti peralatan medis. Lampu sorot terang menerangi wajah pucatnya, sementara darah terus mengalir dari tubuhnya.

Seorang perawat muda, Nina, memandang monitor dengan wajah cemas. "Dok, tekanan darahnya terus turun. Sekarang di 70/40!"

Dr. Andini, seorang dokter bedah berpengalaman, mencoba menjaga ketenangannya meskipun hatinya berdegup kencang. "Siapkan satu kantong darah lagi. Kita harus menghentikan pendarahannya sekarang."

Nina dengan cepat merespons, "Baik, Dok!" Ia bergegas mengambil kantong darah dari lemari pendingin di sudut ruangan.

Sementara itu, seorang perawat senior, Rina, mengelap keringat di dahi Desi sambil memantau tanda vitalnya.

"Dok, detak jantungnya semakin melemah. Kita mungkin harus mempertimbangkan tindakan agresif."

Dr. Andini memandang monitor, kemudian wajah Desi. Dalam hati, ia berdoa keras. "Ibu Desi, bertahanlah. Kamu harus bertahan, demi bayimu."

Namun, perhatian mereka teralihkan saat alarm monitor lain berbunyi. Monitor detak jantung janin menunjukkan garis datar. Semua orang terdiam sejenak.

Nina menahan napas. "Dok, detak jantung bayinya..." suaranya serak, hampir tak terdengar.

Andini menoleh tajam ke arah monitor. Matanya melebar, tapi ia segera menegakkan tubuh. "Jangan panik! Fokus pada ibu dulu. Kita bisa kehilangan dia kalau kita tidak bergerak cepat. Rina, tambah dosis obat penstabil. Nina, jaga tekanan darahnya tetap stabil."

Nina menggigit bibirnya, tangannya gemetar saat ia mengatur infus. Dalam hatinya ia berbisik.

Ya Tuhan, tolonglah dia. Tolong biarkan dia bertahan.

Namun, suara detak dari monitor janin benar-benar berhenti. Suara hening itu lebih memekakkan dibandingkan keramaian sebelumnya. Salah satu perawat, Ayu, tidak bisa menahan air matanya. Ia berbisik pelan. "Kita kehilangan bayinya, Dok..."

Dr. Andini berhenti sejenak, tatapannya kosong menatap monitor. Ia menghela napas dalam, rasa bersalah menyelimuti hatinya. "Tidak… ini tidak boleh terjadi. Aku harus menyelamatkan ibunya. Dia masih punya harapan."

"Fokus!" seru dr. Andini, memecah keheningan. "Kita harus menyelamatkan ibunya. Jangan biarkan pendarahan ini membuat kita kehilangan dia juga. Nina, tekan perutnya untuk membantu menghentikan aliran darah. Rina, awasi tekanan darahnya."

Rina mengangguk dengan cepat, menghapus air matanya. Ia berkata dengan suara bergetar.

"Kita tidak bisa menyerah sekarang, Dok."

Sementara itu, Nina berbicara sambil menangis. "Dok… tekanan darahnya terlalu rendah. Apa kita perlu meminta bantuan dokter lain?"

Andini menatap Nina tajam. "Aku tidak peduli berapa rendah tekanan darahnya. Kita harus membuatnya stabil. Sekarang!"

Rina tiba-tiba berseru. "Dok, jantungnya mulai menunjukkan irama tidak normal!"

Andini segera memeriksa monitor. "Defibrillator, cepat!" Ia memberikan instruksi dengan tegas. "Siapkan kejut listrik pada hitungan ketiga."

Nina mengulurkan alat defibrillator dengan tangan gemetar. Andini mengambilnya, tatapannya penuh tekad.

"Satu… dua… tiga!"

Suara listrik memenuhi ruangan. Tubuh Desi terangkat sedikit, lalu kembali terbaring. Semua mata tertuju pada monitor. Garis lurus di layar mulai bergetar, membentuk gelombang kecil.

"Detak jantungnya kembali," seru Nina lega.

Tapi dr. Andini tahu ini belum selesai. "Bagus. Sekarang lanjutkan transfusi. Kita tidak punya waktu." Dalam hati, ia terus berdoa. "Ibu Desi, aku tidak akan membiarkanmu pergi. Aku berjanji."

Sedangkan di lorong rumah sakit, suasana juga tak kalah sibuk. Keluarga pasien lain lalu-lalang, beberapa menangis, yang lain menunggu dengan gelisah. Di antara keramaian itu, Sari masih mencoba menghubungi ponsel Bima lagi. Namun, hasilnya tetap sama. Tidak ada jawaban.

Perawat itu berbicara pada rekannya. "Dia suaminya, kan? Bagaimana mungkin dia tidak mengangkat telepon di saat seperti ini?"

Rekan perawat menghela napas. "Mungkin dia sedang sibuk. Tapi ini keadaan darurat. Sesibuk apa suami nya ini, hingga tak mengangkat telfon istrinya."

Sementara itu, seorang dokter lain mendekati mereka. "Bagaimana kondisi pasien di ruang operasi?"

Perawat pertama menggeleng pelan. "Masih kritis, Dok. Kita kehilangan bayi dalam kandungannya, tapi tim medis masih berusaha menyelamatkan ibunya."

Dokter itu mengangguk pelan, lalu memandang ponsel di tangan perawat. "Terus coba hubungi suaminya. Dia harus segera datang."

Kembali di Ruang Operasi, dr. Andini menghapus keringat di dahinya, tubuhnya mulai terasa lelah. Tapi ia tidak menunjukkan itu pada timnya. Ia tahu, satu momen kelemahan saja bisa membuat segalanya runtuh. "Nina, bagaimana tekanannya?"

Nina memeriksa monitor lagi. "Sedikit naik, Dok. Sekarang 85/50."

Andini mengangguk. "Itu belum cukup, tapi setidaknya ada kemajuan. Lanjutkan transfusi, dan pastikan dia tetap mendapat oksigen maksimal."

Ayu yang masih berdiri di pojok ruangan berkata dengan suara pelan. "Dok… bagaimana jika kita tidak berhasil?"

Andini menoleh tajam ke arah Ayu. "Kita tidak punya pilihan lain, Ayu. Kita harus berhasil. Kita tidak boleh gagal lagi."

Namun, di dalam hati, Andini tidak bisa mengabaikan rasa takutnya sendiri. "Ya Tuhan, tolonglah dia. Aku tidak ingin menyerah, tapi aku tahu, waktu kami hampir habis."

Monitor kembali berbunyi, kali ini menunjukkan penurunan tekanan darah yang drastis. Semua orang kembali panik.

Andini berteriak. "Nina, periksa alat bantu pernapasannya! Pastikan tidak ada sumbatan."

Nina berlari memeriksa tabung oksigen. "Semua normal, Dok."

Andini menggigit bibirnya. "Kalau begitu, kita harus meningkatkan kecepatan transfusi. Rina, siapkan kantong darah berikutnya."

Rina mengangguk cepat. "Baik, Dok!"

Di luar, seorang perawat masuk dengan wajah tegang. "Dok, kami masih tidak bisa menghubungi suaminya."

Andini merasa amarahnya memuncak, tetapi ia menahan diri. "Lupakan suaminya untuk sekarang. Kita tidak punya waktu untuk menunggu. Biarkan saja suami nya itu nanti pasti akan menyesal."

Setelah berjam-jam operasi yang melelahkan, akhirnya suasana mulai mereda. Dr. Andini menghela napas dalam-dalam, menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya. Desi masih terbaring di atas meja operasi, tubuhnya dipenuhi alat bantu medis, tetapi kondisinya sudah mulai stabil.

"Tekanan darahnya kembali normal, Dok," kata Nina dengan suara lega sambil memeriksa monitor. "Sekarang di 110/70."

Andini mengangguk, melepaskan sarung tangannya. "Bagus. Kita berhasil menstabilkannya. Kita harus memantau 24 jam ke depan. Siapkan ruang ICU dan awasi dia dengan ketat."

Rina yang berdiri di sisi lain ruangan berbicara pelan, masih diliputi kelelahan. "Dok, dia benar-benar kuat. Dengan kondisi seperti ini, dia masih bertahan..."

Dr. Andini memandang wajah pucat Desi yang seakan-akan tertidur. Dalam hati, ia merasa lega sekaligus bersalah. "Maafkan kami, Ibu Desi. Kami tidak bisa menyelamatkan bayimu. Tapi kami berjanji akan melakukan yang terbaik untukmu."

Seorang perawat membawa dokumen operasi darurat yang sudah ditandatangani Desi sebelum ia kehilangan kesadaran. Beberapa dokter dan staf medis berbincang tentang apa yang baru saja terjadi.

"Kau lihat tadi? Dia menandatangani dokumen itu sendiri," kata salah satu perawat dengan nada kagum. "Bahkan dalam keadaan seperti itu, dia tetap mencoba menyelamatkan dirinya sendiri."

Rekan perawatnya mengangguk. "Itu bukti dia punya tekad yang kuat. Tapi aku masih tidak percaya suaminya tidak ada di sini. Apa dia bahkan tahu apa yang terjadi?"

"Seharusnya dia tahu," jawab perawat pertama, menggelengkan kepala dengan rasa kesal. "Kami sudah mencoba menghubunginya berkali-kali. Tapi dia tidak menjawab."

Seorang perawat mendekati Dr. Andini dengan wajah cemas. "Dok, kami sudah mencoba menghubungi suami pasien lagi, tapi tetap tidak ada respons."

Andini menghela napas berat, wajahnya menunjukkan rasa kecewa. "Kita tidak bisa menunggu lebih lama. Pastikan dia dipindahkan ke ICU sekarang. Kalau dia masih tidak datang, kita harus memutuskan sendiri langkah berikutnya."

1
Mutiara Nisak
kulit tubuh mu itu tau ,klo desi itu wanita yg baik dan bersih,makanya penyakit aneh mu tdk beraksi saat kulit tubuh menyentuh kulit desi,mungkin si desi bkln jd jodohmu om tamvan.....wanita yg unik....
Uthie
yg ditunggu sedari pagiiii 🤩🤩
Ari Peny
gk sabar thor
lily
lanjut
Erni Nofiyanti
ko aku bingung y,td Desi di luar
skg d kmr.
msh sama yg banting pintu
Lily of The Valley: beda POV kak. coba Kaka baca dari sudut pandang lain.. Desi diluar masuk kamar dah didalam. nah lalu sudut pandang bima yang di luar bercerita..
total 1 replies
Etty Rohaeti
terima kasih Thor
R@3f@d lov3😘
Desi itu jodohmu om... Gabriel 🤭😂
R@3f@d lov3😘: Amiiiiin
Lily of The Valley: Aminin aja dulu...
total 2 replies
R@3f@d lov3😘
gak sabar lihat bima dan para curut itu...kaget dan malu saat dapat kejutan dari Desi 😂🤣
R@3f@d lov3😘: asiiiiap kak 🤪
Lily of The Valley: di tunggu ya...
total 2 replies
mardhia ika
sippp si desi
lily
lanjut
Dian Sary
lanjut kk tambah seru ni... kok telat up nya...
Lily of The Valley: tadi sibuk guys, ngurus ponsel author yang baru selesai di perbaiki. ini aja baru mulai mengetik dan up langsung 4 kan.. hehe. gas nih.. support nya jangan lupa di vote ya..
total 1 replies
Sribundanya Gifran
lanjut
Etty Rohaeti
keren.
semangat Thor
Lily of The Valley: semangat juga membacanya ya. jangan lupa vote nya 😁
total 1 replies
Ma Em
Bagus Desi atau Gendis balaskan perbuatan mereka yg dulu sering menyuruh nyuruh Desi yg cuma dianggap babu sama bu Denes, jeje dan jojo
Lily of The Valley: siap. ditunggu aja
total 1 replies
ika yanti naibaho
semangat kakak
Lily of The Valley: siap 💪💪💪
total 1 replies
ika yanti naibaho
hajar aja itu desi para benalu

/Determined//Determined/
Camelia Restu
yng ini kenapa belum ada
Lily of The Valley: sudah update say... silahkan membaca...
total 1 replies
Ayu Septiani
waaah... om El berjodoh tuh dengan Desi 😃😃
Mochika mochika
ok
Mutiara Nisak
waaahhh....si desi bkln jd obat nya si om tamvan secara dhohir bathin ini,tp ...jgn kaget y om tamvan,klo tau status nya desi klo si desi itu mantan perawan.....siapkan aja jantung yg kuat y om,saat tau siapa si desi sebener nya.....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!