Pernikahan tujuh tahun lamanya tak membuat Elara Aleshia mencintai suaminya, Arion Zefrano. Setelah ayah Elara meninggal, tiba-tiba ia meminta cerai pada suaminya itu.
"Ayah udah enggak ada, gak ada alasan lagi untuk kita tetap bersama. Karena dari awal, pernikahan ini hanya karena ayah. Lebih baik, kita berpisah Ar."
Arion mencoba untuk menenangkan Elara, mungkin wanita itu masih terpukul atas kepergian ayahnya. Namun, Elara tetap pada egonya.
"Baik, pergi lah jika itu membuatmu bahagia. Tapi, jangan bawa putraku."
Tanpa keraguan, Elara menganggukkan kepalanya. Ia beranjak pergi dari sana dengan menyeret kopernya. Kepergian Elara, membuat hati Arion terluka.
"Ternyata, aku hanya cinta sendirian. Jangan salahkan aku, jika putra kita membencimu." Lirihnya.
5 tahun kemudian, mereka kembali di pertemukan dengan keadaan yang tidak pernah keduanya pikirkan.
"Kenapa kamu memisahkanku dari putriku, Elara?" ~Arion.
"Aku benci Mama, Pa." ~
"Jangan cedih Mama, Dala peluk Mama."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasi goreng pertama Mama
Elara menatap Dara yang tertidur di sampingnya, sesekali ia menepuk paha putrinya itu agar semakin lelap dalam tidurnya. Sejenak, Elara mengusap lembut kepala putrinya dengan sayang. Raut wajah polos putrinya ketika tidur memang sudah menggemaskan. Tapi jika terbangun, ia tambah di buat gemas dengan mata bulat anak itu.
Elara beralih menatap jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari. Sampai saat ini, ia juga belum bisa tidur. Mungkin karena tempat baru, jadi Elara harus menyesuaikan diri. Walaupun, dulunya ia pernah tinggal di rumah ini.
Merasa haus, Elara mendudukkan dirinya. Ia berniat mengambil segelas air yang sudah di siapkan di atas nakas. Namun, sayangnya ia lupa jika sebelum tidur Dara meminum air itu. Terpaksa, Elara harus mengambilnya ke dapur.
Suasana di luar kamar sangat sepi dan terlihat remang-remang karena beberapa lampu ada yang di matikan. Sampai, langkah Elara terhenti di dekat pintu dapur saat mendengar suara berisik dari ruangan itu.
"Haah, apa yang bisa ku makan? Jajan habis, bibi juga tidak menyisakan makanan untuk ku. Astaga, lapar sekali. Aku menyesal menolak makanan yang bibi bawakan semalam." Gerutu seorang anak laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah Ervan.
Elara tersenyum, ia kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Melihat keberadaan Elara, Ervan langsung gelagapan. Ia kembali memasang raut wajah dinginnya dan berusaha membuang pandangannya dari sang Mama.
"Kamu lapar? Mau Mama masakkan?" Tanya Elara dengan lembut.
"Enggak tuh! Siapa yang lapar?! Aku hanya mencari air dingin saja!" Jawab Ervan dengan sedikit ketus.
Elara tak lagi mengatakan apa pun, ia langsung mengecek nasi yang ada di rice cooker. Ternyata hanya nasi sisa semalam yang sudah dingin. Itu pun hanya sisa sepiring saja, Elara lalu berinisiatif untuk membuat nasi goreng. Jika ia menawarkan pada Ervan, sudah pasti anak itu akan menolaknya.
Ervan hanya diam, ia menatap apa yang sedang sang mama lakukan. Lalu, ia kembali mengacak kulkas berharap menemukan makanan di sana. Sayangnya memang benar, semua jajan milik Ervan sudah habis ia makan. Hanya tersisa sosis yang masih dalam keadaan beku.
"Ck, kenapa bisa habis sih jajannya malam ini?! Perasaan kemarin aku baru mengisinya." Batin Ervan.
"Ambil piringmu!" Titah Elara yang mana membuat Ervan menoleh.
Ervan hanya diam, membuat Elara pun gregetan di buatnya. Wanita itu langsung beranjak menuju lemari piring dan mengambil satu piring dari sana. Ia lalu kembali ke meja kompor dan memindahkan nasi goreng buatan nya itu ke piring. Sedangkan Ervan hanya diam memantau apa yang wanita cantik itu lakukan.
"Makanlah, Mama tahu kamu lapar." Ujar Elara seraya meletakkan sepiring nasi goreng yang masih hangat itu di atas meja dapur.
Ervan hanya diam, ia memandang nasi goreng itu dengan tatapan dinginnya. Melihat tak ada respon baik dari putranya, Elara tak memaksanya. "Kalau kamu lapar makan saja, Mama tahu kamu marah sama Mama. Mama terima kemarahanmu. Mama memang salah telah meninggalkanmu dan membiarkanmu hidup tanpa sosok ibu selama ini. Makanlah, Mama akan kembali ke kamar."
Elara mengisi air di dalam gelas, kegiatannya tak lepas dari perhatian Ervan. Anak itu melihat garis merah di punggung tangan sang kama. Sepertinya tadi Elara terkena wajan penggorengan. Tapi, kenapa wanita itu tak berteriak sakit? Bahkan suara masaknya saja tidak seheboh oma nya memasak.
"Mama ke kamar dulu." Ujar Elara dan berniat akan mengelus kepala Ervan. Namun, kegiatannya terhenti saat Ervan justru menghindar seraya membuang pandangannya. Elara tersenyum hambar, ia lalu beranjak pergi ke kamarnya. Meninggalkan Ervan yang masih berada di dapur.
Setelah memastikan Elara pergi, Ervan langsung mendekati meja dapur dimana sepiring nasi goreng Elara letakkan di sana. Dengan tak sabran, Ervan langsung meraih kursi dan mendudukinya. Ia menyendokkan nasi goreng buatan Elara ke dalam mulutnya dengan cepat. Jujur saja, perutnya sudah melilit sakit karena menahan lapar. Tapi, anak itu gengsi untuk mengatakan jika dirinya lapar.
Merasakan nasi goreng buatan Elara membuat mata Ervan berkaca-kaca. Sebelum Elara meninggalkannya, bahkan tak pernah sekalipun wanita itu memasakkan untuk nya. Tapi, ia tidak marah saat itu pada mamanya. Setelah Elara pergi, rasa bencinya muncul dan merasa wanita itu tak pernah menyayanginya.
Setetes air mata jatuh, Ervan langsung mengusapnya dan kembali melanjutkan acara makannya. Ia meresapi masakan sang mama yang sedari dulu ia dambakan. Ia tak bermaksud membenci sang mama, tapi rasa sakit hatinya membuatnya bersikap tidak baik pada wanita yang telah melahirkannya itu.
.
.
.
Elara bersiap pergi ke kantor, ia sudah rapih mengenakan pakaian kantornya. Dia juga sudah memandikan Dara, dan kini gadis kecil itu sedang asik meminum susunya seraya bermain boneka miliknya. Tak lama, pintu terbuka. Terlihat Arion sudah rapih dengan pakaian kantornya. Hanya saja, ia belum memasang dasinya.
"Papa!" Seru Dara dengan semangat. Gadis kecil itu beranjak berdiri dan langsung berlari ke arah sang papa.
Arion berlutut, ia langsung meraih Dara dalam gendongannya. Setiap pagi, ia akan mendapat sambutan pelukan hangat dari putri kecilnya. Hari-hari yang Arion jalani terkesan lebih berwarna dari biasanya. Tatapannya lalu beralih menatap Elara yang sedang merapihkan rambut nya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Arion dengan raut wajahnya yang terlihat bingung.
"Ke kantor, mau kemana lagi?" Sahut Elara tanpa menatap ke arah Arion.
Arion menghela nafas pelan, "Kamu gak usah lagi ke kantor, kamu aku pecat." Perkataan Arion membuat Elara membulatkan matanya.
"Kamu gimana sih?! Kok main pecat seenaknya! Mana di rumah lagi pecatnya! Gak, aku gak mau di pecat!" Protes Elara.
Arion memasang raut wajah dinginnya, "Kamu di rumah aja, aku masih sanggup nafkahin kamu." Elara tak membalas, wanita itu justru mengambil tas selempangnya.
"Aku tetap mau kerja!" Sahut Elara dengan kesal.
Arion menghembuskan nafasnya kasar, "Jarak rumah ini ke kantor sangat jauh, aku juga gak bisa setiap saat ke sana. Jadi, berhenti bekerja aja."
Elara menghela nafas kasar, "Aku gak mau!" Kekeuh Elara.
Arion tak kuasa lagi melarang wanita itu untuk bekerja. Ia kembali menatap putrinya yang juga tengah menatapnya. "Mama kelja, bial dapat uang. Papa kelja bial dapat uang juga. Uangnya buat ciapa? Uangnya buat Dala. Jadi, mama culuh kelja aja. Bial banyak uang Dala." Ujar anak itu dengan tatapan polosnya.
"Ih pinternya anak mamaaaa, sini c1um dulu sayang!" Seru Elara dengan semangat, ia meraih pipi putrinya dan m3ng3cupnya dengan lembut. Elara baru sadar, jika wajahnya dan Arion sangat dekat. Membuat tatapannya bertemu dengan pria itu dengan jarak yang dekat.
"Papa mau juga? C0dolin pipinya ke mama bial di c1um."
"Eh?!" Kaget Elara dengan mata membulat sempurna.
"Ehm, Dara turun dulu yah." Arion menurunkan Dara, lalu ia mengeluarkan dasi miliknya dari dalam saku jasnya. Dengan santainya, ia menyodorkannya pada Elara yang menatap bingung pada dasi itu.
"Pakaikan, aku tak bisa memakainya."
____