Prolog:
Dulu, aku selalu menganggapnya pria biasa miskin, sederhana, bahkan sedikit pemalu. Setelah putus, aku melanjutkan hidup, menganggapnya hanya bagian dari masa lalu. Tapi lima tahun kemudian, aku bertemu dengannya lagi di sebuah acara gala mewah, mengenakan jas rapi dan memimpin perusahaan besar. Ternyata, mantan pacarku yang dulu pura-pura miskin, kini adalah CEO dari perusahaan teknologi ternama. Semua yang aku tahu tentang dia ternyata hanya kebohongan. Dan kini, dia kembali, membawa rahasia besar yang bisa mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1 Bagian 5 Nasihat dari Sahabat Lama
Keesokan harinya, setelah semalaman bergelut dengan pikirannya sendiri, Nadia memutuskan untuk mencari pelarian. Dia tahu ada satu orang yang bisa dia andalkan untuk memberikan nasihat jujur tanpa basa-basi Maya, sahabatnya.
Maya sudah menjadi sahabat Nadia sejak mereka bekerja di perusahaan kecil yang sama tiga tahun lalu. Mereka berdua sering berbagi cerita, tawa, dan bahkan tangisan di atas meja makan kecil di kafe favorit mereka. Meskipun mereka sekarang bekerja di tempat yang berbeda, persahabatan mereka tetap erat.
Pukul lima sore, Nadia tiba di sebuah kafe dengan suasana hangat dan aroma kopi yang menenangkan. Maya sudah menunggunya di sudut ruangan, melambai dengan senyum lebarnya yang khas.
“Eh, akhirnya kau datang juga!” seru Maya sambil menarik kursinya lebih dekat ke meja. “Kau terlihat lebih kurus, Nad. Apa kau lupa makan karena kerja terlalu keras?”
Nadia tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, cuma... ada banyak hal di kepala akhir-akhir ini.”
Maya mengangkat alis, memasang ekspresi penasaran. “Sepertinya ini bukan soal pekerjaan, kan? Ayo, ceritakan semuanya. Aku sahabatmu, ingat?”
Nadia menarik napas panjang, lalu mulai menceritakan semuanya. Tentang email yang dia terima, tentang perusahaan itu, dan tentang kemungkinan Reza berada di balik semua ini. Maya mendengarkan dengan serius, sesekali mengangguk atau mengerutkan kening.
“Jadi... dia muncul lagi, ya?” kata Maya setelah Nadia selesai berbicara.
“Belum benar-benar muncul. Tapi aku merasa seperti sedang di ambang sesuatu yang besar. Dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”
Maya menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Nadia dengan penuh pertimbangan. “Dengar, Nad. Aku tahu betapa hancurnya kau setelah dia pergi. Aku melihatmu berjuang untuk bangkit lagi. Dan aku sangat bangga padamu karena sekarang kau sudah sampai di titik ini kuat, mandiri, dan luar biasa.”
“Tapi, Maya,” potong Nadia, “bagaimana jika aku perlu mendengarnya? Bagaimana jika ini satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan penjelasan? Aku butuh tahu kenapa dia meninggalkan aku begitu saja.”
Maya menghela napas panjang. “Aku mengerti. Kau butuh closure, kan? Tapi kau harus berhati-hati, Nad. Jangan sampai kau membiarkan dia masuk lagi ke dalam hidupmu dan menghancurkanmu untuk kedua kalinya.”
Nadia terdiam, memainkan cangkir kopinya. Kata-kata Maya masuk akal, tetapi hati kecilnya masih terus mendesak untuk mencari jawaban.
“Reza adalah bagian besar dari hidupku, Maya. Aku tidak bisa begitu saja menghapusnya, meskipun aku sudah mencoba,” katanya akhirnya.
Maya mengangguk pelan. “Itu wajar. Tapi kau harus ingat satu hal, Nad. Hidupmu bukan hanya tentang dia. Kau sudah membuktikan bahwa kau bisa hidup tanpanya. Kalau kau memutuskan untuk bertemu dengannya, pastikan kau melakukannya bukan karena kau lemah, tapi karena kau cukup kuat untuk menghadapi masa lalu.”
Nadia memandang Maya dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih, Maya. Kau selalu tahu apa yang harus kukatakan.”
“Tentu saja,” jawab Maya sambil tersenyum lebar. “Aku sahabatmu. Dan aku juga akan menendang Reza jika dia berani menyakitimu lagi.”
Nadia tertawa kecil, pertama kalinya setelah beberapa hari terakhir. Percakapan dengan Maya membantunya merasa lebih tenang, meskipun kekhawatiran tentang pertemuannya dengan Reza masih membayangi.
Setelah bertemu Maya, Nadia merasa sedikit lebih ringan. Dia tahu apa pun keputusan yang dia ambil, dia punya sahabat yang akan mendukungnya. Namun, itu juga membuatnya menyadari bahwa keputusan ini adalah miliknya sendiri.
Di luar kafe, Maya menatap kepergian Nadia dari jendela.