Dalam kehidupan sebelumnya, Xin Yi tidak pernah mengerti. Mengapa Gu Rui, yang disebut sebagai Putri satu-satunya keluarga Gu, selalu membidiknya.
Selalu merebut apa yang jadi miliknya, dan berusaha mengalahkan nya disetiap hal yang ia lakukan.
Tidak sampai suatu hari, Xin Yi menemukan catatan lama ibunya.
Dia akhirnya mengerti, bahwa yang sebenarnya anak kandung Tuan Gu adalah dirinya...
" Xin Yi, matilah dengan tenang dan bawa rahasia itu terkubur bersama tubuhmu. "
Gu Rui membunuhnya dengan kejam, merusak reputasinya, mencuri karya miliknya, dan memfitnah nya sebagai putri palsu yang hanya ingin menipu harta ayahnya.
....
" Tunggu, jadi maksudnya aku adalah Xin Yi itu sekarang.. "
Xi Yi, seorang pemenang penghargaan aktris terbaik selama lima tahun berturut-turut.
Harus kehilangan nyawanya akibat ditikam sampai mati oleh fans fanatiknya.
Dia kemudian terlahir kembali sebagai Xin Yi didunia yang lain.
Dia adalah seorang aktris, mampukah dia berubah menjadi Xin Yi Idol.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 : Ketakutan, dan Kenyamanan
Setelah dua minggu menjalani pelatihan intensif di acara survival, akhirnya Xin Yi memiliki waktu untuk beristirahat. Hari itu, dia berjanji bertemu dengan teman-temannya—Li Zhu, Lin Yue, Zao Min, dan Song Mei. Mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama di sebuah pusat perbelanjaan mewah di kota, menikmati kebebasan yang jarang mereka rasakan.
Bagi Xin Yi, ini adalah pengalaman yang hampir asing. Sebagai aktris terkenal di kehidupannya yang lalu, dia tidak pernah benar-benar merasakan apa artinya berjalan-jalan santai, apalagi bersama teman-teman. Setiap langkahnya dulu selalu diikuti oleh fans dan paparazzi, dan bahkan sekadar menikmati secangkir kopi di luar rumah adalah kemewahan yang sulit dicapai.
Namun, sekarang semuanya berbeda. Meskipun dia mulai dikenal sebagai peserta acara survival, statusnya belum cukup besar untuk menarik perhatian publik secara berlebihan. Dia bisa berjalan-jalan tanpa merasa diawasi, tertawa lepas bersama teman-temannya, dan bahkan mencoba berbagai pakaian lucu di toko-toko tanpa rasa khawatir.
"Xin Yi, lihat ini!" seru Zao Min sambil menunjukkan sepasang sepatu berwarna pastel. "Kau pasti cocok memakainya."
Xin Yi tersenyum, mencoba sepatu itu, dan tertawa bersama mereka. Mereka juga mengunjungi sebuah kafe cantik yang baru dibuka, dengan dekorasi bunga-bunga segar dan suasana yang nyaman. Xin Yi memandang sekeliling, merasa ini adalah momen yang dulu tidak pernah dia bayangkan.
"Aku benar-benar bahagia," pikirnya. "Sekarang aku bisa merasakan kehidupan seorang gadis muda yang normal, dan aku punya teman-teman yang peduli padaku."
Namun, kebahagiaan itu sedikit terganggu ketika ponselnya berdering. Nama Huo Qian muncul di layar, membuatnya menghela napas panjang sebelum mengangkatnya.
"Apa lagi?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Kau di mana sekarang?" suara Huo Qian terdengar santai, tapi ada nada menggoda yang sudah mulai dikenalnya.
"Aku sedang bersama teman-temanku. Kenapa kau menelepon?"
"Oh, aku hanya ingin tahu apakah kau ingin mampir ke apartemenku. Aku baru saja membeli kopi impor yang sangat enak. Siapa tahu kau ingin mencobanya."
Xin Yi memutar matanya. "Tidak, terima kasih. Aku tidak punya waktu untuk hal itu."
"Kau yakin? Aku juga bisa memasak makan malam untukmu. Kau tahu, aku cukup pandai di dapur," lanjutnya dengan nada yang semakin menggoda.
Wajah Xin Yi memerah karena kesal. "Aku harus melindungi diriku dari pria mesum seperti kau!" serunya sambil menutupi bagian atas tubuhnya dengan tangan.
Huo Qian tertawa terbahak-bahak di seberang telepon. "Kau sangat lucu, Xin Yi. Aku tidak akan pernah bosan menggoda gadis kecil sepertimu."
"Aku bukan gadis kecil!" teriak Xin Yi sebelum menutup telepon dengan kesal.
Huo Qian masih tertawa setelah telepon terputus. Akhir-akhir ini, menggoda Xin Yi adalah hiburan favoritnya.
***
Malam harinya, Xin Yi pulang ke rumahnya dengan perasaan puas setelah menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Namun, senyumnya lenyap saat melihat keadaan rumahnya. Dindingnya penuh dengan coretan cat merah, tulisan-tulisan bernada ancaman seperti "Berhenti atau Mati" dan "Kau tidak pantas di sini" mencolok di bawah cahaya lampu jalan.
Tubuhnya gemetar hebat, dan kenangan kelam dari kehidupannya yang lalu kembali menghantamnya. Dia ingat bagaimana seorang fans fanatik menyerangnya hingga mati. Ketakutan itu kembali menyelimuti dirinya, membuatnya sulit bernapas.
Saat dia mencoba mengendalikan dirinya, dia merasa ada seseorang yang mengawasinya dari kegelapan. Rasa takut yang mencekam membuatnya dengan cepat meraih ponsel di tangannya dan menekan nomor Huo Qian.
Di apartemennya, Huo Qian sedang bersantai ketika telepon dari Xin Yi masuk. Melihat namanya di layar, dia tersenyum kecil. Namun, senyumnya lenyap saat mendengar suara tangisan dari seberang.
"Xin Yi? Apa yang terjadi?" tanyanya serius.
"Aku... aku takut... rumahku... ada orang yang mengawasi..." suara Xin Yi terdengar terputus-putus di antara isakannya.
Tanpa berpikir panjang, Huo Qian langsung melompat dari sofa dan melaju menuju rumah Xin Yi. Ketika dia tiba, pemandangan yang dilihatnya membuat darahnya mendidih. Xin Yi duduk di sudut halaman rumah, tubuhnya melingkar seperti bola kecil.
"Xin Yi," panggilnya lembut sambil berlutut di depannya. "Aku di sini. Kau aman sekarang."
Xin Yi mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. "Aku... aku takut, Huo Qian... Aku tidak ingin mati lagi," gumamnya.
Huo Qian memeluknya erat, mencoba menenangkan gadis itu. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu. Aku janji."
Dia segera menghubungi polisi dan asistennya untuk mengurus kejadian ini, memastikan tidak ada berita yang bocor ke media. Setelah itu, dia membawa Xin Yi ke apartemennya, memastikan dia aman untuk malam ini.
"Kau tidak bisa tinggal di sana malam ini," kata Huo Qian tegas. "Aku akan menjaga agar tidak ada yang menyentuhmu."
Xin Yi tidak membantah. Dia terlalu lelah dan takut untuk melawan keputusan Huo Qian. Dalam hati, dia merasa bersyukur memiliki seseorang yang bisa diandalkan di saat-saat seperti ini.
***
Huo Qian membawa Xin Yi ke apartemennya, membiarkannya duduk di sofa besar yang empuk. Gadis itu terlihat begitu kecil dan rapuh malam ini, sangat berbeda dari keceriaannya saat siang tadi. Wajahnya yang biasanya penuh semangat kini tampak pucat, dan matanya yang indah terlihat lelah, menyisakan jejak air mata yang belum sepenuhnya kering.
Tanpa berkata apa-apa, Huo Qian berjalan ke dapur dan kembali dengan secangkir teh hangat. Dia menyerahkannya pada Xin Yi, yang hanya memegang cangkir itu tanpa minum.
"Minumlah," katanya lembut. "Itu akan membuatmu merasa lebih baik."
Xin Yi mengangguk kecil, mencoba menyesap teh tersebut, meskipun tangannya masih sedikit gemetar.
Huo Qian duduk di sebelahnya, memperhatikan gadis itu dalam diam. Rasanya aneh bagi seorang pria seperti dia, yang biasanya tidak peduli dengan masalah orang lain, sekarang begitu terganggu oleh kesedihan seseorang. Tapi dengan Xin Yi, semuanya terasa berbeda.
Dia mengulurkan tangan, mengelus lembut rambut panjang gadis itu. Gerakannya perlahan, seolah takut membuatnya semakin takut. Tanpa sadar, dia menunduk dan mengecup keningnya dengan lembut.
Xin Yi mendongak, terkejut dengan tindakan itu. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya pelan, meskipun nada suaranya tidak terdengar marah.
Huo Qian hanya tersenyum tipis. "Aku hanya memastikan kau tahu bahwa kau aman di sini. Tidak ada yang akan menyakitimu lagi, Xin Yi."
Dia menghela napas panjang, mengalihkan pandangannya ke jendela besar di apartemennya yang memperlihatkan pemandangan kota yang gemerlap. "Aku tidak tahu kenapa, tapi saat mendengar kau menangis tadi, aku merasa... takut. Aku tidak pernah merasa seperti itu sebelumnya. Jika itu orang lain, aku mungkin tidak akan peduli. Tapi kau... kau berbeda."
Xin Yi menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang kembali mengalir. Dia tidak tahu harus berkata apa.
"Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu," lanjut Huo Qian, suaranya terdengar dingin namun penuh tekad. "Aku akan mencari tahu siapa yang melakukan ini, dan aku akan memastikan mereka tidak pernah berani mendekatimu lagi."
Xin Yi menatapnya, melihat keseriusan di wajah pria itu. Untuk pertama kalinya sejak kejadian itu, dia merasa sedikit lega. Meski hatinya masih dipenuhi ketakutan, dia tahu bahwa bersama Huo Qian, dia tidak akan sendirian.
"Terima kasih," bisiknya pelan.
Huo Qian tersenyum kecil. "Kau tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan."
Dia berdiri, mengambil selimut dari kamar dan menyelimutkan tubuh Xin Yi yang masih menggigil. "Istirahatlah. Malam ini, aku akan berjaga. Tidak ada yang akan menyakitimu lagi, Xin Yi. Aku janji."
***
Kenangan dan Kehangatan
Malam itu, Xin Yi akhirnya tertidur di sofa apartemen Huo Qian. Tubuhnya yang mungil terbungkus selimut, namun tangan kanannya tetap menggenggam erat ujung baju Huo Qian, seolah takut pria itu pergi. Huo Qian duduk di lantai di sampingnya, membiarkannya menggenggam tanpa menggerakkan sedikit pun tubuhnya. Dia hanya memandangi wajah gadis itu yang kini terlihat lebih tenang, meski ada jejak lelah di matanya.
Dalam tidurnya, Xin Yi kembali ke masa lalu.
Dia teringat kehidupan kecilnya di panti asuhan, tempat dia tumbuh tanpa kasih sayang orang tua. Tidak ada yang memeluknya saat dia menangis, tidak ada yang memberinya pelukan hangat saat dia merasa takut. Sejak kecil, dia belajar bahwa hidup adalah tentang bertahan.
Dia melakukan pekerjaan apa saja untuk mendapatkan uang tambahan—mencuci piring di restoran, membersihkan toko kecil, hingga menjadi pelayan paruh waktu di kafe. Semua itu dilakukannya tanpa keluhan. Dia tidak punya pilihan lain.
Namun, segalanya berubah ketika Sister Zheng menemukannya. Wanita itu melihat sesuatu di dalam dirinya—bakat, ketekunan, dan kekuatan yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Sister Zheng adalah orang pertama yang percaya bahwa Xin Yi bisa menjadi sesuatu yang lebih. Dia membimbing Xin Yi menjadi aktris yang dikenal dan dihormati.
Tapi bahkan dengan kesuksesannya, Xin Yi tetap merasa kosong. Dunia hiburan adalah dunia yang kejam. Dia harus terus tersenyum meskipun hatinya terluka, harus terus bekerja meskipun tubuhnya lelah. Dan pada akhirnya, dia kehilangan Sister Zheng, satu-satunya orang yang dia anggap sebagai keluarganya.
Saat ini, di tengah mimpi itu, Xin Yi merasa hangat. Tidak seperti kehangatan yang pernah dia rasakan sebelumnya, tapi sesuatu yang berbeda. Kehangatan itu berasal dari seseorang yang tidak dia duga—Huo Qian.
Dia bukan tipe pria yang mudah dipercaya, dengan sikapnya yang sering menggoda dan senyum penuh arti. Tapi di balik semua itu, Huo Qian telah menunjukkan sisi lain dirinya. Dia adalah orang pertama yang memberikan rasa aman yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Ketika akhirnya Xin Yi membuka matanya, dia melihat Huo Qian masih di sana, duduk di sampingnya dengan mata yang penuh perhatian. Dia tidak pergi, tidak meninggalkannya sendirian.
Xin Yi menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Dia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah mudah, tapi dia juga tahu bahwa dia tidak akan menyerah. Dia bukan tipe orang yang membiarkan dirinya terpuruk terlalu lama.
"Terima kasih," katanya pelan, hampir seperti bisikan.
Huo Qian menoleh, alisnya terangkat sedikit. "Untuk apa?" tanyanya dengan nada santai, meskipun senyumnya terlihat lebih lembut dari biasanya.
"Untuk semuanya," jawab Xin Yi, matanya menatap lurus ke arahnya. "Aku tidak pernah meminta bantuan siapa pun sebelumnya, tapi kau ada di sini. Itu... cukup berarti bagiku."
Huo Qian tersenyum tipis, matanya berkilat dengan sesuatu yang sulit diartikan. "Kau tidak perlu berterima kasih, Xin Yi. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan."
Xin Yi mengangguk, perlahan melepaskan genggaman tangannya dari bajunya. Dia tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang, dan tantangan yang lebih besar mungkin akan datang. Tapi malam ini, untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa dia tidak sendirian.
Dia adalah Xin Yi, gadis yang tumbuh tanpa kasih sayang, yang belajar bertahan tanpa bantuan siapa pun. Tapi malam ini, dia tahu bahwa bahkan seorang gadis kuat sepertinya bisa menerima kehangatan dari orang lain. Dan itu tidak membuatnya lemah. Itu membuatnya lebih kuat.
Duh siapa itu kak, apa bakal ada penguntit dirumah xin yi?