Kejadian tak pernah terbayangkan terjadi pada Gus Arzan. Dirinya harus menikahi gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. "Saya tetap akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, pernikahan ini harus dirahasiakan karena saya sudah punya istri."
Deg
Gadis cantik bernama Sheyza itu terkejut mendengar pengakuan pria dihadapannya. Kepalanya langsung menggeleng cepat. "Kalau begitu pergi saja. Saya tidak akan menuntut pertanggung jawaban anda karena saya juga tidak mau menyakiti hati orang lain." Sheyza menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Sungguh hatinya terasa amat sangat sakit. Tidak pernah terbayangkan jika kegadisannya akan direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih orang itu sudah mempunyai istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anotherika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Sayang," Arzan langsung turun dari mobil polisi dan menghampiri istrinya yang berdiri di bawah dekat mobil polisi.
Tanpa malu, Arzan melompat turun dan langsung menarik tubuh mungil Sheyza ke dalam pelukannya. "Ya Allah, bisa gila mas kalau kehilangan kamu Babby. Tadi mas sudah hampir lepas jantungnya karena mas pikir korban itu kamu." Ucap Arzan disela pelukannya.
Sebenarnya Sheyza malu karena beberapa orang melihat adegan romantis mereka. Tapi Sheyza juga menikmati pelukan suaminya, rasanya sangat menenangkan sekali.
"Mas lepas dulu, malu dilihat sama banyak orang," bisik Sheyza di telinga sang suami.
Arzan menggelengkan kepalanya, masih ingin memeluk istri rahasianya itu. Rasa khawatir mendominasi dirinya, takut jika istrinya lah yang menjadi korban kebakaran tadi.
"Mas, malah buat adegan drama Korea. Ini jadi lihat enggak kantong jenazahnya?" Celetuk polisi dari atas bak mobil, membuat Arzan melepaskan pelukannya. Arzan meringis melihat polisi yang masih berada di bak mobil tampak menggerutu sambil menatapnya dengan kesal.
"Tahu saya jomblo dari lahir, tapi tolong tidak usah ditunjukkan lagi dong dengan kasih drama di dunia nyata." Celetuk bapak polisi lagi.
Arzan meminta maaf sebesar besarnya karena dirinya tidak tahu juga akan melakukan hal seperti itu di tempat umum. Wajar kan khawatir dengan istrinya? Apalagi istrinya dalam keadaan hamil. Rasanya takut sekali, beruntung keadaan istrinya baik-baik saja. Ditambah pelukan bukan sesuatu yang terlalu fulgar, jadi tidak apa-apa.
"Maaf ya pak, ini istri saya. Tadi saya kira korban itu istri saya. Sekali lagi saya minta maaf, saya tidak jadi lihat." Ucap Arzan sedikit berteriak.
Arzan beralih menatap wajah istrinya yang kelihatan pucat sekali. "Sayang, kamu baik-baik saja?"
Dikatakan baik-baik saja, Sheyza tidak menampik bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. Rasanya dia masih ketakutan saat melihat kobaran api besar di sekitarnya. Beruntung Sheyza bisa keluar dan menyelamatkan diri dari gedung bertingkat itu dengan selamat tanpa terkena api sedikit pun.
Tadi Sheyza melihat suaminya ada di atas bak mobil, jadi Sheyza langsung menghampiri sang suami.
"Takut mas, tadi apinya besar banget."
Arzan tahu apa yang dirasakan oleh istrinya ini. Apalagi Sheyza baru pertama kali melihat kebakaran. Arzan menarik tangan istrinya lembut dan membawanya ke mobil miliknya.
"Kita periksa kandungan kamu ya sayang,"
Sheyza menggeleng. "Aku cuma butuh istirahat, mas." Tolak Sheyza karena rasanya Sheyza hanya ingin tidur di kasur yang empuk saja sudah cukup.
"Tidak sayang. Mas ingin memastikan keadaan kamu dan anak kita baik-baik saja." Ucap Arzan tegas. Dia melajukan mobilnya keluar dari area apartemen nya.
Sheyza menurut saja, pasrah dengan apa yang akan suami lakukan. Tak dipungkiri dirinya juga takut terjadi sesuatu pada buah hatinya, tapi dia tidak ingin merepotkan Arzan terlalu banyak karena tahu jika suaminya pasti sangat lelah sekali.
"Kita ke klinik terdekat ya. Maaf mas tidak tahu kalau apartemennya bakal terbakar,"
Sheyza terkekeh mendengar perkataan suaminya. "Mas kok gitu sih, ya mana ada yang tahu musibah kapan datangnya. Kalau udah tahu duluan apartemennya bakalan kebakaran, mungkin yang jadi korban sekarang sudah pergi dan tidak mau berada disana."
Arzan tersenyum, kepalanya mengangguk. "Iya semua rahasia Allah, Allah yang sudah menggariskan apapun yang akan terjadi. Termasuk kebakaran tadi dan juga sakitnya ummi. Oh iya kamu mau beli sesuatu dulu?" Tanya Arzan saat mereka melewati beberapa pedagang yang ada di pinggir jalan.
Mata indah milik Sheyza menatap sekeliling pedagang pinggir jalan. Tangannya terulur mengelus perut yang masih rata itu. Lalu setelahnya kepalanya menggeleng samar. "Enggak mas, aku cuma pengen istirahat aja."
"Yaudah, setelah dari klinik kita langsung ke hotel saja kalau begitu." Ucap Arzan dan dijawab anggukan oleh Sheyza.
Beberapa jam setelahnya, mereka sudah sampai di hotel yang dipesan oleh Arzan. Kandungan Sheyza juga baik-baik saja kata dokter di klinik tadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sheyza hanya syok dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Dokter juga sudah meresepkan beberapa vitamin untuk dikonsumsi Sheyza.
Arzan tidak sedikit pun meninggalkan istrinya. Entah kenapa rasa takut terus menghantui pikirannya. Bahkan Arzan sampai semalaman tidak tidur hanya karena menunggui istrinya yang tertidur. Bayang-bayang kebakaran tadi terus berkelebat di dalam kepalanya. Andai tadi istrinya yang menjadi korban, entah akan seperti apa kehidupan Arzan nantinya .
Ponsel yang terus berdering juga di abaikan begitu saja oleh Arzan. Arzan hanya fokus menatap sang istri yang terlelap. Setelah makan malam, entah kenapa Sheyza langsung tertidur nyenyak sekali.
Tadi sebelum ke hotel, Arzan juga sempat membelikan beberapa potong baju di sebuah butik yang mereka lewati.
"Eghh," Sheyza melenguh, perlahan kedua bola matanya terbuka. Matanya menyipit menyesuaikan cahaya yang masuk, ditambah keberadaan suaminya yang entah sejak kapan menatap dirinya.
"Ada yang sakit, Babby? Atau kamu butuh sesuatu??" Tanya Arzan.
Sheyza menggeleng. "Jam berapa sekarang?"
"Jam enam sayang."
Mata Sheyza terbelalak mendengar sekarang sudah jam enam. "Hiss aku tidur lama banget, jadi telat sholat kan! Tapi aku capek banget mas rasanya,"
"Tidak apa-apa, nanti di qadha shalatnya ya. Sekarang mau makan atau mandi dulu?" Tanya Arzan lembut sembari mengusap lembut puncak kepala Sheyza.
"Aku mau mandi dulu terus sholat, baru setelah itu makan."
Arzan mengangguk pelan, mengecup pelipis istrinya dan membiarkan Sheyza berlalu ke dalam kamar mandi.
***
"Aku bisa ngurus ummi Abah. Tidak masalah juga kalau nanti aku kuliah sambil ngurus ummi," ucap Nabila pada kyai Rofiq.
Setelah ummi Zulfa dinyatakan lumpuh sementara dan akan menjalani pengobatan, kini Nabila dan kyai Rofiq bingung bagaimana mengurus ummi Zulfa karena keduanya sama-sama memiliki kesibukan.
Kyai Rofiq menggelengkan kepalanya. "Kamu sibuk Bila, Abah tahu bagaimana sibuknya kamu. Bahkan setelah selesai dari kampus kamu masih punya jadwal mengajar di pesantren."
Nabila menghembuskan nafasnya berat. Apa yang dikatakan abahnya benar, dirinya memang sesibuk itu. Misal hari libur kuliah pun Nabila tetap memiliki jadwal di pondok pesantren dengan para santri.
Nabila tampak berpikir. "Oh iya, kan ada mbak Anisa bah, mbak Anisa pasti bisa menjaga ummi. Iya kan mbak?" Tanya Nabila menoleh ke arah Anisa yang tengah duduk di sofa.
Kyai Rofiq ikut menoleh ke arah menantunya.
Anisa yang mendengar perkataan Nabila langsung melotot. 'ck, malas sekali disuruh jagain orang tidak berguna begitu.' batin Anisa kesal.
Padahal Anisa sudah tidak ikut nimbrung pembahasan Nabila dan kyai Rofiq, tapi tetap saja dirinya yang kena imbasnya. Masa iya dirinya harus jagain orang lumpuh??