Akibat trauma masa lalu, Chaby tumbuh menjadi gadis yang sangat manja. Ia hidup bergantung pada kakaknya sekaligus satu-satunya keluarga yang peduli padanya.
Di hari pertamanya sekolah, ia bertemu dengan Pika, gadis tomboi yang mengajaknya loncat pagar. Kesialan menimpanya, ia tidak tahu cara turun. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Disaat yang sama, muncul pria tampan bernama Decklan membantunya turun.
Decklan itu kakaknya Pika. Tapi pria itu sangat dingin, dan suka membentak. Tatapan mengintimidasinya selalu membuat Chaby menunduk takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
"Kak, Chabynya gimana?"
Tanya Pika menatap kakaknya.
"Lu gendong aja ke bawah." sahut pria itu tidak jelas dan kembali membaca bukunya.
Perkataan itu seolah mengisyaratkan bahwa Chaby hanya tertidur dan Pika tidak perlu khawatir. Gadis itu kembali bersiap-siap untuk menggoyang-goyangkan badan Chaby lagi tapi ucapan Decklan membuatnya terhenti.
"Percuma lo bangunin, dia gak bakalan bangun." katanya datar, adiknya itu benar-benar tidak belajar dari pengalaman.
Pika menghentikan niatnya dan melirik kakaknya lagi.
"Terus gimana dong? Kakaknya udah nungguin dibawa." tanyanya bingung.
"Gak ada hubungannya sama gue." balas Decklan masa bodoh. Pika mengerucutkan bibirnya.
"Ihh kakak, bantuin dong gendong Chaby ke bawah, aku kan gak kuat." ujar gadis itu lagi dengan nada memelas. Decklan mendengus pelan. Enak saja nyuruh-nyuruh.
"Males, cari akal sendiri. Gak usah nyusahin gue." balasnya lagi kemudian berdiri. Ia memilih keluar ke balkon samping kamarnya. Menikmati udara segar.
Pika merutuk melihat kepergian kakaknya itu. Dasar manusia batu. Tidak punya rasa kemanusiaan, cocoknya hidup di kutub selatan tuh cowok kayak begitu.
Matanya berpindah menatap Chaby lagi. Ia menghembuskan nafas panjang, terpaksa ia harus turun memberitahu kakaknya tuh cewek. Belum sampai dua menit gadis itu sudah ada di ruang tamu rumah mereka. Ia tersenyum kikuk ketika Danzel menatapnya dengan mata indah itu. Hitam pekat, sama seperti yang dimiliki Chaby.
"Mana Chabynya?" tanya pria itu, pandangannya melirik kekanan-kiri berharap adiknya segera muncul didepannya.
"Chabynya ketiduran kak, dari tadi aku bangunin tapi nggak bangun-bangun."
Ia menjawab seadanya. Ia takut bercerita tentang peristiwa alergi yang dialami Chaby tadi, bagaimana kalau ia kena marah.
"Dimana kamarnya?" tanya Danzel kemudian.
"Diatas, ayo kak." sahut Pika mengajak Danzel naik keatas. Pria itu mengikutinya dari belakang.
Danzel mendekati Chaby yang terlelap di atas kasur masih lengkap dengan seragamnya. Ia mengusap wajah adiknya itu lembut dan dalam hitungan detik ia sudah menggendong gadis itu. pandangannya berpindah ke Pika.
"Maaf kalo Chaby ngerepotin ya." ucapnya
"Nggak kok kak, sama sekali nggak ngerepotin." balas Pika tersenyum senang.
"Kamu sendirian di rumah?"
"Adek aku udah tidur, mama lagi arisan sama temen-temennya, kalo kak Decklan...." mata Pika beralih ke arah balkon sebentar.
"Kak Decklan lagi bikin PR di kamarnya." bohongnya. Bisa-bisa Chaby nggak dikasih ijin main ke rumahnya lagi kalau pria itu tahu kamar itu punya kakaknya.
Danzel mengangguk-ngangguk mengerti.
"Salam aja buat mereka yah." ucap pria itu lagi lalu beranjak keluar dari kamar sekaligus pamit pulang ke Pika.
Dari balkon kamarnya, Decklan bisa melihat jelas sosok pria yang tengah menggendong Chaby. Ia mengamati setiap gerak-gerik pria itu yang memperlakukan adiknya dengan amat hati-hati sampai masuk kedalam mobil.
Hal itu membuktikan bahwa pria itu sangat sayang dan amat menjaga adiknya, tidak seperti dirinya yang malah malas melihat adiknya sendiri. Bukan karena benci. Ia sebenarnya menyayangi kedua adiknya, tapi ia terlalu gengsi buat nunjukin. Mereka juga terlalu rusuh dan sering sekali membuat ketenangannya hilang. Pandangannya terus menatap ke bawah sampai mobil yang dikendarai Danzel menghilang.
Paginya di sekolah Pika ingin mengomeli Chaby tapi wajah tampan kakaknya Chaby terngiang-ngiang dikepalanya. Jadinya ia malah bicara tentang kakak gadis itu.
"Kok lo nggak bilang kalo kakak lo ganteng banget sih?" bisik Pika ke Chaby. Sudah sejak tadi mereka sampai di sekolah.
"Kan kamunya nggak nanya." balas Chaby polos.
"Ckckck, dasar lo." decak Pika malas.
"Oh iya, sekali lagi lo boongin gue kalo lo nggak alergi ayam, awas aja lo." ancamnya saat mengingat kejadian semalam.
Chaby menyengir lebar
"Abisnya ayam buatan mama kamu enak banget." ucapnya.
"Ckck, untung ada kak Decklan, kalo nggak tamat lo, mati." Pika menekan kata mati.
Raut wajah Chaby seketika berubah.
"Pika jangan nakut-nakutin gitu dong." ucapnya merinding.
"Ih, bener tahu."
Chaby mengerucutkan bibirnya sebal.
Kelas X7 yang tadinya ribut seperti pasar kini berubah tenang ketika seseorang masuk. Yang masuk adalah Bara kakak kelas mereka, salah satu cowok tampan sekolah yang di idam-idamkan oleh banyak kaum hawa. Sikap dingin dan sarkasnya mampu membuat kelas yang riuh tadi berubah tenang. Kebanyakan cewek-cewek penghuni kelas itu berbisik-bisik mengagumi wajah tampan seorang Bara.
"Hari ini pelajaran olahraga kalian bareng kelas XII 2, sekarang ganti baju, pak Santo nunggu dilapangan." katanya to the point.
Suaranya berat dan terdengar tegas. Setelah itu ia berbalik keluar.
Kepergian Bara membuat para cewek melompat kegirangan. Bagaimana tidak, kelas XII 2 adalah kelas paling terkenal di sekolah itu karena di dalamnya rata-rata adalah siswa-siswi populer. Mungkin hanya Pika dan Chaby yang biasa-biasa saja mendengar pelajaran olahraga mereka digabung.
"Ketemu lagi deh sama manusia batu." ucap Pika malas. Chaby mengernyit bingung mendengarnya.
"Manusia batu?"
"Ntar lo tahu sendiri maksud gue. Yuk ganti baju."
Pika bangkit dari bangkunya.
Sepuluh menit kemudian semua anak kelas X7 sudah berbaris rapi dilapangan. Di sebelah kiri mereka berbaris kelas XII 2.
"Liat tuh kak Decklan ganteng banget gilaaa.." Seru Nindy salah satu teman sekelas Pika dan Chaby. Tapi ia terlalu sombong dan lebay.
"Kak Bara sama kak Andra juga ganteng bangeeet." tambah Lila teman se genk Nindy.
"Pokoknya salah satu dari mereka harus jadi pacar gue."
Kata Nindy lagi dengan percaya diri. Pika memutar bola matanya jengah mendengar pembicaraan tidak berfaedah itu.
"Heh, lo semua tuh sekolah buat belajar apa mau cari jodoh sih?" tukasnya kesal. Apalagi salah satu cowok yang mereka bicarakan itu adalah kakaknya, ia tidak mau kakaknya berhubungan dengan cewek macam begitu. Mending Chaby kemana-mana.
"Kok sewot sih." balas Nindy sinis.
"Iyalah sewot, sakit tahu kuping gue dengerin obrolan nggak berkelas kalian." kali ini suara Pika kedengaran sampai ke seluruh lapangan.
Dibarisan kelas dua belas, Andra menyenggol Decklan.
"Adek lo tuh." gumamnya pelan.
Decklan meliriknya gondok, ia memang sudah tahu itu suara Pika. tuh cewek, dimana-mana selalu saja buat onar. Suaranya toa banget pula.
Matanya menghadap ke samping mencari-cari keberadaan Pika yang masih bersiteru dengan beberapa teman sekelasnya itu. Sangat kekanakan. Batinnya. Pandangannya berpindah ke seorang gadis lainnya yang berbaris di sebelah Pika.
Chaby
Ia ingat sekali nama itu. Berbeda dengan Pika yang sibuk bersiteru dengan teman-teman sekelasnya, gadis itu malah terlihat sibuk sendiri. Kali ini ia mengikat tali sepatunya. Gadis itu lalu cepat-cepat berdiri saat pak Santo memberi instruksi pada semuanya untuk berbaris teratur.
😭😭😭😭😭😭