Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kado terakhir
" ma pulang dari toko boleh aku menjenguk teman yang lagi sakit. " izin Zahra pada sang mama namun dia tidak mengatakan siapa yang ingin di jenguk.
" Boleh asal pulang nya jangan Kemaleman. "
Zahra pun meng iya kan.
Dan seperti biasa dia kemana mana dengan aulia kali ini pun dia bersama aulia, awalnya Zahra tidak ingin mengajak aulia tapi teman nya itu sudah filing kalau Zahra akan ke rumah sakit menjenguk Wahyu.
Wahyu telah menjalani operasi tadi malam dan salah satu keluarga nya memberi kabar kalau operasi berjalan lancar hanya saja Wahyu sedang memerlukan donor darah karena saat operasi kemarin Wahyu kehilangan banyak darah. Dan ternyata Zahra bilang ingin mendonorkan darahnya karena kebetulan golongan darah mereka sama yaitu O. Setelah sampai dirumah sakit Zahra mengikuti prosedur untuk men cek kesehatan nya terlebih dahulu untuk memastikan dia bisa mendonorkan darahnya atau tidak. Aulia yang tidak diberi tahu Zahra sebelum nya pun terkejut dan sempat tak mengizinkan Zahra.
" Zahra kamu serius." Aulia meyakinkan.
" Udah nggak papa. Tapi tolong jangan beri tahu keluarga aku ya. " pinta Zahra.
Aulia pun tak bisa berbuat apa apa karena teman nya itu sudah yakin dengan keputusan nya, dia hanya mendampingi dan menemani sampai semua nya selesai.
" Zahra... Terima kasih banyak. Ibu sangat berterima kasih. " kata ibunda Wahyu setelah semua selesai.
" iya Bu... " ujar Zahra.
Ibunda Wahyu sangat bersyukur dan sesekali mengelus tangan Zahra berterima kasih.
" Bu ... Boleh aku titip sesuatu. " ujar Zahra.
Dia mengeluarkan kotak cincin pertunangan dia dengan Wahyu dan meletakkan ke tangan ibu nya Wahyu.
" kenapa ini Zahra." beliau masih bingung.
" Ini kalian berikan pada saya sebagai pengikat hubungan kami, karena semua sudah berakhir saya kembalikan ke tempat asalnya. " ujar Zahra lembut namun sebetulnya sangat berat dalam hati nya.
" kenapa begini nak Zahra? Ibu kira kamu mau menerima Wahyu kembali dan melanjutkan semua nya."
semua tentu saja terkejut begitu pula dengan Aulia yang benar benar tidak tau tentang ini karena Zahra tidak bercerita apa pun sebelum nya. Karena keluarga sudah memberi tahu kondisi Wahyu dan beberapa hari ini Zahra bolak balik rumah sakit menengok Wahyu mereka pikir semua bisa diperbaiki dan Zahra menerima Wahyu kembali.
" Apa kamu tidak bisa mema'af kan anak kami Zahra? Tolong ibu minta ma'af... " beliau sangat memelas.
" saya sudah mema'af Bu." kata Zahra.
" lalu kenapa kamu mengembalikan ini semua?."
" saya pikir mungkin saya memang tak bisa bersama mas Wahyu. Pernikahan bukan sebuah permainan, jika memutuskan untuk menikah berarti kita memutuskan untuk hidup bersama orang itu dan menghadapi semua bersama."
" Tapi mas Wahyu tak mengizinkan saya menjadi bagian dari itu. Dia menyembunyikan semua nya dari saya... Saya tau niat dia untuk tidak menyakiti saya tapi itu artinya dia tidak percaya dengan saya untuk melewati nya bersama."
Zahra pun mengungkapkan semua isi hati nya, kali ini tanpa air mata tapi justru orang disekitarnya yang tak kuasa menahan air mata bahkan Aulia teman nya sendiri.
" saya takut suatu saat saya pun sakit. Lalu apa saya juga harus menyembunyikan nya dari mas Wahyu? Ma'af Bu saya tidak bisa ... Saya ingin seseorang yang menerima saya apa ada nya."
Mendengar itu Aulia makin menetes kan air mata nya. Dia tau Zahra orang yang kuat sebelum bisa melakukan ini pasti dia sendiri sudah bergulat dengan perasaan nya sendiri dia tidak tega jika yang dikatakan sahabat nya itu terjadi. Menjadi seorang wanita memang harus kuat tapi mereka juga perlu pundak sebagai sandaran mereka. Dan sekarang Aulia mengerti dan menghargai keputusan Zahra.
...----------------...
Pulang dari rumah sakit Zahra dan aulia singgah untuk makan di pinggiran jalan sekalian rehat sebentar.
" Aulia makasih ya kamu udah mau menemani aku kemana mana. "
" emang dari dulu juga gitu kan kita. " kata Aulia tertawa.
" kenapa kamu mengembalikan semuanya. " tanya aulia.
" ya biar semua nya tuntas." sahut Zahra.
" aku pikir kamu mau balikan sama Wahyu pas dia udah sembuh. "
" Dia yang sembuh patah hatiku belum sembuh. " kata Zahra sambil bercanda tapi candaan yang memang benar ada nya.
" aku mempertimbangkan semuanya. aku nggak boleh mikirin diri aku sendiri tapi juga harus ingat bagaimana keluarga aku di kecewakan. Kalau aku menerima dia lagi... Apa semua anggota keluarga ku juga bisa menerima nya lagi? Terutama Shafa yang sangat marah. " cerita Zahra pada Aulia.
Aulia mengangguk mendengar penjelasan Zahra.
" Tapi kamu benar ko Zahra.
malahan aku yang nggak nyampe mikir kesana. Orang bilang menikah itu menyatukan dua hati dan dua keluarga."
" Aku bisa terima alasan dia tak memberi tahuku, tapi aku juga punya alasan kenapa tidak bisa menerima dia lagi.
Aku baru sadar prinsip kami berbeda, bagi dia cinta itu dengan tidak membuat orang yang dia cintai menderita karena nya tapi bagi aku cinta itu kita jalani semua nya bersama berbagi suka maupun duka."
" Ah kamu ini membuat aku jadi takut nikah. " gerutu Aulia.
" masa.. Bukan nya kamu yang kemarin bilang bakalan nyusul aku tahun ini juga pas tau aku mau nikah. " ejek Zahra.
Mengingat itu mereka berdua pun tertawa.
Meski semua punya alasan tetap semua harus diselesaikan, Zahra tidak ingin berlarut larut dalam kesedihan. Meski luka hati nya tak sepenuhnya sembuh dia hanya ingin melanjutkan hidup dan tak berdiam diri terus menerus meratapi hal yang sudah ditakdirkan. walaupun sulit bagi nya tapi dia harus memulai semua nya kembali. Semuanya pelajaran berharga ini tak mungkin akan bisa dia lupakan, trauma percintaan mungkin membekas dengan jelas tapi tak mengapa dia tidak ingin memikirkan hal apa pun lagi selain maju kedepan.
Sepulang nya kerumah Zahra dan keluarga berkumpul dia ruang keluarga sambil menonton TV dan memakan camilan.
" Abah. Zahra boleh mondok lagi nggak? Atau kalau tidak Zahra nerusin kuliah? "
Zahra minta pendapat dan persetujuan.
" mondok? Dimana? " tanya Abah langsung.
" ya dimana yang Abah izinkan. Ditempat kak Yusuf juga nggak papa bah. " sahut Zahra.
" terus kamu ngajar disini gimana?" tanya sang mama.
" ya istirahat dulu ma... Kan sekalian mau ngelanjutin kuliah nambah ilmu nya dulu. " kata Zahra lagi.
Dan kedua orang tua Zahra pun bisa membaca bahwa anak mereka ini seperti nya ingin menenangkan diri dengan pergi ketempat yang jauh dari kota nya, mungkin dia ingin melupakan kejadian tempo hari dan memulai ditempat yang baru.
" nanti Abah bicarakan dulu dengan kakak mu " kata Abah memberi jawaban.
Zahra pun senang karena respon orang tua bagus.