NovelToon NovelToon
PLAY ON

PLAY ON

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers
Popularitas:96.6k
Nilai: 5
Nama Author: Tris rahmawati

Auriga tidak menyadari dia sedang terjebak dalam sebuah masalah yang akan berbuntut panjang bersama Abel, gadis 18 tahun, putri temannya yang baru saja lulus SMA.

Obsesi Abel kepada Auriga yang telah terpendam selama beberapa tahun membuat gadis itu nekat menyamar menjadi seorang wanita pemandu lagu di sebuah tempat hiburan malam. Tempat itu disewa oleh Mahendra, ayah Abel, untuk menyambut tamu-tamunya.
“Bel, kalau bokap lo tahu, gue bisa mati!” Kata Ode asisten sang ayah tengah berbisik.
“Ssst...tenang! Semuanya aman terkendali!” Abel berkata penuh percaya diri.
“Tenang-tenang gimana? Ini tempat bukan buat bocah ingusan kayak elo!”
“Dua hari lagi aku 18 tahun! Oh my God, gatel ya,Mahen!Lo ya, ganjen banget! Katanya nggak mau nikah lagi tapi ani-aninya seabrek!" Umpat Abel pada sang papa.

***
Di satu sisi lain sebuah kebahagiaan untuk Auriga saat mengetahui hubungan rumah tangga mantannya tidak baik-baik saja dan tidak bahagia dia pun kembali terhubung dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tris rahmawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29 Caught!

Di tengah acara yang berlangsung dengan meriah, tiba-tiba terdengar suara berisik dari arah tengah ruangan.

Brak!

Sebuah lampu hias gantung jatuh ke lantai, memecah suasana hangat dengan kekagetan. Semua tamu sontak berdiri dari kursi masing-masing, menoleh ke arah sumber suara dengan wajah bingung dan cemas.

"Ada apa?"

“Ada apa itu?” tanya salah seorang tamu.

“Papa, lihat itu! Ada perempuan pingsan!” seru Arabella panik sambil menunjuk ke arah wanita yang tergeletak di lantai, mengenakan gaun malam yang mencolok.

Mahendra langsung menginstruksikan staf restoran untuk memeriksa keadaan, tetapi Abel yang ikut melangkah maju tiba-tiba terhenti. Napasnya tercekat. Matanya melebar saat melihat wanita yang tergeletak di lantai. Gaun itu... tatanan rambut itu... semuanya persis sama.

Seperti kilas balik yang menyerang, kenangan malam di bar tempo hari kembali menyeruak ke pikirannya. Saat dia pingsan, mengenakan gaun yang sama, dan sebuah lampu juga jatuh mengenainya. Bahkan, seorang pria yang kini menghampiri wanita itu sekarang—membantunya berdiri juga mengenakan setelan yang sama dengan pria yang menolongnya malam itu.

Abel memutar kepala perlahan, seolah memastikan kecurigaannya. Dia mencari sosok Auriga, dan di ujung meja, pria itu berdiri dengan santai, menatap Abel dengan tatapan penuh arti. Senyumnya merekah tipis, seperti seorang pemenang yang telah menyiapkan jebakan dengan sempurna.

Kedua mata mereka bertemu.

Wajah cantik Abel pucat pasi, tubuhnya terasa dingin. Ia tahu persis apa arti tatapan itu. Auriga mengangkat alisnya, menyeringai dengan sikap arogan. Bibirnya bergerak tanpa suara, tetapi Abel dapat membaca pesan itu dengan jelas:

"You've been caught, lollipop girl! I win!"

(Kamu sudah tertangkap, gadis lolipop! Aku menang!)

Abel terbelalak. Napasnya tak beraturan. “No... tidak mungkin gue di jebak...” gumamnya pelan sambil menutup wajah dengan tangan, mencoba menyembunyikan ekspresinya yang panik. Namun segalanya sudah terlambat. Reaksi itu adalah bukti yang dibutuhkan Auriga sebuah konfirmasi yang tak terbantahkan.

Keributan masih berlangsung, tamu-tamu sibuk membantu wanita pingsan itu, tetapi Abel tidak bisa bertahan di sana lebih lama. Kepanikannya memuncak.

Dia memutar tubuh, menerobos kerumunan dengan langkah tergesa-gesa. Pikirannya kacau, wajahnya memerah, dan jantungnya berdetak begitu kencang. Auriga bukan orang biasa. Dia licik, pintar, dan yang terburuk dia selalu menang.

"Benar-benar salah bermain-main? Arabella habislah kau?” batin Abel sambil terus melangkah, mencari tempat untuk bersembunyi dari tatapan semua orang.

 Namun jauh di sudut ruangan, Auriga hanya memandangnya dengan seringai yang semakin lebar, puas karena rencana yang dia susun dengan sempurna akhirnya membuahkan hasil.

Abel terus mencari-cari Ode, tetapi pria itu benar-benar seperti menghilang ditelan bumi. “Slay katanya,” gumamnya kesal sambil menggertakkan gigi. “Santai aja katanya. Mana buktinya? Dia malah hilang entah kemana!”

Kedua tangannya bergetar. Auriga bukan tipe orang yang bisa dianggap remeh, itu sudah jelas. Pria itu terlalu pintar untuk tidak mempertimbangkan setiap kemungkinan. Semua yang terjadi malam ini pasti sudah dirancang dengan matang.

Abel merasakan tekanan yang begitu besar. Dia paham bahwa kejadian yang dia buat saat itu di bar kala itu, dengan segala tipu muslihatnya benar-benar telah menyusahkan Auriga. Waktu pria itu terbuang sia-sia, bukan hanya waktu, tetapi juga uang, tenaga, dan kesempatan yang mungkin seharusnya bisa digunakan untuk hal-hal lebih penting.

Perasaan bersalah dan ketakutan menguasai dirinya. Auriga jelas tidak akan membiarkan ini begitu saja.

Abel akhirnya memutuskan untuk naik ke rooftop. Langkahnya berat, seolah ada beban di setiap langkahnya. Sampai di sana, syukurlah, tidak ada siapa-siapa. Dia bisa bersembunyi sejenak dari semua kekacauan di bawah.

Angin di rooftop bertiup kencang, membuat rambutnya yang tergerai berantakan. Abel memeluk dirinya sendiri, menggigil karena dingin dan ketakutan yang menggulung di dadanya. Sambil menggigit jemarinya, dia berdiri menepi, menatap langit malam yang gelap.

“Ya Tuhan...” bisiknya lirih. “Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kapan acara ini selesai? Aku nggak sanggup lagi... Aku takut sekali...”

Hatinya berdebar hebat, sementara pikirannya terus mencari cara untuk keluar dari situasi ini. Tapi semakin dia memikirkannya, semakin dia merasa terperangkap. Auriga bukan hanya seorang pria biasa dia adalah seseorang yang tahu cara bermain, dan yang lebih menakutkan, dia selalu tahu cara memecahkan masalah.

Tiba-tiba langkah sepatu yang mendekat terdengar di tengah kesunyian malam di rooftop. Abel awalnya mengira itu hanya suara pintu berderit tertiup angin, tapi kemudian suara deheman yang familiar membuatnya tersentak.

Auriga.

“Matilah!" kata Abel tiba-tiba.

"Mati?" katanya dengan nada datar namun menusuk, “menurut kamu, mana yang lebih baik? Mati ketakutan atau mati kedinginan?”

Abel menoleh dengan cepat. Wajah pria itu terlihat seperti biasa tenang namun penuh ancaman terselubung, dihiasi smirk yang membuat bulu kuduk berdiri. Dia berusaha keras mengatur napas dan menyusun kata-kata. “Maksudnya? Om bicara sama aku?”

Auriga tersenyum, tajam dan menyebalkan. “Terus saja berakting, sampai kamu lelah sendiri. Sudah cukup lucu di dalam tadi. Kamu pikir saya nggak lihat? Dan, oh, sebagai tambahan…” Dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memperlihatkan sehelai rambut. “…pelukan singkat di lift tadi ternyata berguna juga.”

Abel terdiam, matanya membulat. Itu… rambutnya? Bagaimana mungkin?

“Om bicara apa? Aku nggak ngerti…” katanya gugup, melangkah mundur dengan tubuh bergetar.

“Kamu sehat?” tanya Auriga dengan nada mengejek. “Kepalamu masih sering sakit? Atau itu Cuma sakit yang saya tahu alasannya?”

“Om…” Abel menelan ludah, mencoba mencari keberanian di tengah ketakutannya. “Aku nggak ngerti maksudnya! Om ini kenapa sih? Kayaknya sejak pertama ketemu, Om terus-terusan bertingkah aneh. Om punya masalah sama aku?”

Auriga tertawa pelan, tatapannya semakin tajam. “Masalah? Mungkin. Atau lebih tepatnya, kamu yang bikin masalah.

Dia melangkah lebih dekat, dan Abel, secara refleks, terus mundur.

“Kenapa menjauh? Bukannya waktu itu justru ingin mendekat?”

Abel merasa semakin terpojok. “Apa maksudnya? Om membingungkan!Mendekat untuk apa? Aku… aku mau masuk ke dalam. Om Aneh!” Langkahnya terhenti ketika aroma parfum pria itu mulai menguasai udara di sekitarnya, membuatnya semakin gugup.

“Masuk?” Auriga menaikkan alis, nadanya penuh sindiran. “Ayo. Saya yakin Pak Mahen bakal senang dengar cerita saya.”

“Cerita apa?! Om maksudnya apa sih?!” suara Abel mulai meninggi, penuh kepanikan.

Auriga akhirnya menghentikan langkah Abel di dekat pembatas rooftop. Dia menatap Abel lekat-lekat, membuat gadis itu kehilangan keberanian untuk mengalihkan pandangan. “Sekarang pura-pura jadi anak Papa bukan anak hilamh? Mau dijelaskan secara halus, kasar atau mungkin bisikan?” Katanya mengejek.

Dia lalu mengeluarkan rambut dari sakunya dan memutar-mutarnya di depan wajah Abel. “Jika hasil ini cocok dengan sesuatu yang saya punya, kamu siap-siap.”

Abel merasa napasnya tersangkut di tenggorokan. Dia nyaris tidak bisa berbicara. “A-apa itu? Kenapa rambut aku… Om mau ngapain? Mau nyantet aku? Biar kejar-kejar om? ” katanya, suara gemetarnya tidak tahu lagi harus bicara apan sudah habis kata-kata.

Auriga tertawa keras, membuat Abel semakin malu. “Nyantet? Boleh juga. Kejar-kejaran saya? Bukannya udah pernah? Nggak seru kan? Ya nggak enggaklah, Harimau kok di kejar."

Wajah Abel memerah. Dia ingin membalas, tapi tidak ada kata yang keluar dari mulutnya.

Kring!

kring!

Tiba-tiba, ponsel Auriga berbunyi keras, memecah ketegangan. Pria itu merogoh sakunya dengan santai.

Abel melihat ini sebagai kesempatan besar untuk kabur, tetapi sebelum dia sempat bergerak, tangan Auriga dengan cepat meraih lengan Abel

“Jangan coba-coba lari,” katanya dengan nada rendah namun tegas. “Kalau kamu pergi, saya pastikan semuanya hancur malam ini.”

Abel berhenti, menggigit bibir bawahnya. “Aku nggak ngerti. Om… bongkar aja! Apa maksud semua ini?!” katanya dengan suara nyaris berbisik, tapi dia tetap diam, membiarkan tangannya ditahan Auriga, seperti pria itu memegang kendali penuh atas situasi ini.

Auriga menjawab panggilan di ponselnya. Wajahnya berubah serius. “Apa? Jatuh dari lantai atas di mana ayahnya? Tidak sadarkan diri? Ada di mana dia? Oke, saya akan kesana sekarang.”

Auriga menutup telepon dan melepaskan tangan Abel. Sebelum pergi, dia menatap Abel sekali lagi dengan lekat-lekat Abel bisa merasakan aroma napasnya yang begitu segar dengan jarak mereka yang membuat gadis itu gemetar.

 “Happy birthday. Hadiahnya sudah saya kirim lewat email.”

Auriga lalu melepaskan tangan Abel dan melangkah pergi dengan terburu-buru, meninggalkan Abel yang masih berdiri terpaku di tempatnya, merasa lebih bingung dan takut daripada sebelumnya.

OH MY GOD!

Abel mendadak terduduk di lantai rasanya dia butuh oksigen dan transfusi darah saat ini.

1
Mayha Grizelle
owh no i want more ka tris😅😂. sedikit amat update nya🥲
Novia Isk
huaaa aku mau baca ulang ini ,marathin mau sholat magrib dulu,kak Tris sayang okeee nambah ya buat temen malam Minggu ✌️🥰
Novia Isk
lah kamu kan udh pingsan bel🙈😆
Novia Isk
masih sempet" nya jwab kamu bel ,yg sini baca udah tegang tauu🤣🤣🤣
lyani
aku sih yessss
lyani
cieee
SasSya
mari bergandengan tangan menapaki jalan...

dan om Riga
harus tegas dong sama mbk jendes yg masih ngarep
biar tenang hati neng Arabella
IkaNaya☪️
yes yes yes dong gitu bel,
Andriani
suka cerita mu kk... tapi up banyak donk biar kasih kopi...
Sunny Sunshine
lagi lagi kkk
SasSya
mekrok itu hidungnya Abel 🤭
SasSya
heeyyyyyyyyyyh
jangan cari gara2 bellll
mulut dan hati tak sama
nanti nangeeeessssss
hallllaaaaaaahhhhhhh 😆
SasSya
hahahaha
😂😂😂🤣🤣
malu Ndak beeeelllll
Ririn Sindi Noveri
kak tris emng terbaik, semua novel nya luar biasa, udh pindah sana sini ttp ku ikutin 👍🤘
SasSya
Aaaaaaaaaa
wkkkkkkkkkkk
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣😂😂🤣🤣🤣🙆🏻‍♀️
SasSya
😆😆😆😆
saking shyok nya za beeeeeellll
Erna Mustofa
berasa dikit banget kak tris, padahal udah panjang banget yaa, gak sabar kelanjutannya 😂😍
lie leny
boleh donk buba triole up.. hahaha
Ana💞
sekarang cepat selesaikan masalah dengan papa Mahendra
Anita Anggraeni
gemesss, plis up lagi buba 🩷🩷🩷🩷
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!