Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Lima
Malam harinya, saat makan malam, Naura keluar dari kamar. Dia melihat di meja makan telah duduk Weny dan ibu mertuanya. Di meja telah tersedia berbagai makanan. Sepertinya semua pesanan dari salah satu restoran.
Melihat kedatangan Naura, mama mertuanya langsung memasang wajah masam. Jelas sekali rasa tak sukanya. Namun, Naura tak peduli, dia tetap duduk di samping Weny.
"Hai, jangan duduk di sana! Itu untuk Alex, pindah kamu!" usir Ibu Rini.
Dahi Naura berkerut mendengar ucapan ibu mertuanya. Dia merasa ada yang salah, tapi untuk membantah, perlu argumen yang kuat karena ibu Rini pasti punya berbagai alasan dan jawaban.
"Kenapa aku yang harus pindah, Bu? Weny sebagai tamu lah yang seharusnya tau diri. Ini kursi aku dan suami. Dia bisa pindah duduk ke samping ibu!" ujar Naura.
"Lancang sekali omonganmu! Apakah kamu belum mengerti juga, rumah ini milik putraku, jadi dia yang berhak menentukan siapa dan dimana tamunya duduk. Kamu ini selalu saja iri dengan Weny. Tapi emang pantas sih, Weny lebih segalanya dari mu!" seru Ibu Rini.
Naura tersenyum simpul mendengar ucapan ibu mertuanya. Dia menarik napas dalam untuk meredakan emosi. Tak ingin penyakitnya makin parah dan berakibat tak baik untuk kesehatan bayinya.
"Rumah ini milikku, Bu. Di beli papa saat aku masih gadis. Aku harap ibu jangan pura-pura bodoh!" kata Naura, membuat ibu mertuanya tampak terkejut. Mungkin tak menyangka jika menantunya akan berkata demikian.
Alex yang telah segar sehabis mandi dan kelihatan telah rapi, berjalan menghampiri meja makan. Belum sempat pria itu duduk, sang ibu langsung mengadu untuk memprovokasi putranya.
"Lihat istrimu ... apa kamu tak pernah mengajarinya untuk bicara sopan santun pada yang lebih tua? Seenaknya mengatakan ibu bodoh. Apa karena Ibu hanya menumpang di rumahmu ini?" tanya Ibu Rini dengan suara pelan dan memelas, dengan raut wajah sedih agar Alex percaya ucapannya dan memberikan pelajaran untuk istrinya.
"Benar apa yang ibu katakan itu?" tanya Alex dengan suara keras.
Weny tampak tersenyum ke arah ibu mertuanya. Seakan senang melihat Alex yang mudah tersulut emosinya.
"Aku tak mengatakan ibu bodoh hanya saja aku mengatakan jika ibu jangan pura-pura bodoh," jawab Naura.
"Sama aja itu, Naura. Aku tak pernah mengatakan ibu mertuaku begitu. Aku selalu sopan dengan orang tua. Apa karena kamu merasa semua yang ada ini milikmu sehingga memandang remeh pada mertuamu?" tanya Weny dengan penuh penekanan agar Alex makin terbawa emosi.
"Jika kamu memang sangat sopan dan baik sama mertua, kenapa kamu bisa diceraikan suamimu?" Naura balik bertanya.
"Aku bukan diceraikan, tapi aku yang minta cerai karena suami ku selingkuh," jawab Weny dengan suara pelan karena merasa malu.
"Suamimu yang selingkuh atau kamu yang ketahuan selingkuh?" tanya Naura lagi.
"Cukup Naura! Kamu sudah keterlaluan. Tau apa kau tentang rumah tanggaku. Kalau kau tak suka dengan kehadiranku, aku akan pergi!" jawab Weny.
Weny lalu berdiri dari duduknya. Saat dia akan melangkah, tangannya di tahan Alex. Pria itu memandangi wajah Naura dengan tatapan tajam.
"Ini masih pagi, Naura. Jangan buat keributan. Jika kau tak suka dengan Weny, kau bisa sarapan di mana saja, asal jangan di sini!" seru Alex.
"Kau merusak suasana pagi ini! Bagaimana bisa kau menuduh Weny selingkuh. Dia itu wanita terhormat, tak mungkin melakukan hal itu!," ucap Ibu Rini.
Naura menarik napas dalam. Dia lalu berdiri dan bermaksud meninggalkan ruang makan demi kewarasannya. Sebelum melangkah lebih jauh, dia berhenti. Mengucapkan sesuatu sebelum masuk ke kamar,
"Tak ada wanita baik-baik, tidur di rumah seorang pria beristri. Apa lagi sampai tidur sekamar. Aku bukannya tak tau apa yang kalian lakukan berdua. Aku mohon ini yang pertama dan terakhir kalian bercinta di sini. Rumah ini bukan hotel. Jika memang sudah kebelet, sewa hotel sana!" teriak Naura.
Naura terus berjalan masuk.ke kamar. Dia bermaksud ke kuburan kedua orang tuanya. Mengambil kunci mobil dan dompet.
Saat keluar dari kamar, ketiga orang itu memandanginya, tapi Naura pura-pura tak menyadari. Dia melangkah keluar dari rumah dengan langkah pasti.
.**
Naura menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Satu jam perjalanan akhirnya sampai ke tempat pemakaman umum. Dia langsung menuju kuburan kedua orang tuanya yang berada bersebelahan. Ibunya meninggal saat dia berusia lima belas tahun.
Karena cinta yang begitu besar, papa Naura memesan kuburan di samping sang istri. Terbukti hingga meninggal, papanya tak menikah lagi.
Naura duduk di bangku kecil yang sengaja di buat dekat samping kuburan. Dia mengusap batu nisan kedua orang tuanya.
"Tuhan, sampaikan pada papa dan mama jika aku baik-baik saja di sini. Aku tidak bilang aku sehat. Tapi aku anak yang kuat. Katakan pada kedua orang tuaku, aku sedang berjuang di sini. Masih bisakah aku menerima doa darinya. Aku sangat membutuhkan itu. Katakan juga pada mereka, aku tak menyesali hidupku. Takdir yang sedang aku jalani, perpisahan kita yang begitu cepat adalah yang terbaik dari Nya. Aku juga tak sanggup membiarkan sakit yang terlalu lama walau pada awalnya aku sulit menerima kepergian mereka. Tapi sekarang aku sudah mengikhlaskannya. Aku baik-baik saja di sini. Cinta yang tak pernah pudar dan rindu yang selalu ada untuk kedua orang tuaku."
.