Ketika Yang Kucintai Berkhianat

"Mas, aku hanya ingin tahu apa benar yang aku dengar tadi. Kamu yang menjebak ku, kamu yang mengkhianati aku?" tanya ku dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipiku meski aku juga sudah berulang kali menyekanya.

"Pergilah Sila!" ucapnya lagi seperti tanpa beban.

"Mas, aku bertanya padamu. Apa kamu yang menjebak ku dan mengkhianati aku?" tanya ku membentak mas Hadi.

"Iya!" bentak mas Hadi membuat ku tersentak kaget.

Pria yang selama tujuh tahun aku kenal dan tidak pernah sekali pun bicara kasar dan dengan nada tinggi ataupun keras padaku. Saat ini dia membentak ku dan membuatku nyaris terhuyung ke belakang. Aku memegang dadaku dengan kuat, rasanya sakit sekali.

"Aku yang menjebak mu, aku yang merencanakan semua ini agar bisa lepas dari perempuan yang selalu mengaturku seperti mu, perempuan yang seharusnya berada di rumah menyiapkan makanan, pakaian dan segala keperluan suaminya. Perempuan yang selalu meninggalkan tugasnya sebagai istri dengan alasan pekerjaan dan selalu pamer pada setiap orang kalau gajinya lebih besar daripada gaji suaminya!" mas Hadi bicara dengan mata yang merah dan nada yang kian meninggi.

Jadi selama ini mas Hadi merasa seperti itu, tapi kenapa dia tidak pernah bilang padaku. Dan yang pamer gaji juga bukan aku, mereka hanya tanya apa jabatan ku di kantor, aku tidak pernah menyebutkan berapa gajiku. Aku tidak tahu kalau hal itu membuat mas Hadi sakit hati.

"Sekalian saja katakan padanya kalau dia sama seperti batang pohon saat kalian berdua berhubungan!" celetuk wanita itu membuat ku membulatkan mataku lebar.

Mas Hadi bahkan menceritakan hal itu pada wanita itu. Hal yang tidak boleh keluar dari pintu kamar kami bahkan orang lain mengetahui nya.

"Sila sebaiknya kamu pergi sebelum aku mengatakan hal yang tidak ingin kamu dengar!" seru mas Hadi.

Aku menunduk sebentar, lalu menghirup nafas dalam-dalam.

"Kamu terdengar begitu perduli padaku mas, katakan saja semuanya. Katakan semua yang tidak ingin aku dengar. Aku mencintai mu dengan tulus mas, tapi apa balasan mu?" tanya ku mendorong mas Hadi membuatnya dan perempuan itu terhuyung ke belakang.

"Jika kamu memang ingin mengambil semua harta yang kita telah cari bersama selama lima tahun ini, silahkan! ambil semuanya, jika kamu ingin menikah dengan perempuan ini, maka nikahi saja dia. Tapi berikan Mika padaku!" ucap ku dengan tegas.

Aku tidak perduli lagi dengan pengkhianatan mereka, cara licik mereka menghancurkan aku. Aku hanya ingin Mika kembali padaku.

"Tidak, pergi kamu. Keputusan pengadilan, Mika akan bersama ku. Dan kamu tidak akan pernah lagi bertemu Mika!"

"Setidaknya biarkan aku menemuinya!"

"Tidak Sila, dia sudah melupakan mu. Dia juga sudah membencimu...!"

"Benar, aku dan mas Hadi sudah bilang kalau kamu telah meninggalkan dia dan memilih pria lain, dia bahkan tidak mau bertemu dengan mu lagi!" ucap wanita itu yang aku ingat, dia adalah wanita dengan blazer putih yang kala itu datang di hari dimana keputusan sidang perceraian aku dan mas Hadi.

"Kalian berdua tidak punya hati, bagaimana kalian mengatakan hal seperti itu pada anak kecil?" tanya ku sambil terus memukul mas Hadi.

Aku tidak terima mereka memfitnah ku bahkan kepada Mika.

"Berhenti, kenapa kamu memukul mas Hadi. Kamu yang salah selama ini kamu tidak bisa menyenangkan suami dengan baik, hingga dia pergi ke pelukan wanita lain. Kenapa malah memukul mas Hadi, berhenti!" teriak wanita itu berusaha menghentikan aku yang masih terus memukul mas Hadi.

Aku sampai terduduk lemah di lantai. Aku tidak menyangka kalau begitu banyak yang mas Hadi sembunyikan dariku. Selama ini dia selalu minta maaf karena tidak bisa memuaskan aku, tapi ternyata itu adalah keluhan dari hatinya. Akulah yang tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Air mataku kembali mengalir, wanita itu mengelus lembut wajah mas Hadi dan dadanya dimana aku tadi memukulnya.

"Bagaimana mas Hadi bisa puas dengan wanita yang hanya mau di sentuh sekali seminggu, dan selalu seperti batang kayu yang diam saja dan tak bergerak. Selama empat tahun bertahan sudah luar biasa kan kesabaran mas Hadi!" ucap wanita itu tanpa rasa malu.

Aku yakin mereka telah melakukan hubungan itu sebelum menikah.

Kenapa aku bodoh sekali, bagaimana bisa suamiku selingkuh selama satu tahun dan aku tidak tahu apapun.

Aku berdiri dan mengusap semua air mataku, ternyata selama ini mas Hadi tersiksa hidup dengan ku. Tapi kenapa dia begitu tega menjebak ku, menghancurkan karir ku, membuat ayahku sekarang jadi sangat membenciku. Kenapa harus seperti itu.

"Kalian berdua memang pasangan yang serasi, jangan pikir aku akan diam saja. Aku akan ambil kembali anak ku, Aku tidak perduli kalian telah menjebak ku dan mengambil semua hasil kerja kerasku selama ini. Silahkan kalian nikmati hasil rencana jahat kalian. Semoga kalian bahagia!" ucap ku lalu meninggalkan ruangan mas Hadi.

Meski berusaha tegar tapi ternyata aku tidak sekuat itu. Saat melangkah keluar dari ruangan mas Hadi, air mataku kembali mengalir dengan begitu deras. Tidak ada yang bisa mengerti apa yang aku rasakan saat ini. Ketika yang kucintai Berkhianat, maka saat itulah aku merasa dunia ku hancur. Rasanya kakiku tak bisa lagi menopang tubuhku sendiri.

Aku berlari menuju ke arah lift, aku hanya ingin secepatnya meninggalkan tempat ini. Tempat dimana dua orang yang terlihat sangat bahagia setelah menghancurkan kehidupan ku. Dimana salah seorangnya adalah orang yang paling aku cintai setelah kedua orang tuaku. Orang yang bahkan kalau dia meminta nyawaku maka aku akan memberikannya. Tapi dia telah mengkhianati ku.

Brukk

Karena aku berlari sambil terus menangis, aku sampai tidak memperhatikan hal lain. Tanpa sengaja aku menabrak seseorang yang baru keluar dari lift.

"Maaf, maafkan aku!" ucap ku tanpa melihat ke arah orang yang aku tabrak.

Aku melewatinya begitu saja dan masuk ke dalam lift. Aku benar-benar ingin segera pergi dari tempat ini.

Aku berlari keluar dari perusahaan dimana mas Hadi bekerja, aku terus berlari tanpa perduli apa yang orang lain pikirkan tentang aku. Aku tidak perduli orang-orang melihat dengan tatapan aneh padaku. Aku terus berlari ke arah jalanan sepi yang cukup jauh dari jalan raya. Aku baru berhenti ketika aku terjatuh di sebuah gang kecil yang aku bahkan tidak tahu dimana itu.

Dalam keadaan terduduk di tanah, aku menangis sejadi-jadinya. Aku benar-benar telah kehilangan semuanya. Aku menumpahkan semua kesedihan ku, air mataku juga terus mengalir tanpa henti, yang kucintai telah mengkhianati aku, dia telah mengkhianati ku. Duniaku seolah berakhir.

***

Bersambung...