Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghindar
Di sebuah akhir pekan, Clara sedang mengunjungi kediaman Adhitama sekedar untuk menyapa dan mengobrol santai bersama Irene. Sedangkan Gavin dari pagi sudah berada di rumah pohon. Ia menunggu Ellia, berharap gadis itu akan datang seperti biasa. Namun, penantiannya sia-sia. Beberapa minggu ini ia hampir tak pernah melihat Ellia. Ia sadar, bahwa gadis itu menghindarinya setelah kejadian malam itu.
"Hmm, tante saya tak melihat kakak Gavin. apakah kakak ada pekerjaan di akhir pekan?" Tanya Clara penasaran. Hampir setiap akhir pekan ketika ia datang ke kediaman Adhitama, ia nyaris tak pernah bertemu dengan Gavin.
"Tidak. Kalau akhir pekan seperti ini. Dia memang banyak menghabiskan waktu bersantai di hutan Adhitama. Itu sudah menjadi hobinya dari dulu. Ntah apa yang dia lakukan. Kalau kamu begitu penasaran, kapan-kapan minta saja dia untuk mengajakmu berjalan-jalan ke sana bersama." Jawab Irene santai. Clara mengangguk mengerti sambil menatap hutan di kejauhan.
Semenjak, kepergian ayah Gavin. Ia tahu, anaknya itu sering sekali menenangkan diri di hutan. Kepala pelayan pernah memberi tahu bahwa di sana Gavin meminta dibangunkan rumah pohon. Namun, kecuali orang-orang tertentu bahkan dirinya sendiri tak tahu persis dimana letak dan bagaimana rupa rumah pohon itu.
"Oh ya Clara. Tak lama lagi, bukankah ulang tahunmu?"
"Ah, iya benar tante. Sebenarnya saya mengusulkan pada orang tua saya dan mungkin pada tante dan kakak Gavin juga. Bagaimana kalau di hari ulang tahun saya juga sekalian untuk acara pertunangan?" Tanya Clara malu-malu.
Memang benar kedua keluarga masih membicarakan kapan waktu yang tepat untuk diadakan acara pertunangan Gavin dan Clara dengan alasan satu dan lain hal.
"Jangan dong. Kita harus mengadakan kedua acara itu dengan semewah dan semeriah mungkin. Baik ulang tahun kamu, maupun pertunangan kalian ... Ehm, bagaimana kalau kamu mengadakan pesta ulang tahun di kediaman Adhitama saja? Anggap saja ini pesta latihan sebelum pesta pertunangan kalian nanti." Saran Irene dengan sangat antusias.
"Saya? Di kediaman Adhitama? ... Tidak tante. Saya merasa tidak pantas. Saya terima niat baiknya saja yaa." Tolak Clara dengan sopan walaupun dalam hatinya ia sangat senang dan sudah membayangkan betapa ia akan jadi pemeran utama di acara ulang tahunnya itu.
"Kenapa tidak pantas? Kan kamu juga akan menjadi nyonya Adhitama kedepannya? ... Nanti, coba aku bicarakan dan izin pada Gavin."
"Apa yang perlu izin saya ibu?" Tanya Gavin yang ternyata sudah berdiri tak jauh dari kedua wanita itu.
"Kamu kembali lebih awal hari ini nak? Kemarilah dan kita berbincang bersama di sini." Ajak Irene dengan senang hati. Clara pun tersenyum senang melihat kedatangan Gavin.
Pelayan yang berjaga di sana segera menyajikan minuman juga untuk tuan muda mereka dengan cekatan.
"Kalian sedang membicarakan apa? Dan apa yang membutuhkan izin dariku?" Tanya Gavin sekali lagi setelah menyesap minumannya.
"Tak lama lagi ulang tahun Clara. Ibu mengusulkan bagaimana kalau dia mengadakan pesta ulang tahun di sini. Yah, biarkan ini juga sebagai latihan untuknya sebelum pesta pertunangan kalian nanti. Bagaimana menurutmu nak?"
"Apakah itu keinginanmu Clara?" Tanya Gavin pada Clara yang menatapnya.
"Saya akan merasa begitu terhormat kakak. Tapi, kalau itu merepotkan, cukup saya terima niat baiknya saja." Jawab Clara memerankan sosok gadis yang rendah hati.
"Maka lakukan saja sesukamu."
"Berarti kamu sudah menyetujuinya kan nak?" Tanya Irene memastikan.
"Iya ibu ... Ibu bisa melakukan apapun yang membuat ibu bahagia. Begitu juga denganmu." Jawab Gavin menatap Irene dan Clara bergantian.
"Terima kasih kakak." Seru Clara dengan senang hati.
"Kalau begitu, kita harus segera membahas apa saja yang perlu disiapkan. Dekorasi, hidangan, tamu udangan. Semuanya!"
Irene begitu antusias, begitu juga dengan Clara. Sedangkan Gavin hanya tersenyum simpul mengamati dua wanita di depannya saat ini. Pikirannya masih tertuju pada gadis lain. Ellia.
...
Berita akan diadakan pesta ulang tahun Clara segera tersebar ke seluruh pekerja di kediaman Adhitama. Semuanga tampak sibuk menyiapkan banyak hal. Rencananya, pesta akan menggunakan dua tempat. Baik ruang tengah kediaman utama dan juga taman belakang Adhitama yang terkenal indah.
Hari itu, Clara dibantu beberapa temannya sedang membagikan undangan pesta ulang tahun untuk teman-teman di kampusnya. Ia fokus untuk mengundang anak-anak yang memiliki latar keluarga yang tinggi. Ia ingin menunjukkan pada semua orang bahwa ia adalah sosok yang penting di keluarga Adhitama. Calon tunangan dan nyonya keluarga Adhitama kedepannya.
Karena kehebohan yang ada di rumah maupun di kampus, tak mungkin kabar itu tak Ellia dengar. Ia tak terlalu memperdulikan hal itu. Satu hal yang membuatnya cukup terganggu adalah melihat paman Yunus jadi begitu sibuk belakangan ini.
"El, kamu mikirin apa dari tadi? Aku lihat beberapa kali kamu menghembuskan nafas panjang." Tanya Ares yang penasaran.
"Enggak. Bukan apa-apa. Kamu pasti tahu juga kan, berita yang paling heboh di kampus belakangan ini?"
"Oh, ulang tahun calon tunangan tuan muda Adhitama itu kan. Memangnya kenapa?"
"Karena hal itu, paman Yunus jadi makin sibuk. Aku mencemaskan kesehatannya." Jawab Ellia dengan ekspresi lesu.
"Tenang saja El. Kamu kan tiap hari merawat paman Yunus. Aku yakin paman Yunus akan baik-baik saja." Seru Ares memberi semangat pada Ellia.
"Hahaha. Kamu bisa aja Res."
Mendengar ucapan Ares, membuat Ellia bisa kembali tersenyum lagi. Keberadaan Ares bagi Ellia juga cukup berarti setelah pamannya. Selama ini Ares bisa berkali-kali membuatnya tertawa setiap kali ia cemas dan sedih tentang hal yang tak bisa ia ceritakan pada paman Yunus. Satu-satunya teman dekat dan tempat curhatnya.
Ares jugalah yang membantu Ellia melupakan kejadian menakutkan yang ia alami dengan Gavin beberapa waktu lalu. Memang Ellia tak menceritakan detail kejadiannya. Ares hanya tau bahwa Elia sedang dalam suasana hati yang buruk.
Memang belakangan ini Ellia memang sengaja menghindari Gavin dulu untuk sementara ini. Walaupun, ia tahu tak selamanya ia bisa bersembunyi. Namun, setidaknya ia ingin semua kembali normal dulu sebelum kembali bertatap muka dengan Gavin.
Baru saja Ellia berpikir seperti itu, tak ia sangka hari itu juga ia harus bertatapan lagi dengan Gavin teelebih di situasi yang sama sekali tak ia suka.
Sore itu, tak lama setelah Ellia pulang dan saat ia masih fokus menyiapkan makan malam. Pintu rumahnya di ketuk. Ternyata itu kak Dian salah satu kakak pelayan yang dekat dengannya.
"Oh kak Dian. Ada perlu apa? Ayo masuk dulu. Kebetulan aku lagi masak untuk makan malam. Kak Dian makan juga ya ...."
"El, ikut aku sebentar. Itu, ehm ... Calon tunangan tuan muda mencarimu." Ucap Dian memotong perkataan Ellia.
"Nona Clara? Untuk apa dia mencariku kak?" Tanya Ellia bingung.
"Aku juga tak tahu. Lebih baik kamu segera menemuinya. Kita tak bisa membantah atau mengabaikan perintah majikan El."
"Baiklah. Aku akan bersiap kak." Kata Ellia yang hanya bisa pasrah. Memang ia tak memiliki kekuatan untuk menolak.
Akhirnya, Ellia segera mematikan kompor dan berganti pakaian yang cukup sopan baru ia pergi mengikuti Dian untuk membawanya menemui Clara.
Apa yang diinginkan nona itu dariku?
.
.
.
Bersambung ...