Dyah permata baru saja menyelesaikan sekolahnya dia hanya berdua dengan adiknya yang berusia tujuh tahun. Dia pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.
Bagaimana jika dia bertemu dengan anak perempuan yang berusia tiga tahun memanggilnya bunda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mutia al khairat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuat istana
Suasana di pantai sangat ramai dengan pengunjung ada bersama keluarga, kekasih, sahabat mereka sangat bersenang di pantai dengan bermain berbagai mainan dan ada juga hanya sekadar duduk santai juga berfoto selfie.
Dyah hanya mengamati Fathan dan Aquira bermain membuat boneka tak jauh dari sana, dia juga menikmati air laut yang pasang surut.
" Sungguh permandangan yang indah" kata Dyah sambil tersenyum dan air laut membasahi kakinya. Dyah sangat menikmati air laut.
" Nona jangan bukan begitu membuatnya" kata Fathan, mencegah Aquira yang ingin membuat benteng karena bukan benteng yang dia buat tapi tumpukan pasir di atas istananya.
" Kalian berdua ada apa ini, bukannya tadi sangat senang membuat istananya sekarang kok malah diam" kata Dyah, mendekati mereka.
" Bunda kak Fathan nggk bolehin Ira membuatnya" kata Aquira sedang ngambek, Dyah tersenyum melihat Aquira sangat lucu baginya rasanya ingin dia cubit pipi cubbynya.
" Sekarang Kak Fathan kenapa juga? " Dyah, memegang pipi Fathan. " Nona Aquira menanggu Fathan membuat benteng untuk istana, kak lihat masa benteng diatas istana" kata Fathan dengan memajukan bibirnya.
Azka melihat keduanya dari kejauhan terlihat putrinya menanggu Fathan membuat istana.
" Mi, pi" Azka ke sana dulu" kata Azka. Orangtuanya hanya menanggukan kepalanya mami Atika meketakan kepalanya di paha suaminya terasa nyaman baginya.
Azka mendekati Dyah yang terus mendamaikan kedua bocah yang saling ngambek.
" Dyah, apa yang terjadi" kata Azka terlihat putrinya membuang mukanya terhadap Fathan. Dyah terkejut melihat Azka sudah di dekatnya.
" Tuan nona ngambek tehadap Fathan begitu pula dengan Fathan, maafkan saya tuan" kata Dyah, merasa takut jika Azka akan marah.
" Kenapa kamu yang hsrus meminta maf takapa mereka masih anak- anak" kata Azka, Dyah menanggukan kepalanya.
" Baiklah sekarang sudahi ngambeknya lihat istananya juga ngambek, karena kalian tidak menyelesaikannya secara bersama" kata Azka, Fathan dan Aquira saling melihat Istana yang setengah jadi.
" Baiklah ayo kita membuat istana secara bersama Aquira ayo di dekat papi, biar kak Dyah di samping kak Fathan" kata Azka. Aquira menatap mereka secara bergantian Dyah terlihat tersenyum Sedangkan Azka dan Fathan dengan dinginnya.
" Kenapa papi memanggil bunda dengan kakak, ini bukan kakak tapi bunda, hwa hwa hwa" Aquira menangis karena Azka memanggil Dyah dengan sebutkan kakak bukan bunda.
" Maafkan papi sayang baiklah biar bunda dengan kaka Fathan dan putri papi dengan papi" kata Azka, Aquira menatap Dyah yang menanggukan kepalabya akhirnya Aquira bersedia duduk di samping Azka.
Mereka secara bersama membuat istana Aquira tak lagi menanggu karena Azka selalu memegang tangannya.
Dari kejauhan orangtua Szka memandang ke arah mereka dengan senyuman bahagia.
" Papi lihat mereka saling tertawa bahwa cucu kita taklagi menjauh dari papinya, mami vahagia melihat kebahagiaan ini semoga saja ini akan untuk selamanya" kata Mami Atika.
" Amin" sahut daddy Ammar. kembali menikmati permandangan indah di depan mereka.
" Bagaimana menurut papi jika Dyah dan putra kita" kata Mami Atika, dengan senyum melihat ke arah mereka papi Ammar terkejut yang diutaeakan oleh istrinya.
" Mami apa yang kamu fikirkan Dyah itu hanya seorang pengasuh cucu kita" kata papi Ammar.
Mami mendorong suaminya karena tak menyukai yang di ucapkannya.
" Papi apaan sih Dyah itu orangnya cantik, baik dan Dewasa bahkan dia mampu mengambil hati cucu kita" kata Mami Atika terlihat kesal.
" Papi tahu mami bahkan cucu kita lebih menyayangnya daripada kita, tapi putramu mami dia baru saja kembali dan mencoba mendekati cucu kita. Biarlah seperti ini dulu biar waktu yang menjawabnya" kata Papi Ammar.
Mami Atika menanggukan kepala dan menyetujui perkataan suaminya.