Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.
Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.
Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Suara kokok ayam menggema, membangunkan kehidupan di hutan kematian yang sunyi. Kabut tipis melayang rendah, menyelimuti setiap sudut dengan hawa dingin yang menusuk namun membawa ketenangan.
Pohon-pohon besar berdiri tegak, menjulang seperti pilar abadi yang memeluk hutan, sementara sinar matahari pagi perlahan menembus celah-celah dedaunan, menciptakan garis-garis cahaya yang menari di atas tanah yang lembab.
Di bawahnya, rerumputan hijau dipenuhi butiran embun yang berkilauan bak berlian. Pola-pola embun itu membentang seperti jaring laba-laba, membingkai tumbuhan kecil dan bunga liar yang bergerak lembut mengikuti tarian angin.
Aroma segar tanah basah dan bunga-bunga liar mengisi udara, memberikan kehidupan pada pagi yang penuh pesona dan kesejukan.
Hewan-hewan keluar dari persembunyian mereka, melangkah anggun menuju danau. Air danau yang tenang dan jernih memantulkan sinar mentari pagi, berkilau seperti cermin raksasa yang memantulkan langit biru cerah serta bayangan pohon di atasnya.
Burung-burung berkicau riang saling bersahut-sahutan, suaranya berpadu dengan gemerisik dedaunan, menciptakan simfoni alam yang tak tertandingi keindahannya.
Dari rumah kayu sederhana yang berdiri di tepi danau, suara derit pintu kayu terdengar samar. Enzo melangkah keluar, disambut oleh udara pagi yang segar dan keindahan yang terbentang di hadapannya. Ia berhenti di teras rumahnya, memandangi pemandangan yang menenangkan jiwa.
Duduk di kursi kayu yang ia pahat dengan tangannya sendiri, Enzo membiarkan dirinya larut dalam keheningan. "Ini benar-benar seperti surga," ucapnya pelan, matanya memandang danau yang dikelilingi pohon-pohon besar, setiap helai daunnya berkilauan diterpa cahaya pagi.
Suara gemercik air di danau, kicauan burung dan desiran angin menjadi alunan harmoni yang memeluknya dalam kedamaian.
Wajah Enzo tampak berseri-seri, penuh kedamaian saat ia menikmati keindahan pagi itu. Dalam kesederhanaannya, ia merasakan sebuah kebahagiaan yang mungkin tidak semua makhluk bisa miliki. Perlahan, ia melangkah menuju tepi danau, menundukkan tubuhnya, lalu membasuh wajah dengan air danau yang dingin dan menyegarkan. Sensasi sejuknya menyapu seluruh rasa kantuk, membuat pikirannya semakin jernih.
Tanpa ragu, ia melepas bajunya dan menceburkan tubuh ke dalam danau. Riak-riak kecil terbentuk, memantulkan sinar matahari pagi yang hangat. Enzo berenang santai, membiarkan dirinya hanyut dalam kesegaran air yang begitu jernih hingga setiap batu dan ikan kecil di dasarnya terlihat jelas. Ikan-ikan kecil berlarian di sekitarnya, menyelinap di antara sela-sela batu, seakan bermain dengannya. Air danau yang dingin seolah merangkul tubuhnya, membawa rasa rileks yang hampir membuatnya lupa waktu.
Setelah merasa cukup, ia naik ke daratan, membiarkan angin pagi mengeringkan tubuhnya. Dengan semangat baru, ia bersiap untuk melanjutkan agendanya hari ini—menjelajahi seluk-beluk hutan kematian. Langkahnya tenang namun penuh keyakinan, menikmati kebebasan tanpa beban yang ia miliki. Dalam kesederhanaan hidupnya, ia menemukan kedamaian yang sulit dicari, membuat setiap momen terasa begitu berharga.
"Persiapan telah siap, sekarang waktunya menjelajah lebih dalam," ujar Enzo dengan nada penuh antusias. Sebuah senyum samar terlihat menghiasi wajahnya, menggambarkan semangat dan rasa ingin tahunya yang tak terbendung. Namun, langkahnya sejenak terhenti, pikirannya terpaku pada sesuatu.
"Oh ya... apakah membawa dua pedang ini terlihat mencolok, ya?" gumamnya sambil melirik kedua pedang hitam di punggung nya.
Meskipun saat ini kedua pedang andalannya tidak memancarkan tekanan energi kutukan, ia tahu betul betapa berbahayanya jika bertemu dengan sosok yang mampu melihat aura gelap yang mengalir di senjata itu.
Aura yang tersimpan di pedang-pedang itu seperti jejak bayangan dari masa lalunya, sesuatu yang ingin ia sembunyikan di balik penampilannya yang sederhana.
"Yasudah… aku pakai senjata biasa saja," lanjutnya sambil menarik napas panjang. "Lagipula, tujuanku bukan untuk mencari pertarungan. Aku hanya ingin tahu lebih dalam tentang seluk-beluk hutan ini. Barangkali aku bertemu tetangga yang bisa diajak kenalan."
Seketika, sebuah gumpalan kabut gelap kecil muncul di samping Enzo. Kabut itu berputar perlahan, seperti napas yang berdenyut. Tanpa ragu, Enzo memasukkan kedua pedangnya ke dalam gumpalan tersebut. Kabut menyelimuti pedang-pedang itu dengan cepat, lalu lenyap dalam sekejap, meninggalkan suasana yang kembali hening.
Dari kabut yang muncul kembali, ia mengambil sebuah belati kecil. Senjata itu sederhana dan tidak mencolok, tetapi cukup tajam untuk keperluannya. Ia mengamatinya sejenak, lalu tersenyum kecil. "Ini lebih cocok," katanya, menyelipkan belati itu di pinggangnya. Dengan langkah mantap, ia mulai memasuki hutan, rasa penasaran mengiringi setiap langkahnya.
Kegiatan pertama Enzo sesuai agenda yang telah ia susun malam sebelumnya akhirnya terlaksana, akar-akar besar pohon yang lembab dan berlumut menyambut langkah pertamanya, terasa licin di bawah sepatu kain usang nya.
Suasana hutan begitu sunyi, hanya diselingi oleh suara gemerisik daun yang tersentuh angin. Pohon-pohon besar berdiri kokoh sepanjang mata memandang, batang-batangnya menjulang tinggi, menghalangi cahaya matahari sehingga hanya sedikit yang berhasil menyusup ke dasar hutan.
Aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk memenuhi udara, menciptakan atmosfer yang unik dan menenangkan, meskipun terkesan mencekam.
Enzo berhenti sejenak, memandang sekelilingnya dengan penuh rasa ingin tahu. Matanya mengamati setiap detail—dari pohon-pohon raksasa dengan kulit kasar yang retak, hingga tanaman merambat yang menjalar tak beraturan di setiap sudut.
"Hutan ini benar-benar tampak menakutkan," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Ia mulai melangkah lebih dalam, melewati akar-akar yang saling melilit dan melewati celah-celah sempit di antara pepohonan besar.
Setiap langkahnya terasa seperti membuka pintu menuju dunia baru, penuh teka-teki yang menunggu untuk diungkap. Enzo merasa seperti seorang penjelajah sejati, menapaki tanah yang mungkin belum pernah dijamah oleh makhluk lain sebelumnya.
Enzo bersiul santai, melodi sederhana yang ia ciptakan sendiri untuk mengusir kesunyian yang menyelimuti langkahnya. Suaranya mengalun lembut, seolah menjadi bagian dari harmoni alam, namun tidak cukup untuk membuat hewan-hewan di sekitarnya merasa nyaman.
Mereka berlari cepat ketika Enzo melangkah mendekat, burung-burung terbang rendah dengan kepakan tergesa-gesa, seakan takut menjadi objek buruan.
Meskipun demikian, Enzo hanya tersenyum lebar. Ia tidak merasa terganggu oleh reaksi mereka, malah justru menikmati pemandangan itu. "Kalian ini lucu sekali."
Matanya mengamati setiap gerakan hewan-hewan itu dengan penuh rasa ingin tahu, seperti anak kecil yang menemukan sesuatu yang baru untuk pertama kalinya.
Setiap langkah yang ia ambil mengungkapkan hal-hal baru yang sebelumnya tidak ia duga. Tumbuhan unik dengan bentuk dan warna yang jarang ia lihat, jejak kaki hewan besar yang membekas di tanah basah, hingga suara-suara aneh dari dalam kegelapan hutan.
Semua itu seperti potongan-potongan kecil teka-teki yang memikat pikirannya, membuatnya ingin menjelajah lebih jauh.
"Hutan ini lebih dari sekadar besar," ucapnya dengan suara pelan namun penuh kekaguman. "Ada begitu banyak hal yang tersembunyi di dalamnya."
Ekspresi wajahnya menunjukkan kebahagiaan yang tulus, seperti seseorang yang akhirnya menemukan tempat di mana dirinya benar-benar merasa hidup.
Baginya, inilah kehidupan yang ia impikan—kehidupan sederhana, bebas dari batasan, dan penuh dengan keindahan serta misteri yang menanti untuk diungkap, memberikan rasa damai yang sulit ia dapatkan di tempat lain.
Sampai akhirnya, langkah Enzo terhenti ketika sosok besar muncul di hadapannya. Ular raksasa dengan tubuh mengerikan berdiri angkuh. Tanduknya bercabang seperti pohon tua, mengeluarkan percikan petir yang berdesis tajam. Empat kakinya yang kokoh mencakar tanah, sisik-sisiknya kasar dan penuh gumpalan yang terlihat seperti batu, memancarkan aura mematikan.
Mata ular itu memandang Enzo dengan tajam, penuh ancaman, seolah memastikan bahwa mangsa di depannya tak akan lolos. Namun, alih-alih merasa gentar, Enzo hanya tersenyum kecil. Ia melangkah mendekat dengan santai, tak sedikit pun memperlihatkan ketakutan.
"Wujudmu aneh sekali," ujarnya dengan nada ringan, seolah berbicara pada makhluk biasa. "Apakah kau penguasa area ini? Kalau iya, perkenalkan, aku tetangga barumu. Aku di sini ingin menjalin hubungan denga—"