Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Spekulasi
"Mau kemana lu?" tanya Hannah saat melihat Alifa yang akan pergi keluar menyusul teman-temannya.
"Itu... ikut sama yang lain," jawabnya sambil menundukan kepalanya.
"Gak usah, ke kantin bawain gue makanan."
Alifa yang awalnya menunduk kini menatap wajah Hannah yang sedang duduk di kursinya, gadis itu menatap balik Alifa dengan tatapannya yang tajam.
"Tch, masih aja ya gangguin orang walaupun situasi kayak gini?" tanya Naira yang sedang duduk di samping Shaerin.
Vino yang ada disana pun memperhatikan perdebatan kecil tersebut, Hannah yang mendapat kritikan sarkastik dari Naira langsung terkekeh pelan, ia mengubah posisi duduknya menjadi sepenuhnya menghadap kearah Naira.
"Gue gak gangguin, orang dia sendiri yang mau jadi pembantu gue di sekolah."
Naira memutar matanya, selama ini dia selalu diam saat memperhatikan Hannah yang terus merundung siswa ataupun siswi di kelasnya sendiri, bahkan di kondisi seperti ini gadis itu masih saja memperlakukan orang lain dengan sama, seolah-olah mereka adalah pembantunya.
"Gak usah, Alifa."
Sekali lagi Hannah terkekeh pelan, ia memutar kepalanya sedikit untuk menatap Alifa yang kini menjadi bingung, matanya sedikit melotot, Alifa yang menyadari tatapan itu kemudian menunduk lagi.
"Gak apa-apa, gue juga sekalian mau ke kantin kok..." ucapnya yang langsung membuat Hannah tersenyum licik.
"See? dia yang mau sendiri, lu gak usah ikut campur!" sarkas Hannah.
Naira hanya menghela nafas, ia melihat kepergian Alifa dan sedikit kesal dengan sikap gadis itu yang mau-maunya di suruh oleh Hannah.
"Sial, ada apa?" tanya Jejen.
Mereka bertiga tidak bergeming sama sekali, tatapannya masih tertuju kepada tubuh Dayana yang sudah tidak bernyawa, mulutnya yang mengeluarkan banyak busa, bahkan Yaksa dapat mencium harum yang menyengat di sekitaran sana.
Michael dan juga Kanin berlutut di samping tubuh Dayana, mereka memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya Michael mengulurkan tangannya untuk menutup mata Dayana yang melotot. Rean menghampiri Yahezkael dan segera menarik kerah baju yang di kenakan-nya, tatapannya tajam sehingga membuat Yahezkael merasa terintimidasi.
"Jawab ada apa?!" bentak Rean.
Alin menghampiri Rean dan mencoba menariknya untuk menjauh dari Yahezkael yang terlihat masih syok, tetapi laki-laki itu mendorong Alin sehingga membuatnya terjatuh ke tanah, Rean kembali menarik kerah baju Yahezkael.
"Kenapa lu malah jadi kayak mojokin Kael?!" tanya Hanni sambil menepis tangan Rean dari laki-laki itu.
Rean pun mengerang dan mundur beberapa langkah, kini Reygan yang mendekat kearah mereka berdua.
"Apa? Dayana mau buka pintu gerbang sekolah tapi gak bisa, dia langsung di eksekusi." jelas Hanni sambil menjambak rambutnya dengan frustasi.
"Jadi kita gak bisa pulang sama sekali? kita bakalan disini sampai kapan?" tanya Jejen.
"Sekarang kita harus cari Simonnya." ucap Natasha sambil mengamati satu per satu wajah teman sekelasnya, mereka pun melakukan hal yang sama seolah-olah mencoba menebak siapa Simon sebenarnya yang sudah menciptakan permainan ini.
"Bangsat, dia maksa kita biar ikut dalam permainan terus ngebunuh kita dengan cara yang konyol!" geram San.
Kanin berdiri, dia menatap teman-temannya sejenak sebelum akhirnya kembali menatap tubuh Dayana sambil menghela nafas.
"Guys, kita pindahin Dayana dulu."
Semuanya terdiam, Nizan berbalik dan pergi meninggalkan mereka, di susul oleh yang lainnya. Michael dan Rean saling bertatap-tatapan sejenak sebelum laki-laki itu memutuskan kontak mata, Rean pun ikut bersama yang lainnya, kini hanya tersisa tujuh orang disana.
Beberapa menit setelah mereka kembali, Hannah menatap wajah mereka yang terlihat kaku dan juga lelah, dia melirik kearah Mason yang kembali duduk di depan kelas sambil bersandar di dinding.
"Ada apa?" tanya gadis itu.
"Lu pasti tau karena di umumin di speaker." jawabnya lelah yang langsung di angguki oleh Hannah.
"Ah jadi kita gak bisa keluar dari sini ya?"
Terdengar suara meja yang di pukul dan itu berasal dari Rean, laki-laki itu kini menatap tajam Hannah.
"Berhenti omong kosong, lu berisik!"
"Gue cuman ngomongin fakta, kita gak bisa keluar dari permainan ataupun sekolah." kata Hannah sambil mengangkat kedua bahunya secara acuh tak acuh.
"Santai banget lu ya? lu Simonnya?" tanya Rean menatap sinis gadis itu.
"Apa? maksud lu?"
Rean bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mendekati Hannah, gadis itu pun melakukan hal yang sama, kini mereka berdua berdiri cukup berdekatan sambil saling menatap dengan penuh permusuhan, suasana kelas menjadi tegang karena mereka.
Alifa memasuki kelas sambil membawa beberapa cemilan, Rean melirik gadis itu sekilas lalu kembali menatap tajam Hannah. "Liat aja, bahkan di situasi kayak gini lu masih aja nyuruh-nyuruh orang semau lu? diliat dari latar belakang lu yang suka ngerundung orang, bisa jadi lu ada motif tersembunyi-"
"Terus lu sendiri gimana? lu bahkan sering ganggu Vino, liat dia bahkan sampe babak belur karena lu. Ngaca, lu juga sering ganggu orang!" potong Hannah.
"Sialan lu!"
"Udah, gak ada gunanya saling nuduh kayak gini, bukan waktunya!" lerai Reygan, ia sudah merasa sangat bingung sekarang, di tambah dengan perdebatan Hannah dan juga Reygan.
Rean mendengus dan mundur beberapa langkah, ia pun kembali duduk di mejanya sendiri, begitu pun dengan Hannah.
Alifa menghampirinya dan memberikan beberapa cemilan yang baru saja dia ambil di kantin tetapi Hannah menepisnya sehingga membuat cemilan tersebut jatuh ke lantai, Alifa pun segera berlutut dan kembali mengambil cemilan tersebut.
"Hey Alifa, biarin aja kali, lu gak usah nurut segitunya sama dia!" bentak Naira.
Alifa hanya menatapnya sejenak lalu melanjutkan untuk mengambil dan mengumpulkan cemilan tersebut.
Jam menunjukan pukul delapan malam, setelah memindahkan para mayat teman-temannya yang di eksekusi ke ruangan biologi, Michael dan yang lainnya kembali ke kelas. Gadis itu menghentikan langkahnya saat melihat Alifa sedang berdiri dan bersandar di dinding pembatas, ia pun melangkah mendekatinya.
Denzzel yang memperhatikan Michael yang mendekati Alifa terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memasuki kelas, memberi ruang untuk Michael dan juga Alifa.
"Lu gak apa-apa?" tanya Michael sambil berdiri di samping gadis itu.
Alifa menatap Michael dan menggeleng pelan, dia tersenyum tipis kepadanya.
"Hannah gak gangguin lu, kan?" tanya Michael lagi yang membuat Alifa menggelengkan kepalanya.
"Syukurlah..." gumam Michael.
Alifa mengalihkan pandangannya dari langit ke wajah Michael, gadis itu memperhatikan bagaimana ekspresi kelelahan dari gadis itu.
"Lu sendiri?" tanya Alifa.
Michael tersenyum tipis dan menepuk pundak Alifa dengan lembut. "Gue baik-baik aja, ayo balik ke kelas, lu harus istirahat, cuacanya juga udah mulai dingin." ajak Michael yang langsung di angguki oleh Alifa, mereka berdua pun segera memasuki kelas.