SEASON 2 NOT CONSIDERED
Melewati masa kritis karena tragedi yang menimpanya, membuat seorang Elina trauma pada penyebab rasa sakitnya. Hingga dia kehilangan seluruh ingatan yang dimilikinya.
Morgan, dia adalah luka bagi Elina.
Pernah hampir kehilangan, membuat Morgan sadar untuk tak lagi menyia-nyiakan. Dan membuatnya sadar akan rasa yang rupanya tertanam kuat dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILONAIRISH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29
Semua orang panik, termasuk Morgan yang masih setia memeluk tubuh lemah Elina. Dengan gerakan cepat, Morgan segera membawa Elina untuk masuk ke dalam kendaraanya. Membuat keempat orang yang masih terkejut di sana tak terima.
“Biar kita yang bawa El ke rumah sakit.” Ujar Rozer yang tak terima dengan tindakan Morgan yang main bawa Elina begitu saja.
Morgan menatap tajam pria itu, setelah mendengar ujarannya. Dalam situasi genting seperti ini pun dia masih saja bisa memikirkan egonya sendiri.
“Lo gila?” ujar Morgan dengan dingin.
“Iya, biar kita aja” Bianca pun ikut serta untuk mengutarakan keinginannya.
Namun tanpa peduli perkataan mereka, Morgan segera memasukkan Elina ke dalam kendaraan yang tadi dibawanya.
“Dalam situasi genting, lo semua masih mikirin ego?” sarkas Morgan dengan tajam, kemudian mendudukkan dirinya di balik kemudi, disusul Shella yang juga ikut serta ke dalam kendaraan Morgan. Membuat Morgan memutar bola matanya malas, tak ada waktu untuk mengajak wanita itu berdebat.
Hingga Morgan benar-benar meninggalkan area kampus, membuat ketiga orang itu pun tersadar dan ikut bergegas menyusul. Ya, mestinya mereka tak mengedepankan ego dalam situasi seperti saat ini.
“Cepetan, Zer. Kita harus kejar mereka, gue khawatir sama El.” Ujar Bianca yang tak sabar untuk segera memastikan keadaan Elina.
“Gue juga khawatir, Bi bukan lo aja.” Ketus Rozer yang menjadi emosional setelah perkataan Morgan yang begitu menyinggungnya tadi.
“Semoga El baik-baik aja” gumam Viola yang tak berniat untuk ikut dalam perdebatan kedua orang itu.
Selama dalam perjalanan, di dalam kendaraan Morgan maupun Rozer hanya ada keheningan yang melanda mereka. Karena mereka tampak fokus dan khawatir pada kondisi Elina.
Hingga beberapa saat, akhirnya Morgan telah sampai di rumah sakit terdekat.
Dengan gerakan tergesa, ia membawa Elina ke dalam gendongannya, untuk ia bawa masuk ke dalam rumah sakit.
Dengan diikuti Shella yang memasang wajah masam sejak tadi. Dan Morgan tak peduli akal hal itu.
Morgan bisa bernapas dengan lega, setelah Elina ditangani tenaga professional. Ia mendudukkan diri di ruang tunggu, untuk memastikan kalau Elina akan baik-baik saja. Ia masih sangat peduli pada Elina, meskipun sudah bertekad untuk melepaskan. Bukan berarti ia tak lagi peduli bukan, karena perasaannya kepada Elina tak pernah berubah sampai detik ini.
Waktu berlalu, Morgan dan Shella dikejutkan dengan kedatangan Viola dan yang lain. Morgan kembali fokus pada ponselnya setelah tadi sempat terganggu dengan kehadiran mereka.
“Gimana keadaan, El?” tanya Rozer, Bianca, dan Viola.
“Masih dalam penanganan dokter.” Jawab Morgan dengan singkat.
Mereka pun menghembuskan nafas sejenak, kemudian ikut mendudukkan diri di samping Morgan. Semua orang khawatir, terkecuali Shella yang hanya memasang wajah santainya. Ia ada di sana karena Morgan bukan karena khawatir pada mantan sahabatnya itu.
“Gue hubungi orang tua El dulu” pamit Viola kepada Bianca, yang kemudian diangguki oleh sahabatnya itu.
Sementara, Rozer yang duduk di bangku yang sama dengan Morgan, menatap pria itu dengan tajam. Kemudian ia berbisik pelan guna memberi peringatan.
“Jangan coba deketin El lagi, karena lo cuma bakal nyakitin dia” ujar Rozer dengan tatapan tajamnya.
Morgan tak peduli dengan suara pria itu, ia masih fokus pada ponselnya. Hingga akhirnya memilih untuk menjawab dengan sindiran yang sarkas.
“Lo lebih mentingin ego dibanding keselamatan El, gue gak akan rela El jatuh ke tangan cowok pecundang.” Sarkas nya dengan nada dingin dan menusuk.
...***...
"Gimana keadaan Elina?" tanya Mama Reta yang baru datang bersama suaminya. Setelah ditelpon Viola, keduanya bergegas menuju rumah sakit dengan kepanikan dan kekhawatiran. Hingga dalam waktu singkat, akhirnya sampai di rumah sakit tempat Elina dilarikan.
"Elina pasti baik-baik aja, Tan" ujar Viola memeluk Mama Reta yang tengah menangis. Bianca mendekati mereka dan ikut menenangkan Mama Reta.
Sementara papa duduk di antara Morgan dan Rozer. Ia berniat menanyakan tragedi yang sebenarnya terjadi. Mengapa Elina bisa sampai masuk rumah sakit. Hingga kemudian Rozer angkat bicara, dan menjelaskan semuanya.
"Mungkin Elina mengingat sesuatu" gumam papa menatap dalam ke depan. Pemikiran mengatakan demikian, karena mendengar penjelasan Rozer, sepertinya Elina melihat sesuatu yang mengingatkan dirinya akan traumanya.
Sontak Morgan dan Rozer menoleh terkejut. Mereka tak berpikir sejauh itu, jika Elina mengingat sesuatu tentang memori di masa lalunya.
"Benarkah? Apa mungkin El akan mendapatkan kembali ingatannya, Om?" tanya Rozer penasaran, sementara Morgan terdiam mendengarkan dan berpikir kemungkinan itu.
"Hal itu belum bisa dipastikan, banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Kita tunggu dokter yang menangani El saja" jelas papa yang tak ingin memberikan spekulasi yang akan membuat harapan palsu.
Viola dan Bianca mengajak Mama Reta untuk pergi ke tempat yang lebih tenang. Lumayan jauh dari ruangan Elina, untuk mengalihkan fokus mama sejenak. Dan itu berhasil membuat mama tenang sejenak.
"El kuat, putri Mama pasti baik-baik aja kan Vi, Bi?" ujar Mama Reta dengan berusaha berpikir positif.
Viola mengangguk mengiyakan, begitu pun Bianca. "Iya Tan, El itu kuat pasti El baik-baik aja demi kita." Ujar Bianca optimis.
...***...
Sementara Shella yang ditinggal sendiri, tampak kesal. Ia melihat Morgan, tak mungkin bergabung bersama pria-pria itu. Akhirnya ia memilih untuk menjauh dari ruangan Elina guna menghilangkan kejenuhannya.
Saat sampai di lorong-lorong rumah sakit, Shella tak sengaja berpapasan dengan seorang pria yang tampak tak asing untuknya. Hingga ia memilih untuk mengamati dan rupanya benar, pria itu adalah teman masa sekolah dulu.
"Ray?" sapanya.
"Hm lo?"
"Gue Shella, temen SMP lo. Inget gak?" tanya Shella.
"Oh inget-inget gue. Ngapain lo di sini?" tanya Ray.
"Ada temen gue masuk sini. Lo ngapain?" tanya Shella balik.
"Mau jemput temen gue" jawab Ray.
Shella tersenyum menyeringai. "Cewek Lo ya?" godanya.
"Belum sih, baru pdkt" jawab Ray terlihat malu-malu.
"Astaga, selow aja kali sama gue. Paham gue kalau yang gitu-gitu gak usah malu-malu. Aneh liatnya gue" ujar Shella merasa Ray begitu malu membicarakan hal itu dengannya.
"Yang mana sih? Kenalin dong" ujar Shella yang penasaran siapa wanita yang berhasil memikat hati temannya itu. Pasalnya, Ray adalah pria yang sulit untuk tertarik dengan orang lain.
"Ada di dalem, lo mau ikut ke dalem?" tanya Ray.
"Enggak deh, gue bosen di dalem makanya keluar. Entar aja pulangnya lo kenalin, gue mau nyari angin dulu di luar." Jelas Shella kemudian pergi meninggalkan Ray.
Sementara Ray, kembali melangkahkan kakinya menuju tempat di mana wanitanya berada. Sampai di ruangan VVIP, ia memanggil wanita itu.
"Bi" panggilnya.
"Ray, kok udah dateng? Bentar ya Vi, jagain Tante dulu gue temuin dia" ujar Bianca kemudian berlalu untuk menemui Ray, pria yang sedang dekat dengannya.
Next .......