Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi. Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. LOML 4.
# Diwaktu yang sama ditempat berbeda...
Nayla masuk ke sebuah gedung delapan lantai yang menjadi tempat tinggalnya setelah beberapa menit berjalan kaki. Langkahnya membawa wanita itu ke depan sebuah pintu otomatis yang mengharuskan ia menekan kode akses unit Apartemen miliknya untuk membuka pintu masuk.
Setelah menyapa singkat petugas keamanan yang berjaga, wanita itu masuk ketika pintu terbuka, melangkah menuju lift yang akan membawa wanita itu ke lantai di mana unit Apartemennya berada.
Tepat ketika Nayla akan membuka pintu Apartemen miliknya, pintu Apartemen terbuka lebih cepat bahkan sebelum Nayla memiliki kesempatan untuk menyentuh gagang pintu, memperlihatkan ekspresi kesal dari seorang wanita yang menjadi asisten Nayla.
"Bagus! Kau masih ingat jalan untuk pulang," sindir Rose tajam.
"Aku memintamu meninggalkan Hotel karena mengingat kondisimu yang tidak baik, tapi bukan untuk berada di luar dengan pakaian tipis di saat musim dingin seperti malam ini," hardiknya.
Nayla menutup pintu dalam diam, berbalik dan mengarahkan pandang pada wanita yang menjadi asistennya, lalu tersenyum lembut.
"Maaf, Rose" Nayla berkata dengan intonasi penyesalan dalam suaranya.
"Ada hal mendesak yang harus aku lakukan, dan aku benar-benar lupa waktu," lanjutnya.
Rose mendengus kesal, menatap lekat kedua mata sahabatnya yang juga tengah menatapnya untuk menegaskan bahwa apa yang dikatakan Nayla adalah benar.
"Kau tahu kenapa aku marah, Nay?" Rose bertanya.
"Ayolah,,,! Jangan marah. Kali ini aku benar-benar tidak berniat untuk melakukannya," jawab Nayla.
"Dan tentu saja aku tahu alasanmu marah. Kau khawatir padaku karena kesehatanku belum pulih total," imbuhnya.
"Hal mendesak macam apa yang kau lakukan hingga kau mengabaikan kesehatanmu sendiri?" tanya Rose.
"Itu_,,,,"
Nayla tidak melanjutkan kalimatnya, namun satu tangannya menyembunyikan buku yang sebelumnya diberikan Rose ke balik punggung.
Rose menghembuskan napas keras, mengatur emosi yang ia rasakan setiap kali menghadapi sahabatnya. Entah bagaimana, ia tidak pernah bisa benar-benar marah pada Nayla meski wanita itu berusia sedikit lebih muda darinya.
Perlahan, emosi yang di rasakan Rose berangsur-angsur memudar, ekspresi wajahnya melembut sebelum ia kembali berbicara.
"Aku di sini bukan untuk memarahimu, tetapi untuk mengantarkan itu." Rose berkata sembari menunjuk meja menggunakan dagunya.
Nayla mengikuti arah yang di tunjuk Rose padanya. Hingga ia melihat Trophy dan beberapa hadiah memenuhi meja serta beberapa dokumen yang tersusun rapi di sampingnya, lalu mendekati meja dan mengamati tumpukan dokumen yang tidak asing.
"Dokumen ini_,,," Nayla tidak menyelesaikan kalimatnya, namun kedua matanya membaca tiap tulisan pada halaman teratas.
"Besok ada dua pertemuan yang harus kau hadiri. Salah satunya diadakan pagi. ini penting! untukmu dan untuk kantor," terang Rose.
"Aku akan atur jadwal baru untuk besok, pastikan kamu cukup istirahat! Akan ku kirim detailnya besok," lanjutnya.
Nayla mengangguk mengerti.
"Baiklah, aku hanya ingin mengatakan itu. Istirahatlah!" Rose berkata sembari membereskan barang-barang miliknya.
Selesai dengan barang-barangnya, Rose bersiap untuk pergi meninggalkan Apartemen Nayla, namun langkahnya terhenti ketika tangannya akan menyentuh pintu, lalu menoleh pada Nayla yang masih berdiri di tempatnya.
"Selamat atas nominasi mu, Nay," ucap Rose tersenyum bangga.
"Terima kasih Rose, hadiah darimu paling menarik dari semua hadiah ini, dan terbaik," sambut Nayla balas tersenyum.
"Aku pulang dulu," ucap Rose.
"Utamakan keselamatanmu," balas Nayla.
Rose mengangguk singkat, tersenyum tipis tanpa disadari Nayla.
'Dasar,,, Dia segera tahu mana hadiah dariku tanpa ku katakan,' batin Rose setelah menutup pintu.
Hening,,,
Nayla menatap semua hadiah yang ia terima memenuhi meja, mengambil satu-satunya paper bag berwarna coklat dengan pita di tengahnya, lalu mengeluarkan isinya. Namun, gerakannya tiba-tiba terhenti ketika ia teringat akan sesuatu.
Wanita itu meletakkan kembali paper bag yang isinya baru keluar sebagian, lalu mengeluarkan dompet yang ia selipkan ke dalam buku.
"Aku hampir melupakan ini," Nayla bergumam pelan.
Perlahan Nayla membuka dompet itu, menemukan kartu nama, kartu identitas, lisensi mengemudi dan beberapa kartu kredit serta beberapa lembar uang.
Dahinya berkerut saat menyadari kartu identitas dan kartu nama memiliki nama yang berbeda, sedangakan lisensi mengemudi dan kartu identitas memiliki nama yang sama.
"Rory Ace Jordan,"
Nayla membaca pelan apa yang tertera pada kartu identitas, serta nama Marques Martin pada kartu nama beserta nomor ponsel di bawahnya.
"Kurasa hanya ini yang bisa kulakukan untuk mengetahui pemilik dompet ini," ucap Nayla pelan.
Tanpa pikir panjang, Nayla menekan nomor yang tertera untuk melakukan panggilan. Setelah beberapa saat panggilan pun terhubung.
📞📞📞📞📞
"Hallo,," suara pelan dari ponsel membuat Nayla tersadar dan segera melihat jam yang masih melingkar pada pergelangan tangannya.
"01.30 am."
Kedua mata Nayla melebar sempurna, terlambat menyadari apa yang ia lakukan, namun tidak mungkin memutus panggilan begitu saja. Dengan dua kali tarikan napas, wanita itu menenangkan hatinya sebelum berbiara,
"Hallo,,,Selamat malam,,," Nayla menyapa.
"Ahh,,, Sebelum itu, tolong maafkan saya kerena telah menghubungi Anda selarut ini,"
"Apa maumu?" suara pria dari ponsel Nayla terdengar tidak bersahabat.
"Bisakah saya berbicara dengan, Tuan Rory Ace Jordan?" Nayla berkata.
"...."
"Apa,,,?" tanya pria itu ragu.
"Bisakah saya berbicara dengan, Tuan Rory Ace Jordan?" Nayla mengulang pertanyaan.
"Dengan siapa saya berbicara?" dia bertanya dengan intonasi berbeda.
"Saya Nayrela. Apakah Anda Tuan Rory?" tanya Nayla sedikit waspada.
"Saya Martin, teman dari Rory. Maaf ada perlu apakah anda dengan Rory?" tanya Martin.
"Ahh syukurlah,,, Sepertinya nomor yang saya hubungi benar," sambut Nayla lega.
"Begini, saya tidak sengaja menemukan dompet dengan kartu identitas atas nama Rory. Saya menyesal karena tidak menghubungi Anda lebih cepat karena beberapa alasan. Jadi saya_,,," kalimat Nayla terhenti ketika mendengar suara ribut dari seberang telepon.
"Berikan ponselmu padaku Martin!" suara orang lain terdengar.
"Hentikan, Rory!" suara berbeda muncul.
"Kenapa sekarang kalian ribut?" lagi, suara yang berbeda dari sebelumnya.
"Biarkan Martin menyelesaikan panggilannya!"
"Hei,,, Hentikan!"
Nayla menjauhkan layar ponsel dari telinga, menatap layar sejenak dengan kening berkerut. Ia bisa memastikan total ada enam suara berbeda dari yang ia dengar, lalu kembali mendekatkan ponsel ke telinga, menunggu orang yang ia hubungi kembali berbicara.
"Maaf,,, Maaf,,,, Maafkan atas keributan yang kami lakukan," suara seorang pria yang berbeda dari pria pertama terdengar.
"Saya Rory. Saya benar-benar berterima kasih karena Anda mengubungi nomor ini. Itu sangat berarti," ucap Rory.
"Ahh,, Anda belum menyelesaikan kalimat Anda, maaf bisakah anda mengulanginya?" pintanya.
"Baiklah, begini Tuan Rory, saya ingin mengembalikan dompet Anda. Jadi _,,,
Sebelum Nayla menyelsaikan kalimatnya, Rory menyela lebih cepat.
"Tidak,,,Tidak,, ,Begini saja. Biarkan saya yang menemui Anda. Bagaimana?"
"Besok siang?" imbuhnya
"Baiklah, jika anda memilih begitu," jawab Nayla.
"Tetapi, saya minta maaf. Saya memiliki pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan besok. Jika Anda tidak keberatan, saya bisa bertemu Anda lusa," Nayla menambahkan.
"Sepakat!" jawab Rory cepat.
"Saya akan menghubungi Anda menggunakan nomor pribadi saya nanti," tambahnya.
"Baiklah, saya akan mengirimkan detailnya sebagai gantinya," jawab Nayla
"Berapa banyak bayaran yang kau inginkan untuk hal ini?" celetuk Martin, detik berikutnya suara tamparan keras terdengar disertai hardikan dari Rory.
"Apa maksudmu berkata begitu?" bentak Rory.
Nayla yang mendengar keributan itu hanya tersenyum, tidak terpancing sedikitpun atas kalimat pedas yang baru saja ia terima dan memilih berbicara tanpa mengubah intonasi pada suranya.
"Saya mengerti maksud Anda Tuan,"
"Dalam hal ini saya tidak menargetkan apapun,"
"Dan kau berharap aku percaya?"
Lagi, suara skeptis yang Nayla yakini sebagai suara Martin terdengar sangat jelas.
"Dari namanya saja, kau tentu tahu siapa Rory bukan?" Martin menambahkan.
"Jaga bicaramu!" hardik Rory
"Saya akan mengirim pesan kepada anda. Saya minta maaf atas ucapan tidak menyenagkan yang baru saja Anda dengar," sesal Rory.
"Tidak masalah. Saya bisa memahaminya dan akan menganggap tidak mendengar apapun," jawab Nayla santai.
"Saya rasa, saya harus mengakhiri panggilan ini karena sudah cukup larut. Selamat malam,"
"Ahhh baiklah,,,Terima kasih banyak atas pengertian Anda Nona. Selamat malam," balas Rory .
📞📞📞📞📞
# Panggilan Berakhir...
"Bodoh! Aku menghubungi orang asing di jam lewat tengah malam. Jika dia marah itu hal yang sangat wajar." gerutu Nayla sembari menepuk dahinya.
Wanita itu beranjak dari tempatnya, melangkah menuju kamar untuk membersihkan diri sekaligus beristirahat.
Pandangan wanita itu menerawang ketika ia sudah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, mencoba untuk mengingat suara pria yang baru saja ia hubungi.
"Aneh, rasanya seperti aku pernah mendengar suaranya? Lalu, siapa Rory? Mengapa pria itu mengatakan aku mengenal namanya? Aku bahkan baru kali ini mendengar nama Rory"
Wanita itu menggeleng pelan, memilih untuk melupakan apa yang baru saja ia dengar dan memejamkan mata.
...%%%%%%%%%%...
Disisi lain, Rory dan lima orang temannya saling pandang sejenak setelah wanita yang menghubungi mereka malam itu memutus panggilan.
"Kau yakin dia benar-benar menemukan dompetmu" tanya Kevin.
"Sangat yakin," jawab Rory tanpa ragu.
Hatinya merasakan ia bisa mempercayai wanita itu sepenuhnya.
"Dia mengatakan menemukan dompet dan tidak langsung menghubungi karena kendala, apakah kau pikir itu masuk akal?" kata Martin tak percaya.
"Dia juga mengatakan akan mengembalikan dompetmu lusa. Mengapa lusa? Jika besok siang tidak bisa, dia bisa melakukan hal itu pagi atau malam. Apa kau pikir itu tidak aneh?" Martin menambahkan.
"Martin, ucapanmu keterlaluan. Instingku mengatakan dia berkata benar, dan entah mengapa sekarang aku benar-benar merasa tenang setelah mendengar apa yang wanita itu katakan," ucap Rory.
"Hanya jika wanita itu berkata benar, bagaimana jika tidak?" sambut Martin.
"Saat ini kita hanya bisa mempercayai wanita itu bukan?" ucap Thomas menengahi.
"Dan jujur saja, aku juga merasa dia tidak berbohong," tambahnya.
"Lebih baik kita istirahat sekarang," sela Nathan.
"Setidaknya ketegangan malam ini sedikit mencair," timpal Ethan.
Semua mengangguk setuju, sementara Rory segera memindahkan nomor Nayla ke ponsel miliknya dan menghapus nomor itu dari ponsel Martin, lalu berjalan menuju kamar.
Rory menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur setelah selesai membersihkan diri, menatap layar ponsel di mana nomor Nayla tertera di sana.
"Suaranya terdengar tidak asing. Di mana aku pernah mendengarnya?" gumamnya pelan, beberapa saat kemudian Rory terlelap dengan tangan masih menggenggam ponsel.
...%%%%%%%%%%%...
. . . .
. . . .
To be continued....