Di tahun 70-an, kota ini penuh dengan kejahatan yang berkembang seperti lumut di sudut-sudut gedung tua. Di tengah semua kekacauan, ada sebuah perusahaan detektif swasta kecil tapi terkenal, "Red-Eye Detective Agency," yang dipimpin oleh Bagas Pratama — seorang jenius yang jarang bicara, namun sekali bicara, pasti menampar logika orang yang mendengarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Beberapa bulan setelah penangkapan Bayu Setra, kota mulai pulih dari ketakutan yang ditinggalkan Bayangan. Bagas dan Siti terus menangani kasus-kasus baru di Red-Eye Detective Agency, namun di balik kesibukan sehari-hari, mereka masih menyimpan kekhawatiran tentang jejak-jejak Bayangan yang mungkin belum sepenuhnya hilang.
Suatu pagi, Siti datang ke kantor dengan sebuah amplop cokelat yang tidak ada pengirimnya. Wajahnya tampak sedikit tegang saat meletakkannya di meja Bagas. "Pak, amplop ini ditemukan di depan pintu kantor pagi tadi."
Bagas mengernyit, mengambil amplop itu dan membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya, terdapat selembar kertas dengan pesan singkat yang bertuliskan:
“Bayangan takkan pernah mati. Lihatlah lebih dekat, karena yang kau cari ada di sekitarmu.”
Bagas terdiam, menatap pesan itu dengan tatapan penuh arti. "Sepertinya, ada yang masih tersisa, Siti."
Siti menggigit bibirnya, wajahnya dipenuhi rasa ingin tahu dan sedikit kekhawatiran. "Mungkin masih ada yang belum kita ungkap, Pak. Mungkin bukan hanya Bayu Setra yang menjadi pemimpin Bayangan."
Bagas mengangguk, mengakui kemungkinan itu. "Benar, Bayu Setra memang dalang besar, tapi dia mungkin tak bekerja sendirian. Jika ada yang ingin kita tetap dalam kegelapan, maka kita harus mencari tahu siapa yang sebenarnya masih mengendalikan permainan ini."
---
Mengunjungi Burhan
Malam itu, Bagas memutuskan untuk bertemu dengan Burhan, informan lama mereka yang telah membantu mereka melacak Bayu Setra. Burhan adalah seseorang yang mengenal dunia bawah kota ini dengan baik, dan jika ada yang tahu sisa-sisa Bayangan yang masih bergerak, Burhan adalah orangnya.
Di sebuah kafe tua di pinggiran kota, Bagas dan Siti bertemu Burhan. Pria itu menatap mereka dengan tatapan penuh kewaspadaan.
"Bagas, aku sudah menduga kau akan kembali," ucap Burhan, menyeruput kopinya dengan tenang. "Apa yang bisa kubantu kali ini?"
Bagas mengeluarkan surat dari amplop cokelat itu, lalu meletakkannya di meja. "Kami mendapat pesan ini. Sepertinya Bayangan belum sepenuhnya musnah. Apakah kau tahu siapa saja yang mungkin masih bekerja untuk mereka?"
Burhan terdiam sejenak, lalu mendesah panjang. "Kalian benar, Bayangan mungkin masih ada. Bayu Setra hanyalah salah satu bagian dari jaringan yang lebih besar. Sebagian anggota Bayangan memang setia padanya, tapi ada juga yang bekerja untuk seseorang di belakang layar… seseorang yang lebih kuat."
Siti mencondongkan tubuhnya, penasaran. "Apa kau tahu siapa orang itu?"
Burhan menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu namanya. Dia selalu beroperasi dalam senyap, menggunakan orang-orang seperti Bayu Setra sebagai boneka. Hanya ada satu petunjuk—sebuah tempat yang dikenal sebagai Kamar Tertutup. Mereka bilang, itulah tempat di mana keputusan besar dibuat, dan hanya mereka yang benar-benar berkuasa yang tahu tentangnya."
Bagas merenung, mencoba menghubungkan informasi yang diberikan Burhan dengan potongan-potongan lain yang telah mereka kumpulkan. "Kamar Tertutup... Apakah kau tahu di mana tempat itu berada?"
Burhan terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku tidak tahu pasti, tapi tempat itu diyakini berada di dalam salah satu gedung tua milik keluarga kaya yang telah lama beroperasi di kota ini. Jika kalian ingin mengungkap siapa yang masih berada di balik Bayangan, kalian harus ke sana."
---
Mencari Kamar Tertutup
Dengan informasi baru dari Burhan, Bagas dan Siti mulai menyelidiki keberadaan Kamar Tertutup. Mereka menelusuri catatan sejarah kota, mencari informasi tentang gedung-gedung tua yang dimiliki oleh keluarga kaya yang mungkin terkait dengan Bayangan. Setelah berhari-hari menelusuri arsip dan bertanya kepada beberapa narasumber, mereka menemukan bahwa salah satu gedung tua di pusat kota, milik keluarga Wirya, cocok dengan deskripsi Burhan.
Siti membuka berkas tentang keluarga tersebut, membaca dengan seksama. "Keluarga Wirya ini memiliki banyak properti di kota, termasuk gedung tua ini. Mereka selalu menjaga jarak dari media dan hampir tak pernah muncul di hadapan publik."
Bagas mengangguk. "Gedung ini mungkin memang tempat pertemuan rahasia mereka. Kita harus menyusup ke dalam dan menemukan Kamar Tertutup."
Namun, menyusup ke dalam gedung yang dijaga ketat bukanlah tugas yang mudah. Bagas dan Siti tahu bahwa mereka harus berhati-hati, karena satu langkah salah saja bisa membuat mereka terjebak dalam bahaya.
---
Penyusupan ke Gedung Wirya
Malam itu, dengan persiapan matang, Bagas dan Siti menyelinap menuju gedung Wirya. Mereka mengenakan pakaian gelap dan membawa peralatan kecil yang dapat membantu mereka membuka kunci dan melumpuhkan kamera pengawas. Setibanya di sana, mereka mengamati gedung itu dari kejauhan, memperhatikan pola penjaga yang berpatroli.
Setelah yakin bahwa situasi cukup aman, mereka menyelinap masuk melalui pintu samping yang tak terkunci. Lorong-lorong gedung itu gelap dan sunyi, menciptakan suasana mencekam yang membuat mereka harus berhati-hati di setiap langkah.
Setelah beberapa saat mencari, mereka menemukan sebuah lorong sempit yang mengarah ke sebuah pintu besi tebal di ujungnya. Di atas pintu tersebut, terdapat sebuah plakat kecil yang bertuliskan “Kamar Tertutup”.
Siti menatap Bagas dengan tatapan serius. “Sepertinya ini tempatnya, Pak. Apa kita siap untuk ini?”
Bagas mengangguk. “Kita sudah terlalu jauh untuk mundur, Siti. Ini mungkin satu-satunya cara untuk mengakhiri semuanya.”
Mereka membuka pintu tersebut dengan hati-hati dan menemukan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan arsip, dokumen, dan foto-foto lama. Di dinding, tergantung peta kota dengan tanda-tanda yang menunjukkan lokasi-lokasi penting yang ternyata merupakan pusat kendali Bayangan.
Namun, yang membuat mereka terkejut adalah sebuah foto lama yang menampilkan beberapa anggota Bayangan, dan di antaranya, mereka mengenali wajah seseorang yang tak pernah mereka duga sebelumnya: Hasan Setiawan.
Siti terkejut. “Pak Hasan? Pejabat yang dulu kita temui? Dia salah satu pendiri Bayangan?”
Bagas menatap foto itu dengan tak percaya. “Kita ditipu. Dia mungkin telah menggunakan kita untuk menjatuhkan Bayu Setra, agar dia bisa mengambil alih Bayangan.”
---
Penemuan yang Mengubah Segalanya
Setelah menyadari kenyataan ini, Bagas dan Siti mengumpulkan semua bukti dari Kamar Tertutup. Mereka tahu bahwa Hasan bukan hanya anggota biasa—dia mungkin adalah dalang baru dari jaringan Bayangan yang masih tersisa. Dengan mengorbankan Bayu Setra, Hasan berhasil menghilangkan pesaing terbesarnya di dalam organisasi.
Bagas menyadari bahwa mereka harus bertindak cepat sebelum Hasan menyadari bahwa Kamar Tertutup telah ditemukan.
“Kita harus menyerahkan bukti ini ke pihak berwenang, Siti. Sebelum Hasan bisa menghapus jejak-jejaknya,” ujar Bagas dengan nada tegas.
Siti mengangguk, walaupun wajahnya tampak cemas. “Pak, kalau Hasan tahu kita masih mengikutinya, dia mungkin akan melakukan apa saja untuk menghentikan kita.”
Bagas menatapnya, sorot matanya penuh keteguhan. “Kita tak bisa mundur, Siti. Ini adalah kebenaran yang harus terungkap.”
Mereka meninggalkan gedung itu dengan membawa bukti-bukti baru yang menunjukkan keterlibatan Hasan Setiawan dalam jaringan Bayangan yang masih tersisa.
---
Semangat.