FRIEND WITH BABY (FWB)

"Ih, bau apaan sih ini?"

Nayra tiba-tiba bertanya sebab merasa terganggu oleh bau yang melintas di hidungnya.

"Bau?. Bau apaan?"

Steffi teman sekantor dan satu divisi dengannya bertanya pada gadis itu.

"Kayak bau congek gitu deh" jawab Nayra sambil menggosok dan menutup hidung.

Steffi saling bertatapan dengan teman Nayra yang lain. Mereka bingung sebab kantor mereka sangatlah bersih serta wangi semerbak.

Belum lagi ditambah parfum-parfum mahal dari para karyawan. Tak ada bau aneh sedikitpun di ruangan tersebut.

"Segini wanginya, Nayra. Bisa-bisanya hidung lo mencium bau congek."

"Hidung lo ada tong sampahnya kali." ledek karyawan lain diikuti oleh tawa Steffi dan yang lainnya.

"Ih, beneran ada bau. Masa kalian nggak mencium sama sekali sih?"

Kembali para rekan kerja Nayra saling bertatapan satu sama lain. Hidung mereka mulai mencari bau yang dimaksud. Tetapi tak ada satupun yang berhasil menemukan.

"Kagak ada, Nay." ujar salah seorang dari mereka.

"Perasaan lo doang kali." celetuk Steffi.

"Au ah, bau banget ini. Mual gue, pengen muntah."

Nayra tiba-tiba berlari ke toilet dan benar-benar muntah disana. Ia kembali ke meja kerja dalam keadaan yang sudah lemas serta wajah pucat basi.

"Nay, lo kenapa?"

Steffi bergegas mendekat, sebab ia mengkhawatirkan keadaan temannya itu.

"Minta minyak angin roll on lo dong Steff." ujar Nayra.

Maka segera saja Steffi mengambil minyak angin tersebut dari dalam tas dan memberikannya. Karyawan lain ada yang meminta tolong pada office girl, untuk mengambilkan segelas air hangat di pantry. Selang beberapa saat kemudian office girl tersebut pun tiba.

"Lo butuh ke klinik di bawah, Nay?" tanya Steffi.

"Nggak usah, Steff. Bentar lagi juga gue baikan koq. Paling asam lambung gue naik lagi." jawab Nayra.

"Oke deh. Tapi kalau ada apa-apa lo panggil gue aja ya." ujar Steffi.

Nayra mengangguk, tak lama bos mereka pun datang dan mereka semua kembali ke posisi masing-masing untuk melanjutkan pekerjaan.

***

Di jam yang sama, tepat disaat Sean baru tiba di kantor.

"Pa, apa kita nikahkan saja Sean dan Felicia tahun ini. Biar tahun depan kita udah bisa gendong cucu kayak tetangga sekitar."

Nina Chen ibu Sean berkata pada sang suami Pablo, yang kebetulan hari ini tak masuk kerja karena sedang cuti. Mereka berdua tengah duduk di teras samping rumah.

"Aku kan udah pernah bilang sama kamu dari dulu. Jangan mengatur kehidupan pribadi anak. Menikah dan punya anak itu sepenuhnya urusan Sean sama Feli."

Pablo memberikan jawaban bijak.

"Tapi kan enak pa, kalau mereka menikah muda. Nanti biar punya anaknya lebih gampang." ucap Nina.

"Jangan terlalu konservatif. Tidak semua orang yang menikah harus punya anak, harus menyenangkan orang tua dengan memberi cucu." ucap Pablo.

"Kalaupun tujuannya begitu, belum tentu juga pas menikah nanti akan mudah dapat anak. Banyak contohnya menikah muda tapi sulit punya keturunan. Ada yang gampang tapi malah stress ujungnya pisah. Jangan jadikan itu sebagai tuntutan." lanjutnya kemudian.

"Mama cuma mau yang terbaik untuk Sean. Mumpung lagi ada keturunan asli suku mama yang mau sama dia. Mending nikah muda daripada terlambat, nanti jadi omongan orang."

Nina Chen berlalu setelah mengucapkan kata-kata tersebut. Sementara Pablo kini hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya tanda heran.

Masih ada saja orang tua yang berpikiran jika kehidupan pribadi anak, berhak ia atur seluruhnya. Padahal Nina termasuk ibu yang masih muda dalam segi usia dan juga terpelajar.

Tetapi pemikirannya sama saja seperti generasi masa lampau yang suka memaksakan kehendak terhadap anak. Memaksa menikah, harus punya keturunan, harus begini, mesti begitu, dan seterusnya.

***

Sore hari.

"Mbak Siti, ini bau apaan?"

Drama bau yang tertangkap oleh hidung Nayra pun berlanjut sampai ke rumah. Kali ini mbak Siti yang tengah masak di dapur menjadi sasarannya.

"Ini terasi, neng. Mbak diminta bapak bikin sambel terasi, nanti malam ada teman bapak yang mau ikut makan malam disini. Tadi bapak telpon." jawab mbak Siti.

"Tapi koq bau banget, menyengat berlebihan gini." ujar Nayra heran. Ia menutup hidungnya karena tak tahan.

"Ini terasi yang sering kita bikin sambel koq." jawab Siti.

"Tapi baunya nggak kayak yang biasa. Kayak dibikin dari bangkai udang purba tau nggak." ujar Nayra.

Mbak Siti pun bingung.

"Perasaan baunya biasa aja deh." gumam asisten rumah tangga tersebut.

"Bau banget ah."

Nayra terus saja menggerutu sambil meniti tangga dan naik ke atas. Sesampainya di kamar ia baru merasa sedikit lega, sebab tempat itu terasa dingin oleh air conditioner yang lupa dimatikan sejak pagi. Bau yang semula ia cium cukup samar ditempat itu.

"Hhhhhh."

Nayra menarik nafas dalam-dalam, kemudian gadis itu merebahkan diri ke atas tempat tidur.

Malam harinya ia dipanggil untuk ikut makan malam bersama. Teman dari Pablo mengajak istri dan juga anaknya yang seumuran dengan Nayra. Nayra sejatinya malas, tetapi karena dipaksa oleh Viola akhirnya ia mau turun.

Di meja makan, istri dari teman Pablo berusaha untuk berinteraksi. Viola menerimanya dengan baik, tetapi Nayra hanya menjawab sekedarnya saja.

Sebab perut perempuan muda itu kembali terasa mual dan kepalanya pusing berputar-putar. Ia bahkan tak sanggup menghabiskan makanannya.

"Kamu kenapa, Nay?" tanya Viola diikuti tatapan yang lain.

"Nay pusing, mi. Nay istirahat duluan ya."

Nayra beranjak dan berpamitan kepada tamu. Tak lama ia pun buru-buru naik ke atas lalu masuk ke dalam kamar.

***

"Daaaaar!"

Secara tiba-tiba frame foto yang memajang foto dirinya dan Nayra terjatuh lalu pecah.

Philo yang saat ini hendak mengawali pagi tersebut pun kaget. Seketika ia teringat pada peristiwa sekitar tiga bulan yang lalu. Dimana ia juga melihat kejadian serupa.

"Degh."

Batin Philo berdetak.

"Ini sudah dua kali jatuh. Ada apa?" gumam pemuda itu.

Tetapi kemudian pikiran rasionalnya yang terpelajar buru-buru menepis hal tersebut. Sebab memang ada angin yang berhembus cukup kencang dari arah jendela kamar.

Philo tertawa kecil lalu membereskan semuanya dan membuang pecahan beling ke dalam tong sampah.

Tak lama ia mencoba menelpon Nayra, namun tak diangkat. Philo menduga jika sang kekasih tengah berada di toilet.

Lalu ia pun menunggu dan menghubungi kembali pada beberapa menit berikutnya. Tetap saja Nayra tidak merespon sama sekali.

"Kamu udah tidur?"

Philo mengirim pesan singkat pada kekasihnya itu melalui WhatsApp. Dan lagi-lagi tak ada jawaban.

Philo lalu menyimpan handphonenya ke dalam saku. Ia menduga jika Nayra memanglah sudah tertidur. Maka ia putuskan untuk membuat kopi dan sarapan pagi.

Tak lama ia berangkat ke kampus, dan bertemu dengan Chika. Gadis asal Bandung yang juga kuliah ditempat yang sama dengannya.