Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Flashdisk Berwarna Putih
Blazzz...!
Petir menyambar di suatu malam bersama hujan deras, guntur bersahutan mengeluarkan suara yang menggelegar.
"Bu, Rio tidak bisa tidur."
Si kecil Rio mendatangi kamar Putri serta Bayu yang juga nampak takut dengan suara petir yang menyambar memekakkan telinga.
"Sini, sama Ibu," panggil Luna dan Rio mendekat dan naik ke tempat tidur Putri ikut memeluk adik-adiknya.
"Bu, Ayah kapan pulang?" tanya Putri. Jika ada Hendra, gadis itu selalu menempeli sang Ayah yang selalu memanjakan dirinya.
"Di luar sedang hujan, mungkin Ayah masih berteduh. Kalian bobo ya, besok pagi kita bisa melihat Ayah.
Putri mengangguk karena memang hujan malam ini sangat deras. Pasti Ayahnya sedang menghindar dari hujan. Luna menenangkan anak-anak sampai mereka tertidur bahkan kini hujan mulai mereda.
Wanita itu terus mengintip di balik jendela menatap di depan, menunggu kemunculan sang suami yang belum terlihat juga sampai sekarang.
Cukup lama Luna menunggu, bahkan waktu telah memasuki lewat tengah malam. Dari kejauhan Luna melihat lampu mobil dan memasuki pekarangan.
Luna segera berjalan membuka pintu karena tahu itu adalah suaminya yang telah pulang. Ia melihat sang suami yang terlihat basah kuyup.
"Suami ku, apa kamu tidak berteduh, kenapa basah begini?" tanya Luna sambil melepaskan jas yang melekat di tubuh Hendra.
"Tidak sempat, hujan nya sangat deras," balas Hendra dan wajah nya seperti menyembunyikan kegelisahan.
"Suami ku, kamu kenapa. Di bibir mu juga berdarah," panik Luna melihat sudut bibir Hendra yang mengeluarkan darah, di tambah wajah sang suami juga terlihat pucat seperti tidak di aliri oleh darah.
"Kemari, kita bicara di dalam."
Hendra terlihat menarik Luna untuk masuk di dalam kamar. Mata pria itu sesekali melihat sekeliling seperti ada yang memperhatikan nya. Luna yang melihat itu merasa bingung sendiri.
"Suamiku, kamu kenapa seperti ketakutan begitu?" tanya Luna tapi Hendra tidak mengatakan apapun sampai mereka tiba dalam kamar dan Hendra mengunci rapat pintu kamar tersebut.
"Sayang, dengarkan baik-baik apa yang ku katakan. Jika terjadi sesuatu padaku tolong jaga anak-anak dengan baik," kata Hendra seperti menyembunyikan sesuatu dari Luna.
"Memangnya kamu kenapa, Suamiku? Apa terjadi sesuatu?" tanya Luna khawatir setelah mendengar perkataan Hendra, namun Hendra tidak menjawab dan hanya memeluk istrinya itu seperti menghilangkan ketegangan yang tengah Ia rasakan.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya mengkhawatirkan kalian, tolong jaga diri baik-baik," ucap Hendra seperti memendam sebuah masalah seorang diri.
"Kan ada kamu, kami akan selalu baik dan sehat jika memiliki Suami dan Ayah seperti mu," ujar Luna sambil tersenyum di balik pelukan Hendra. Namun tanpa Ia sadari saat ini Hendra justru mengusap air matanya yang tiba-tiba terjatuh, entah apa yang pria itu sembunyikan.
"Ya sudah, sekarang kamu bersihkan badan. Aku siapkan air hangat untuk mu mandi," kata Luna sambil melepaskan pelukannya.
"Tunggu. Ini, pegang baik-baik."
Hendra merogoh saku celananya dan memberikan flashdisk berwarna putih pada Luna.
"Suami ku, ini untuk apa?" tanya Luna tidak mengerti mengapa Hendra memberikan benda tersebut kepadanya.
"Di dalam situ ada hal penting. Jangan berikan pada siapa pun selain padaku dan berikan saat aku meminta nya. Apa kamu paham?"
Luna mengangguk dan kembali memeluk suaminya itu sejenak.
"Aku mengerti Suamiku," kata Luna.
"Ayo, lekas mandi. Mungkin kamu pucat karena kedinginan terkena hujan," lanjut Luna setelah meletakkan barang pemberian Hendra dalam laci di kamar mereka.
"Tolong temani aku mandi," pinta Hendra.
"Hahaha. Baiklah, ayo Suami ku. Aku akan menemanimu dan bahkan memandikan mu. Tapi tunggu sebentar selagi aku memasak air untuk mu."
________________
Luna mengenang masa saat bersama dengan Hendra, Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Hendra saat itu. Namun sampai saat ini Ia masih menyimpan dengan baik apa yang Hendra berikan tersebut.
Tidak lama setelah kejadian itu, Hendra sudah tidak pulang dan tiba-tiba Daru bersama Kenzo datang mengabarkan jika Hendra telah meninggal dunia meninggalkan utang yang sangat banyak.
"Pernahkah Hendra memberikan mu sesuatu atau memberitahu sesuatu pada mu?" tanya Daru setelah mendengar cerita Luna.
Namun Luna tidak bercerita tentang Hendra yang memberikannya sebuah flashdisk seperti apa yang ada dalam ingatannya tadi.
"Tidak, Ia adalah tipe suami yang tidak mau membebani saya dan anak-anak. Saat saya bertanya tentang luka di wajahnya juga Ia tidak mau memberitahu," bohong Luna.
Seperti apa yang Hendra katakan, agar tidak memberikan benda tersebut pada siapapun. Maka dari itu Luna tidak mau mengungkapkannya kepada Daru yang mungkin saja akan mengambil flashdisk itu jika Ia tahu.
"Apa kau ingat kapan kejadian itu terjadi?"
Daru terlihat seperti mengintrogasi Luna, wanita itu jadi merasa was-was takut apa yang Ia katakan bisa berbahaya untuk mereka.
"Kejadian itu terjadi sekitar tiga hari sebelum Suamiku tidak pernah pulang lagi," kata Luna mengingat-ingat.
Daru menatap penuh selidik pada wajah Luna membuat wanita itu merasa gugup.
"Apa kau yakin menceritakan semua kejadian malam itu secara mendetail?"
Entah mengapa Daru curiga Luna hanya bercerita setengah-setengah. Sepertinya ada hal lain yang terjadi dan Luna sengaja merahasiakan itu dari Daru.
"Ti_tidak Tuan. Semua kejadian malam itu sudah saya ceritakan pada anda," jawab Luna tergagap karena takut ketahuan berbohong.
"Kau berbohong!"
Daru menatap tajam wajah Luna dan membuat wanita itu agak ketakutan. Bagaimana Daru bisa tahu jika dia berbohong.
"Tidak, saya tidak membohongi anda," jawab Luna meyakinkan tapi Daru tetap yakin ada hal yang Luna rahasiakan darinya.
"Jangan ragu untuk mengatakan semuanya jika sudah merasa yakin," kata Daru sambil berdiri dan bangkit dari duduknya.
Ia tahu Luna tidak mempercayai nya dan pasti apa yang dia sembunyikan itu adalah hal penting yang mungkin bisa mengungkapkan siapa pelaku sebenarnya.
Sepertinya Daru harus mengambil kepercayaan Luna agar wanita itu bisa bercerita secara jujur dan terbuka tentang apa yang malam itu sudah mereka bicarakan.
Luna menatap kepergian Daru dari kamarnya sampai pria itu menghilang, Ia agak kurang percaya Daru melepaskan nya begitu saja. Luna segera bangkit dan berjalan mendekati sebuah lemari lalu mengambil sebuah kotak. Wanita itu membuka benda tersebut dan mengeluarkan isi di dalamnya.
Flashdisk berwarna putih itu Luna pandangi dengan seksama.
"Apa yang ada dalam Flashdisk ini?" tanya Luna pada diri sendiri.
Jika ia punya perangkat untuk melihat isi dalam flashdisk itu, pasti Luna sudah mengecek isi di dalamnya dan menghilangkan rasa penasarannya, jadi Ia hanya bisa menyimpan dengan baik benda tersebut.