"Aku tidak mau menikah dengan Rizky!" teriak Lisa. Tapi apa daya takdir seolah-olah mengikat pernikahan itu.Kini ia tengah menangisi dirinya sendiri karena akan menjadi calon pengantin baru setelah malam perpisahan ini.
Siapa sangka bahwa dirinya sudah dijodohkan saat berumur 10 tahun oleh kedua belah pihak. Rizky yang baru saja berumur 18 tahun itulah yang melamar Lisa yang masih kecil dan polos.
Bahkan pertemuan mereka hanya terjadi sekali sewaktu Lisa berumur 10 tahun. Tidak adanya keakraban maupun kemesraan yang terjadi apalagi cinta.
Akankah pernikahan tanpa berlandaskan cinta dapat terus bertahan? Apakah Lisa hanya akan diam dan tidak memberontak mengenai pernikahan ini?
Kepoin cerita serunya yuk! Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lei., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waktu Tersisa 2 Hari
Lisa pun menginjakkan kakinya di luar dan ia memastikan untuk selamanya tidak akan kembali lagi.
“Meski hidupku mau bagaimana pun, aku tetap tidak akan pulang ke rumah lagi. Sampai jumpa Ayah ... Ibu ... terima kasih untuk kasih sayang kalian selama ini. Maaf ya dengan perbuatanku selama ini.”
Ia pun berlari membawa koper kecilnya yang tidak begitu berat menuju ke suatu desa yang jalannya setara dengan perkotaan.
3 jam lebih ia menempuh perjalanan itu dengan berjalan kaki tanpa ada rasa lelah.
Sesudahnya tiba, aroma rerumputan yang segar pun mulai naik ke hidung Lisa.
Bunga-bunga jalanan di desa itu pun ikut menggerakkan pinggangnya ketika Lisa berjalan melewatinya.
Udara sangat sejuk dan segar di desa ini meski pembangunannya sudah mulai maju.
“Di sini juga ada rumah sakit, bangunan rumah bertingkat dan toko-toko besar. Yey, hidupku terjamin di sini.”
Ia pun berjalan dengan ceria dan aktif yang tidak sama seperti sebelumnya.
Rasanya dirinya seperti menjadi bebas dan liar di desa ini.
Warna biru langit sudah mulai memudar dan meninggalkan bekas warna jingga di langit.
Lisa pun sudah check-in di penginapan sementaranya dan kemudian berbaring di kasur penginapan.
“BRUK.”
Hantaman tubuh Lisa terdengar begitu keras dan sakit di kasur tersebut.
“AW!”
Tubuh gadis itu serasa mau remuk karena terhantam alas kasur yang keras bagai batu.
“Duh ... kalau kasur biasa di rumah pasti empuk.”
Suatu pikiran pun terlintas dalam dirinya yang tengah duduk bengong di kasur.
“Sudah beberapa jam aku kabur dari rumah? Ayah dan Ibu kalau sadar keberadaan ku ga ada dari tadi bagaimana ya? Ibu pasti histeris ...” ucap batin Lisa.
“Tapi kalau ga ada bantuan dari Bibi Siti, pasti aku juga selalu muram dan tidak bebas. Bibi memang orang baik.”
Oleh sebab itu kekhawatiran tidak berguna sama sekali jika diteruskan dan akhirnya Lisa menikmati saja di lingkungan desa baru ini.
“Huh, ponsel pun harus ku tinggal biar ga bisa di lacak. Sekarang malah jadi bosen. Hmph!”
Ia pun pergi keluar dari penginapan dan hendak membeli ponsel baru.
Sementara orang tua Lisa panik dan kebingungan ketika mereka menyadari anaknya hilang setelah kepergian Bibi Siti.
Memang dari awal Bibi Siti sengaja datang berkunjung untuk membiarkan orang tua Lisa lengah dan membiarkan gadis itu pergi.
Ketika Lisa sudah berjalan cukup jauh, baru Bibi tersebut meninggalkan kediaman orang tua Lisa dan rencana mereka berhasil.
“ARGH, PAPA! LISA GA ADA DI RUMAH! LISA HILANG!” teriak Ibu yang semakin menggila.
“Sabar, Ma ... sabar. Lisa bakal pulang ga lama lagi.”
“TAPI INI UDA MAGHRIB, LISA PASTI KABUR KARENA GA MAU NIKAH, PA!”
Ibu semakin histeris dengan tangisan yang terisak-isak.
Ia sampai menyalahkan diri sendiri karena tidak berpikir sampai terlalu jauh mengenai pernikahan anaknya.
Sekarang yang mereka khawatirkan bukanlah bagaimana tanggung jawabnya kepada keluarga Rizky melainkan kepedulian kepada anak gadisnya yang takut terjadi apa-apa.
“Huhuhu ... Ya Allah, lindungilah anakku dari bencana apapun, hiks.”
Ayah pun hanya bisa menepuk kecil punggung Ibu dan memberikan sedikit pelukan hangat di tubuhnya yang sedang bergemetaran.
Tak lama kemudian, Ayah pun mengabari kepada keluarga Rizky tentang permasalahan anaknya yang melarikan diri.
“Apa? Lisa kabur? Bukankah Bapak sudah berjanji tidak akan melanggar kesepakatan yang telah dibuat? Bapak sungguh tidak bertanggung jawab atas masalah ini! Bapak harus pikir cara apapun itu sebelum Bapak terkena konsekuensinya!” ucap Ibu Rizky di telepon dengan amarah yang mulai meledak.
“TUT.”
Gagang telepon langsung di hantam oleh Bu Hainah dengan kasar.
“Ada apa marah di malam-malam gini, Bu?” tanya Rizky yang tengah bahagia mencoba setelan jasnya.
Rizky pun memberi waktu sedikit kepada ibunya yang tengah mengatur napas untuk meredakan apinya.
Akhirnya hembusan napas panjang terakhir dikeluarkan dan ibunya pun kembali tenang dan lanjut berbicara.
“Lisa uda kabur duluan tadi siang, Nak.”
“APA?”
Mata Rizky terbuka lebar dan tidak sengaja jarum pengait bunganya tertusuk di jarinya.
“Kamu berdarah, Nak!”
“Tidak apa-apa, Bun. Yang penting aku harus mencari dia!” ucapnya sambil bergegas pergi.
“KAMU MAU KEMANA, NAK?”
Tapi pria itu tidak menjawab dan entah dimana ia pergi.
Di sisi lain, orang tuanya sampai pergi keliling naik motor untuk mencari informasi dan keberadaan anaknya di malam hari yang berangin sejuk.
Tampak wajah mereka tertulis kerisauan yang amat jelas hingga keringat dingin mencari anaknya.
“Pa, kamu pasti sudah lelah. Istirahat saja dulu, lagian kalau begini terus nanti masuk angin, Pa.”
“Sudah Ma, tidak apa.”
“Kasihan loh kamu, Pa. Kalau seandainya kita engga bohongin Lisa pasti engga akan sampai begini ...” ucap Ibu dengan lirih.
Ujung matanya yang berkerut itu sudah mulai tidak mampu menampung air mata lagi.
Ayah pun hendak memberi sedikit kata-kata yang dapat menenangkan istrinya.
“Iya, sudah ti-“
“Kita dari dulu sampai sekarang juga hidup sederhana. Kita memang sudah berkecukupan. Kita juga tidak tanda tangan penuh untuk kesepakatan mereka yang memberi keuntungan sama kita! Kenapa harus sampai Lisa yang berkorban dan melarikan diri?” ucap Ibu dengan tangisan kecil.
Setelah Ibu tenang, mereka pun lanjut mencari keberadaan Lisa.
Tapi mereka sama sekali tidak terpikirkan untuk pergi ke desa yang baru-baru ini dibangun.
Alhasil mereka pulang dengan hasil angin dan mulai gelisah.
Tidak lama kemudian, “KRING KRING.”
Bunyi telepon genggam tiba-tiba berdering keras sampai membuat Ibu bergegas mengangkatnya.
“Hallo, Lisa? Kamu kemana, Nak?”
“Hallo, Bu Sarah. Saya Rizky bukan Lisa. Saya tahu kekhawatiran Ibu dan saya juga tengah berusaha mencari titik lokasi Lisa. Jadi harap Ibu lebih tenang ya dan beri saya sedikit waktu.”
Tak lama setelah perbincangan selesai, Ibu Rizky menghampiri anaknya yang tengah bekerja di komputer.
“Bagaimana dengan hasilnya, Nak? Apa sudah jumpa?”
“Belum, Bu ... beri Rizky sedikit waktu lagi.”
Tapi sayangnya ibunya tidak bisa menahan keheningan ini begitu lama meski anaknya tengah sibuk.
“Pernikahan hanya tinggal dua hari lagi. Kamu ga bakal jumpa dia begitu cepat.”
Tetap saja tidak ada tanggapan dari anaknya yang sangat sibuk dengan monitor.
Lalu tak lama kemudian pria itu berkata, “Pernikahan tetap tidak boleh dibatalkan, Bu."
Ibunya pun menarik napas panjang dan mengambil keputusan baru.
“Begini saja, kalau sampai besok Rizky masih ga jumpa, Rizky nikah saja sama Shella.”
Pria itu pun berhenti sejenak dan menoleh ke arah ibunya dengan sinis.
“Shella siapa?” tanyanya.
1 /Coffee/ kopi + 2 /Rose//Rose/ bunga sebagai semangat..