NovelToon NovelToon
Saat Cinta Terpaksa

Saat Cinta Terpaksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Angst
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ansel 1

Alyssa, seorang gadis dari keluarga sederhana, terpaksa menerima pernikahan dengan Arka, pewaris keluarga kaya raya, demi menyelamatkan keluarganya dari krisis keuangan. Arka, yang memiliki masa lalu kelam dengan cinta pertamanya, juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, tuntutan keluarga dan strata sosial membuat keduanya tidak punya pilihan.

Dalam perjalanan pernikahan mereka yang dingin, muncul sebuah rahasia besar: Arka ternyata memiliki seorang anak dari cinta masa lalunya, yang selama ini ia sembunyikan. Konflik batin dan etika pun mencuat ketika Alyssa mengetahui rahasia itu, sementara ia mulai menyadari perasaannya yang kian berkembang pada Arka. Di sisi lain, bayangan cinta lama Arka kembali menghantui, membuat hubungan mereka semakin rapuh.

Dengan berbagai pergulatan emosi dan perbedaan kelas sosial, Alyssa dan Arka harus menemukan jalan untuk berdamai dengan masa lalu dan membuka hati, atau memilih berpisah dan meninggalkan luka yang tak terobati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ansel 1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kehidupan Baru yang Kosong

Hari pertama aku memasuki rumah besar ini sebagai istri Arka, aku disambut oleh suasana yang dingin dan sunyi. Dinding-dinding rumah berdiri kokoh, penuh dengan dekorasi mewah dan ornamen yang mahal, tetapi tak ada sedikit pun kehangatan yang terpancar. Aku berjalan melewati ruang tamu yang luas, mendengar suara langkah kakiku bergema, seolah menegaskan kekosongan di dalam hatiku.

Kami resmi menikah kemarin, dalam sebuah acara yang penuh dengan tamu undangan dan kemewahan, namun terasa hambar. Saat ini, aku duduk di ruang makan yang berisi meja panjang dengan kursi berderet, tetapi hanya aku yang duduk di sana, sendirian. Arka selalu sibuk; bahkan pagi ini, dia telah berangkat bekerja lebih awal tanpa pamit. Pekerjaan sepertinya adalah pelariannya, menghindari tatapan dan percakapan yang seharusnya mengisi hari-hari pertama kami sebagai pasangan.

Aku menghela napas panjang, mencoba menerima kenyataan ini. Aku sudah menebak bahwa hidup baru ini tidak akan mudah, tetapi aku tak pernah menyangka bahwa rasanya akan sesepi ini. Aku merasa seperti tamu di rumah sendiri, terkurung di antara dinding yang mewah tetapi dingin. Tiap sudut rumah ini terasa seperti simbol jarak antara aku dan Arka. Kami memang tinggal di bawah atap yang sama, tetapi kami hanyalah dua orang asing yang terpaksa bersatu oleh keadaan.

Untuk mengisi waktu, aku berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan baruku. Setiap pagi, aku mencoba membiasakan diri untuk melakukan kegiatan rumah tangga, meski sebenarnya sudah ada pembantu yang mengurus semuanya. Aku hanya ingin merasa berguna, setidaknya melakukan sesuatu yang membuatku merasa sedikit terkoneksi dengan rumah ini.

Suatu hari, aku beranikan diri mengunjungi kamar kerja Arka yang biasanya selalu tertutup rapat. Namun, saat aku mengetuk dan membuka pintu, yang kudapati hanyalah tumpukan dokumen dan meja kerja yang tertata rapi tanpa jejak dirinya. Di kamar ini, tak ada apa pun yang menunjukkan bahwa Arka benar-benar hadir dalam kehidupanku. Aku menutup pintu perlahan, merasa seolah-olah pintu itu juga menutup kesempatanku untuk mendekatinya.

Setiap kali kami bertemu di meja makan, percakapan kami tak lebih dari sekadar pertanyaan sopan atau sapaan singkat. "Bagaimana harimu?" atau "Sudah makan?" Itu saja. Tak ada pembicaraan yang lebih mendalam, tak ada cerita tentang mimpi atau kehidupan sehari-hari. Setiap percakapan hanyalah formalitas, seolah kami hanya bertemu untuk memenuhi kewajiban sebagai pasangan, bukan karena keinginan untuk saling mengenal.

Aku tahu, Arka juga merasakan kecanggungan yang sama. Terkadang, aku melihat dia berusaha mengatakan sesuatu, tetapi kemudian memilih diam. Mungkin dia juga bingung bagaimana cara berinteraksi denganku, atau mungkin dia hanya merasa terpaksa menjalani pernikahan ini. Apapun itu, aku merasa seperti seorang asing baginya, seseorang yang hadir tanpa benar-benar ia inginkan.

Setiap malam, aku berbaring sendirian di kamar yang besar, mendengar keheningan yang hampir memekakkan telinga. Rumah ini terlalu sepi, terlalu dingin, dan setiap detik di dalamnya membuatku merindukan kehidupanku yang dulu. Aku merindukan rumah kecilku yang penuh dengan tawa, tempat di mana aku merasa benar-benar hidup. Di sini, aku merasa seperti kehilangan diriku sendiri, terjebak dalam kehidupan baru yang kosong.

Aku mencoba mencari cara untuk mengisi kekosongan ini. Kadang, aku membaca buku-buku yang ada di perpustakaan rumah, atau menulis di buku harian untuk menumpahkan perasaanku. Namun, semua itu hanya sesaat. Begitu aku selesai, rasa hampa itu kembali datang, menyelimutiku dengan kesunyian yang mencekam.

Di suatu malam, saat aku sedang duduk di balkon, menatap langit yang gelap, aku bertanya pada diriku sendiri, "Apakah hidupku akan selalu seperti ini?" Aku merasa terjebak dalam lingkaran tanpa akhir, di mana aku hanya bisa menjalani hari-hari dengan rutinitas yang sama, tanpa cinta dan tanpa harapan.

Aku tahu, aku tak bisa terus seperti ini. Jika aku tidak menemukan cara untuk mengisi kekosongan ini, aku takut akan kehilangan diriku. Aku perlu menemukan tujuan dalam pernikahan ini, entah itu dengan mencoba lebih dekat dengan Arka atau menemukan cara lain untuk merasa hidup.

Malam itu, aku membuat keputusan dalam hati. Jika aku harus menjalani kehidupan yang kosong ini, aku akan mencoba mengisinya sendiri, dengan caraku. Aku akan mencoba memahami Arka, mencari tahu siapa dia sebenarnya, dan melihat apakah masih ada celah kecil yang bisa kuisi dengan kehangatan.

Berikut adalah kelanjutan dari Bab 4, menggambarkan perjuangan Alyssa untuk mengatasi kekosongan dalam kehidupan barunya bersama Arka:

---

Malam itu, aku memutuskan untuk mencoba mendekatkan diri dengan Arka. Aku ingin mengenalnya lebih dalam, mencoba mengurangi jarak yang memisahkan kami. Jika aku terus terperangkap dalam kekosongan ini tanpa berusaha, aku hanya akan semakin terpuruk. Besok, aku akan memulai langkah kecil, apa pun hasilnya nanti.

Keesokan harinya, aku bangun lebih pagi dari biasanya. Aku menyiapkan sarapan di dapur, berharap bisa menikmati momen sederhana ini bersama Arka sebelum ia berangkat bekerja. Ketika sarapan sudah tersaji, aku menunggu Arka di ruang makan, berharap ia menyadari usahaku untuk memulai sesuatu yang baru di antara kami.

Beberapa saat kemudian, Arka muncul dari tangga dengan setelan jasnya yang rapi, siap untuk berangkat. Tatapannya terkejut saat melihatku menunggunya di meja makan. “Kamu sudah bangun?” tanyanya singkat, terlihat sedikit canggung.

Aku tersenyum, mencoba mencairkan suasana. “Iya, aku pikir kita bisa sarapan bersama hari ini.”

Arka tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya dia duduk di hadapanku. Kami mulai makan dalam keheningan, hanya terdengar suara sendok dan garpu. Aku berusaha mencari topik pembicaraan untuk mengisi kesunyian yang tidak nyaman ini.

“Bagaimana pekerjaanmu?” tanyaku, mencoba membuka percakapan.

Arka mengangguk pelan, tanpa menatapku. “Baik. Banyak proyek baru yang sedang dikerjakan.”

Jawabannya singkat, tetapi aku tidak menyerah. “Aku ingin tahu lebih banyak tentang apa yang kamu kerjakan. Apa kamu bisa menceritakannya?”

Arka terlihat sedikit terkejut dengan ketertarikanku, tetapi dia akhirnya berbicara lebih banyak tentang pekerjaannya, meskipun masih dengan nada formal. Aku mendengarkan dengan saksama, mencoba menunjukkan bahwa aku benar-benar peduli.

Percakapan kami berakhir ketika Arka selesai sarapan. Sebelum pergi, dia berkata pelan, “Terima kasih sudah menyiapkan sarapan.”

Kalimat singkat itu mungkin tak berarti apa-apa bagi orang lain, tetapi bagiku, itu adalah awal. Ini adalah pertama kalinya aku merasa usahaku diakui, walaupun hanya melalui sepatah kata terima kasih. Aku tersenyum lega, merasakan secercah harapan di tengah kekosongan yang melingkupiku.

Setelah Arka pergi, aku memutuskan untuk keluar rumah. Aku merasa perlu menghirup udara segar dan melarikan diri sejenak dari suasana yang menyesakkan. Aku berjalan-jalan sendirian di taman sekitar kompleks rumah, menikmati pemandangan pohon-pohon yang rindang dan mendengar kicauan burung yang menenangkan.

Di taman, aku duduk di bangku yang menghadap ke kolam kecil, membiarkan pikiranku mengembara. Aku merasakan campuran emosi yang sulit dijelaskan ketidakpuasan, ketidakpastian, dan sedikit harapan yang perlahan muncul. Aku sadar bahwa aku tak bisa mengharapkan perubahan besar terjadi secepat ini. Mungkin, aku perlu bersabar dan terus berusaha sedikit demi sedikit.

Selama beberapa hari berikutnya, aku melanjutkan usahaku untuk lebih dekat dengan Arka. Aku mencoba menyiapkan makan malam, menunggunya di ruang keluarga saat dia pulang, dan bahkan mencoba memulai percakapan kecil meskipun hasilnya masih sama penuh dengan jarak dan kecanggungan.

Suatu malam, ketika Arka pulang terlambat, aku melihat kelelahan terpancar di wajahnya. Tanpa banyak bicara, aku menyiapkan segelas teh hangat untuknya. Dia menerima teh itu tanpa banyak kata, tetapi kali ini, aku melihat ada rasa terima kasih dalam tatapannya. Saat dia menyesap teh, aku duduk di sofa berseberangan dengannya, menatapnya dalam diam.

“Alyssa...” Dia memanggil namaku dengan pelan, membuatku terkejut. Ini adalah pertama kalinya dia menyebut namaku dengan nada yang terdengar lebih tulus.

Aku mengangguk pelan, memberi isyarat bahwa aku mendengarkan. Namun, dia hanya terdiam, seolah-olah ada sesuatu yang ingin dia katakan, tetapi dia tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Aku menunggu beberapa saat, tetapi akhirnya dia hanya menghela napas dan bangkit untuk pergi ke kamar.

Setelah dia pergi, aku duduk sendirian, merasakan kehangatan teh yang tersisa di tempatnya. Meski percakapan kami belum berarti apa-apa, aku merasakan ada harapan kecil yang mulai tumbuh. Mungkin, ada sesuatu di dalam dirinya yang perlahan-lahan terbuka untukku, walaupun dengan cara yang sangat lambat.

Di tengah-tengah kesepian ini, aku mulai menyadari bahwa perjuanganku bukan hanya tentang memahami Arka, tetapi juga tentang menemukan diriku sendiri. Aku harus belajar untuk menemukan kebahagiaan kecil dalam kehidupan ini, meskipun itu terasa sulit. Jika aku bisa mengatasi kekosongan ini, mungkin aku bisa menemukan cara untuk bahagia.

Malam itu, aku menulis di buku harianku, mencurahkan semua perasaan yang kusimpan. Aku menulis tentang harapanku, ketakutanku, dan usahaku untuk menemukan arti dalam pernikahan ini. Kata-kata itu adalah caraku untuk tetap waras, untuk mengingatkan diriku bahwa aku masih memiliki kendali atas hidupku.

Dengan semua kebingungan dan ketidakpastian, aku bertekad untuk terus melangkah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, tetapi satu hal yang pasti, aku akan tetap mencoba.

1
Soi Mah
kak gimana cara buat novel
NT.Fa: folback me
Ansel 1: cara membuat novel, buat dulu sinopsis cerita dan alurnya
total 2 replies
miilieaa
haloo kak, semangat berkarya 🥰🥰🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!