Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29 Pada Takut Semua
Trisya yang tidak ingin berada di ruangan itu yang langsung keluar. Dia masih mendengarkan bagaimana Lena yang menangisi almarhum ibunya yang terus saja meminta bangun dan hal itu tidak mungkin terjadi.
Mau mulut Trisya berbusa berbicara dengan lanang dan tetap saja Lena tidak akan mendengarkan Trisya.
Di luar dia juga suasana masih sama yang mana Rangga yang masih terus saja menangis sesenggukan yang benar-benar sangat kehilangan. Hal itu membuat Trisya menghela nafas dengan kelakuan adik sepupunya itu yang sangat cengeng.
Istrinya saja padahal tidak seperti itu. Dia menangis dan ikut sedih. Tetapi tidak seperti anak kecil yang merengek yang tidak diberi mainan. Rangga mungkin tidak menyadari jika dirinya sudah bapak-bapak.
Mata Trisya melihat ke arah sang Kakek yang duduk dan di sampingnya ada Mona yang sejak tadi mengusap-usap bahu Haryanto seolah menenangkan suaminya yang sedih atas kepergian istri pertamanya.
Wajah Haryanto emang terlihat sedih yang sejak tadi kedua tangannya berada di wajahnya. Tetapi dia tidak sama seperti Rangga yang berteriak-teriak dan juga seperti Lena. Mungkin Haryanto sedikit kesal karena tadi sempat bertengkar dengan Lena dalam situasi berduka seperti itu.
"Dari pada kakek hanya duduk-duduk saja di sana. Lebih baik masuk ke dalam dan mengucapkan salam perpisahan kepada nenek dan meminta maaf!" tegas Trisya dengan penuh penekanan yang terlihat begitu kesal dengan tatapan mata yang tajam melihat ke arah Haryanto.
Hal itu membuat Haryanto langsung menoleh dan begitu juga dengan Devan yang tidak percaya jika kata-kata itu keluar dari mulut istrinya.
"Apa kamu sedang memerintah kakek?" tanya Haryanto dengan dahi mengkerut.
"Aku bukan mama yang harus berdebat dengan Kakek. Dari tadi aku berteriak-teriak seperti orang gila di sini. Sekarang Kakek sebaiknya masuk dan meminta maaf kepada nenek!" tegas Trisya dengan matanya yang terbuka lebar.
"Masih tetap duduk dan tidak mau masuk ke dalam? Kakek benar-benar ingin mendengar suaraku seperti Tarzan!" tegas Trisya.
Haryanto mengusap wajahnya dengan menggunakan kedua tangan sembari membuang nafas perlahan ke depan dan Haryanto berdiri dari tempat duduknya.
Haryanto berdiri di depan Trisya yang masih menatap Haryanto begitu tajam, "masuk!" tegas Trisya yang seenak mulutnya memerintahkan.
Haryanto tidak mengatakan apa-apa dan langsung memasuki ruangan itu. Dia sepertinya tidak ingin jika Trisya akan mencari keributan dan lebih baik memerintahkan. Mona juga ikut berdiri dan ikut masuk namun tangannya ditahan oleh Trisya.
"Tidak perlu masuk! ini urusan keluarga!" tegas Trisya dengan penuh penekanan.
"Saya juga keluarga," jawab Mona.
"Kembalilah ke tempat duduk mu dan jangan sampai aku berteriak seperti orang gila menyuruhmu pergi dari tempat ini! Kau seharusnya kau memposisikan dirimu pada saat situasi seperti ini!" tegas Trisya dengan penuh penekanan.
Dia saling menatap tajam dengan Mona. Mona yang sepertinya tidak bisa melawan Trisya yang langsung duduk kembali ke tempatnya dengan wajahnya yang tampak menahan kekesalan.
Trisya menghela nafas dan melihat ke arah Rangga masih saja yang menangis. Rangga yang melihat sepupunya itu tiba-tiba saja terdiam menangis ketika dipelototi Trisya. Sepertinya semua orang tidak berani pada Trisya. Haryanto saja yang begitu tegas langsung masuk ke dalam ketika mendengarkan perintah dari cucunya itu.
"Apa dia ratu di rumahnya dan sangat disegani. Dia terlihat begitu tegas sekali dan tidak ada yang berani padanya," batin Devan yang juga cukup sedikit kaget melihat istrinya itu yang tiba-tiba saja mengamuk dengan suara bentakan.
Semua orang bahkan sangat patuh pada Trisya. Devan mau mendekati juga takut, takut menjadi sasaran dan juga dibentak nantinya seperti yang lain.
***
Pemakaman.
Seluruh keluarga besar turut hadir di acara pemakaman Liana Alexander yang dimakamkan di pemakaman mewah. Semua orang yang hadir di pemakaman itu memakai pakaian berwarna hitam dan termasuk Trisya dengan dress panjang di atas mata kaki berwarna hitam dengan lengan panjang dan pashmina yang hanya ditutupkan begitu saja di kepalanya.
Lena dan Lusi kedua putri dari Liana dan Haryanto sama-sama berjongkok di samping makam itu yang menaburkan kembang. Mereka sejak tadi turut menangis dan begitu juga dengan Rangga Yang sejak tadi malam terus terisak-isak saja. Dengan mata Rangga yang sudah bengkak.
Mona hanya berdiri dengan kedua tangan yang dilipat di dada. Wajahnya tampak sedih dan tidak tahu apakah itu sedih ketulusan atau hanya sekedar menghargai saja atas kematian madunya itu. Apalagi di sana juga sangat banyak orang dan bukan hanya keluarga saja.
"Mama tenang di sana dan Lena akan mengurus semua masalah di sini. Mama tidak perlu khawatir apapun. Orang yang sudah jahat pada Mama akan mendapatkan balasannya," ucap Lena yang tidak segan-segan memberikan sindiran dengan penuh dendam.
"Di sini tidak ada masalah sama sekali Lena. Kamu jangan terlalu berlebihan berbicara seperti itu. Kamu harus tahu jika ini adalah pemakaman," ucap Haryanto menegur.
"Papa selalu saja mengatakan tidak ada yang bersalah. Apa papa lupa. Mama mengalami serangan jantung karena hubungan gelap Papa dengan wanita itu!" tegas Lena yang menunjuk Mona.
Mona menelan salivanya yang melihat ke kiri dan kanannya yang mana orang-orang melihat dirinya dan jelas Mona dipermalukan di depan banyak orang.
"Kamu jangan membuat masalah di sini Lena. Di sini banyak orang! jaga cara bicara kamu dan sopanlah sedikit. Ini adalah pemakaman!" ucap Haryanto mengingatkan dengan pelan.
"Kenapa? aku sama sekali tidak peduli, mau sebanyak apa orang yang ada di. Biarkan saja semua orang tahu. Jika wanita itu sudah menghancurkan keluarga kita. Wanita itu yang membuat mama koma di rumah sakit dan sekarang pergi untuk selama-lamanya. Aku tidak akan pernah memaafkan wanita kurang ajar sepertimu!" tegas Lena yang semakin tidak bisa menjaga mulutnya.
"Lena hentikan!" bentak Haryanto.
"Terus saja papa membela wanita itu. Wanita gatal, pelakor! dasar perusak rumah tangga!" teriak Lena yang emosinya semakin menggebu-gebu.
Trisya hanya diam saja dengan menghela nafa. Dia tahu kemarahan ibunya itu dan dia tidak bisa menghentikan itu. Itu ungkapan rasa dongkol dan sangat wajar diungkapkan tanpa melihat situasi. Devan yang mungkin tidak tahu terlalu dalam tentang keluarga Trisya yang akhirnya mengetahui asal usul Mona yang ternyata tidak diterima dengan baik oleh keluarga itu.
"Ayo Mona kita pergi!" ajak Haryanto yang lebih baik membawa Mona pergi daripada Lena semakin emosi dan mengeluarkan kata-kata yang lebih kasar lagi dan Mona pasti akan malu dengan tanggapan orang-orang yang hadir di pemakaman itu yang kebanyakan juga orang-orang kantor.
Mona memang hanya diam saja yang tertunduk, seolah merasa tertindas dan padahal dia begitu kesal yang ingin mencabik-cabik mau Lena. Tetapi jadi harus menjaga image dirinya.
"Pergi saja. Papa memang paling senang dengan kematian Mama. Kau wanita kurang ajar!" teriak Lena yang semakin menggebuk-gebu melihat dua orang itu yang semakin jauh.
"Lena sudahlah. Percuma kamu teriak-teriak seperti itu yang ada mama di dalam kuburan akan jantungan mendengar suara kamu. Apapun yang kamu katakan kepada wanita itu. Lihatlah papa tidak akan mendengarkan kamu," ucap Lusi mengingatkan saudaranya itu.
Bersambung
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi