Ketidakhadiran Cinta Dalam Pernikahan

Ketidakhadiran Cinta Dalam Pernikahan

Malam Perpisahan

Semua orang tengah meneteskan air matanya sampai membahasi pipi di malam perpisahan.

 Waktu sangat kejam sampai begitu tega untuk segera mungkin memisahkan anak-anak SMA ini agar meninggalkan sekolahnya.

Di aula sekolah, entah berapa banyak orang yang tengah berdiri di luar dengan wajah yang sedang tidak baik-baik saja.

Baik itu memikirkan masa depan yang bimbang, arah tujuan yang belum pasti atau kenangan-kenangan indah yang akan terkenang sepanjang masa.

“Hiks, Lisa ... kita bakal ga jumpa lagi beberapa tahun ke depan. Huhu,” ucap temannya bernama Tasya.

“I-iya ... nanti kamu kuliah di Yogyakarta, a-aku ga ada siapa-siapa lagi di sini buat curhat,” ucap Lisa dengan sedih.

Mereka saling berpelukan hangat untuk terakhir kalinya sebelum pulang ke rumah masing-masing.

 “Jaga diri baik-baik ya, Lisa. Sampai jumpa ...” bisik Tasya di telinga Lisa.

 Air mata yang terbendung semakin tidak dapat ditampung oleh Lisa.

“Ka-kamu juga jangan lupain aku ya. Harus ada sa-saling kabarin ya ...” ucap Lisa tersedu-sedu dengan air mata yang mengalir deras.

 Akhirnya waktu memisahkan mereka dan hanya tertinggal jejak sepatu mereka di depan pintu aula sekolah.

Tasya di jemput oleh temannya dengan motor sedangkan Lisa di jemput pulang dengan mobil.

 Lisa pun langsung berusaha mengusap keras wajahnya yang masih basah karena ia tidak hendak supir sekaligus calon suaminya mengetahui sisi lemahnya.

 Ia langsung berusaha menahan ekspresi sedihnya dan memasang wajah jutek dingin seperti biasa.

 “Gak usah nangis lagi, Sa. Besok adalah hari bahagia kita, jadi tidak perlu sedih banget sama perpisahan biasa kayak begitu,” ucap Rizky yang merupakan sang calon suami.

 “LU DIAM! INI KARENA KEEGOISANMU YANG HARUS MERUGIKAN AKU!” teriak Lisa dalam mobil.

Tapi kesabaran Rizky tetap sedalam samudera untuk menenangkan api kemarahan Lisa.

 “Ya sudah, sebagai gantinya, kamu undang saja teman baik kamu ke acara pernikahan rahasia kita.”

Tapi suasana di mobil hening tiba-tiba setelah kalimat itu di ucapkan oleh pria itu.

Rizky pun hanya mengemudi dengan diam sambil sekejap melihat kaca mobil untuk mengintip kondisi Lisa.

“Lisa kenapa ya dari tadi? Apa aku ada salah ngomong tentang ajak teman dia kah?” tanya Rizky dalam batin dengan bingung.

 Tapi ternyata dugaan Rizky benar soal mengajak teman Lisa.

 “Aku ga ajak dia.”

 Kalimat yang diucapkan Lisa hanya meninggalkan keheningan di mobil.

 Setelah ucapan kalimat tersebut, tidak ada lagi pembicaraan yang dapat diteruskan lagi oleh sang calon suami untuk mencairkan suasana.

“Bagaimana buat ajak si Tasya? Temanku semua saja tidak tahu kalau aku pergi nikah,” ucap batin Lisa dengan sedih.

Banyak kenangan yang terlintas di kepala Lisa selama perjalanan menuju ke rumahnya.

 Mulai dari ingatan tentang gurunya yang pernah berkata, “Lisa begitu pintar, kuliah dulu ya. Jangan gila kawin.”

 Bahkan ingatan-ingatan tentang obrolan teman-temannya yang berkata, “Aku mau kejar karir habis tamat SMA.”

 “Aku mau lanjut kuliah biar ada pendidikan yang lebih tinggi.”

 “Sudah ketinggalan zaman kalau selepas SMA tidak pergi mencari uang.”

 Lisa merasa sangat malu bahkan menjadi tidak percaya diri setiap kali mengikuti perbincangan mereka.

Sejak awal SMA saja, Lisa sudah dijodohkan tanpa persetujuan dari dirinya.

 Awalnya Lisa masih mengira waktu akan lama berlalu di SMA ini tapi siapa sangka waktu berlalu seperti mengedip mata saja.

 “Calon pengantin baru ga boleh murung-murung, Sa. Nanti ga baik buat hubungan ke depannya.”

Suasana tetap saja hening dan tidak ada reaksi dari Lisa.

Ia pun menjadi teringat dengan kejadian dimana Rizky mendatangi rumahnya dan berterus terang untuk melamarnya.

8 tahun yang lalu ...

“Ting tong.”

 Bel pintu berdering keras ketika Ayah dan Ibu Lisa tengah bersantai di ruang tamu.

Ibu Lisa pun langsung membuka pintu dan terkejut dengan kedatangan Rizky dan keluarganya.

“Loh? Rizky, Bu Hainah sama Pak Darul kok bisa datang sampai sini? Mari masuk.”

 Pembicaraan kedua keluarga itu berlangsung di ruang tamu sementara Lisa tengah asyik bermain pasir di belakang rumah.

“Begini Bu Sarah, saya hendak melamar Lisa jadi istri saya di masa depan,“ ucap Rizky.

HAH? APA? TI-“

“Tentu saja ada beberapa kesepakatan menguntungkan untuk pihak keluarga Bu Sarah dan Pak Hansul jika saya menikahi Lisa.”

Semua pembicaraan entah kenapa menjadi lancar dan akhirnya kesepakatan dibuat dan kedua belah pihak keluarga saling menandatangani surat yang telah dibuat.

 Kemudian, Ibunya Lisa pun dengan gembira membawa Rizky untuk menjumpai Lisa di belakang rumah.

Tapi tampaknya halaman belakang rumah seperti tidak ada siapa pun.

“Lisa ... Oh, Lisa,” panggil ibunya.

 Tak lama kemudian, anak kecil yang masih kelas 4 SD pun keluar dari persembunyian.

 “Iya, Ma?”

 Tatapan antara Rizky dan Lisa pun bertemu pertama kalinya secara langsung.

“Nih, kenalin, Ini abang Rizky, calon suami Lisa di masa depan.”

Rizky pun dengan senyuman manis melambaikan tangan kepada anak perempuan yang masih polos itu.

 “Memang Lisa itu produk unggulan, ga salah aku pilih dia dari bayi. Makin gede makin cantik saja,” ucap batin Rizky ketika masih berumur 18 tahun.

“Nak, cepet panggil Abang Rizky.”

Kira-kira begitulah ingatan Lisa yang masih tersimpan saat masih SD.

Beda lagi dengan umurnya yang sudah memasuki jenjang SMA.

 “IBU! AKU GA MAU NIKAH SAMA RIZKY! POKOKNYA AKU GA SUKA DIA!” teriak Lisa di kamar Ibunya.

“Lisa, kamu sudah dewasa kamu harusnya paham kalau seorang Ibu pastinya menginginkan yang terbaik untukmu.”

“IBU JELAS-JELAS BUKAN BERI YANG TERBAIK UNTUKKU! INI LEBIH TEPATNYA TERBURUK UNTUKKU!” teriak Lisa dengan nada yang semakin tinggi.

 “SUDAH CUKUP!” bentak ayahnya untuk menghentikan drama sang Ibu dan anak.

Lisa sampai terkejut dengan perubahan perilaku ayahnya kepada dirinya yang merupakan anak satu-satunya.

Tidak pernah sekalipun Ayah memarahi maupun membentak satu-satunya anak kesayangannya.

Rasa kasih sayang dan kelembutan seorang Ayah seperti tampaknya pudar dan hancur.

 “A-Ayah?” ujar Lisa dengan air mata yang sudah membendung.

“Ayah tidak mau lagi dengar soal pembicaraan pernikahan Rizky dan kau! Fasilitas untuk mencukupi kebutuhanmu, uang sekolahmu dan keinginanmu semua dari keluarga Rizky untukmu. Jadi Ayah ga mau lagi dengar soal pernikahan itu! Paham?”

 Air mata Lisa pun menetes dan jatuh ke lantai.

“A-apa maksud ... Ayah?” ucap gadis itu dengan lirih.

 “Kamu kira dengan Ayah yang hanya bekerja sebagai buruh bisa memberimu sebuah kamar cantik dengan tempat tidur yang nyaman? Itu semua adalah pemberian keluarga Rizky sesuai kesepakatan untuk menikahimu!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!