NovelToon NovelToon
Pernikahan Rahasia Gadis Culun & Dokter Dingin

Pernikahan Rahasia Gadis Culun & Dokter Dingin

Status: tamat
Genre:Romantis / Misteri / Tamat / Balas Dendam / Peningkatan diri-peningkatan identitas/sifat protagonis
Popularitas:61.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: Kolom langit

(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata juga mental yang kuat untuk marah-marah!)

Sheila, seorang gadis culun harus rela dinikahi secara diam-diam oleh seorang dokter yang merupakan tunangan mendiang kakaknya.

Penampilannya yang culun dan kampungan membuatnya mendapat pembullyan dari orang-orang di sekitarnya, sehingga menimbulkan kebencian di hatinya.

Hingga suatu hari, Sheila si gadis culun kembali untuk membalas orang-orang yang telah menyakitinya di masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pulang Ke Rumah Lama

Marchel baru saja pulang ke rumah setelah seharian beraktivitas, disambut oleh ibu dan juga Audry yang tak henti-hentinya menebar pesona di hadapan laki-laki yang sudah beristri. Namun, sekeras apapun usaha Audry untuk mendapatkan perhatian dari Marchel, nyatanya tak membuat sang dokter tertarik.

Marchel begitu dingin dan kaku, tidak mempedulikan perlakuan istimewa dari Audry padanya.

"Ibu, dimana Sheila?" tanya Marchel membuat Audry merengut kesal.

"Sheila? Dia belum pulang," jawab ibu dengan menunjukkan wajah yang kesal. Setiap kali Marchel menanyakan keberadaan Sheila, ibu sangat tidak suka. Marchel pun terlihat terkejut dengan jawaban ibu.

"Apa sopir tidak menjemputnya ke sekolah?" tanya Marchel. Seketika, ibu terdiam mendengar pertanyaan itu. "Kenapa ibu diam? Aku bertanya, apa sopir tidak menjemputnya?"

Wajah ibu pun menjadi semakin kesal karena Marchel terus memberondongnya dengan pertanyaan yang ibu tidak miliki jawabannya.

Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Marchel akhirnya memilih pergi meninggalkan ibu dan Audry yang masih saling diam.

"Marchel, kau mau kemana?" tanya ibu menyusul langkah kaki Marchel.

"Aku mau pergi mencari Sheila, Bu." Marchel melangkahkan kakinya lebih cepat keluar dari rumah itu, menuju mobil yang terparkir di luar.

Tinggallah ibu dan Audry yang terlihat sangat kesal, karena Marchel terlihat benar-benar mengkhawatirkan istrinya yang belum juga pulang ke rumah, padahal sudah malam.

Sambil menyetir, Marchel mencoba menghubungi nomor telepon Sheila, namun tidak tersambung.

"Apa Sheila kembali ke rumahnya?" gumamnya. Ia kemudian memutar arah, menuju rumah lama Sheila.

Hanya butuh waktu lima belas menit, Marchel telah tiba di rumah minimalis itu. Ia memperhatikan keadaan sekitar. Tampak beberapa lampu di rumah itu menyala, membuat Marchel yakin bahwa Sheila ada di sana. Laki-laki itu kemudian turun dari mobil, lalu beranjak menuju pintu dan mengetuknya.

TOK TOK TOK

Terdengar suara ketukan pintu, mengagetkan Sheila yang sedang makan mie instant malam itu, sambil nonton acara tv kesukaannya. Sejak tinggal di rumah Marchel, tidak pernah sekali pun Sheila mencoba menghibur dirinya walaupun itu hanya sekedar menonton acara tv.

"Siapa yang datang," gumamnya.

Pelan-pelan, Sheila melangkahkan kakinya ke arah pintu, namun sebelumnya mengintip dahulu melalui jendela. Dan alangkah terkejutnya ia melihat ada sang suami di sana.

Itu Kak Marchel. Bagaimana ini? batin Sheila. Ia segera membuka pintu.

"Kak Marchel..." ucap Sheila seraya menunduk.

"Hai ... Aku tidak diajak masuk?" tanya Marchel ketika Sheila hanya terdiam tanpa mempersilahkannya masuk.

"Oh, iya!" ucap Sheila, kemudian mengajak Marchel masuk ke dalam rumah.

Marchel menatap setiap bagian rumah itu dengan perasaan sedih. Foto-foto Shanum dan Sheila yang menggantung di dinding membuatnya kembali merindukan mendiang tunangannya itu. Dulu, saat Shanum masih hidup, ia sangat sering mengunjungi rumah itu. Bahkan Marchel sangat dekat dengan Sheila yang sudah dianggapnya adik sendiri.

Laki-laki itu melirik ke atas meja, dimana ada mangkuk berisi sisa mie instant yang tadi dimakan Sheila. Entah mengapa hatinya merasa tercubit.

"Kau makan mie instant?" tanya Marchel.

Sheila yang sebelumnya sudah diperingatkan oleh Marchel agar menjaga pola makannya, menjawab dengan anggukan kepala.

"Aku kan sudah bilang kau jangan makan sembarangan. Mie instant tidak baik untuk kesehatanmu."

"Maaf, Kak! Aku ... Aku hanya ...."

"Kali ini tidak apa. Lain kali jangan makan mie instant lagi. Kalau kau mau makan sesuatu, beritahu Bibi Yum, atau beritahu aku saja."

"Iya."

Marchel kemudian mengusap sisa saus yang menempel di bibir Sheila dengan ibu jarinya, membuat Sheila merasa malu. Gadis itu langsung salah tingkah mendapat perhatian dari sang suami.

"Kenapa kau pulang kemari? Apa kau ada masalah?" tanya Marchel menatap Sheila dalam-dalam. Sementara Sheila tidak menjawab. Gadis itu begitu takut mengatakan yang sebenarnya pada sang suami bahwa ibu dan Audry memperlakukannya dengan sangat buruk.

"Tidak, Kak!" jawabnya.

"Apa kau tidak betah tinggal di rumahku?" Marchel kembali melayangkan pertanyaan yang sheila tidak tahu harus menjawab apa.

Gadis itupun mulai menitikkan air matanya, lalu memberanikan diri menatap wajah sang suami. "Kak Marchel, tolong izinkan aku tinggal disini saja. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Kak Marchel boleh menceraikan aku, dan bisa menikah dengan seseorang yang lebih layak. Aku tidak pantas untuk menjadi istri Kak Marchel. Aku hanyalah gadis miskin yang tidak menarik. Aku hanya akan menjadi benalu dalam hidupmu," lirih Sheila seraya terisak.

Ucapan Sheila membuat goresan sembilu di hati Marchel. Walaupun menyadari dirinya belum mampu menerima kehadiran Sheila, namun hatinya seakan tak rela jika kalimat menyakitkan itu keluar dari bibir sang istri. Marchel kemudian membelai puncak kepala istrinya itu.

"Kata siapa kau hanya benalu dalam hidupku? Aku tidak merasa begitu," ucapnya sambil menghapus air mata yang jatuh membasahi wajah tirus sang istri. Marchel menyadari perlakuan dinginnya pada Sheila selama ini yang mungkin menyakiti Sheila. "Maafkan aku, Sheila. Aku butuh waktu yang lebih lama untuk bisa menerima semua ini. Aku belum bisa melupakan Shanum, bukan berarti aku tidak mau belajar menerimamu. Setiap hari aku selalu berusaha untuk bisa berdamai dengan takdir. Tapi aku berjanji kau tetap akan menjadi satu-satunya."

Hati seorang gadis culun yang tadinya begitu sedih, kini terasa menghangat mendengar ucapan Marchel.

"Tapi Kak Marchel berhak bahagia. Aku tidak akan pernah bisa membuka hati Kak Marchel. Aku ini siapa? Aku bukan Kak Shanum yang memiliki kecantikan sempurna. Dan juga bukan Kak Audry yang tidak hanya cantik tapi juga berkelas," ucap Sheila.

"Tapi kau adalah istriku. Dan itu sudah cukup bagiku untuk membuatmu layak ada di sisiku. Lagipula bukan kau yang harus menjadi layak untukku. Akulah yang harus belajar untuk bisa layak bagimu. Sheila, maukah kau memberiku waktu sekali lagi untuk bisa layak berada di sisimu?"

Sheila memberanikan diri menatap dalam-dalam wajah yang baginya memiliki ketampanan sempurna itu. Lalu kemudian menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih. Sekarang kau mau kan, ikut pulang bersamaku?"

Bingung, hanya itu yang dirasakan Sheila. Jika kembali ke rumah itu, Ibu dan Audry akan menjahatinya. Namun, gadis itu juga tidak memiliki keberanian untuk mengatakan pada sang suami apa yang membuatnya memilih pergi dari rumah.

"Sheila, apa ada yang mengganggu pikiranmu?"

"Tidak ada! Baiklah, aku mau pulang bersama Kak Marchel." Dan akhirnya, menyerah dan memutuskan ikut pulang ke rumah yang baginya seperti neraka itu. Bujukan Marchel membuatnya tidak berkutik.

Selama perjalanan pulang ke rumah, Sheila terus memikirkan akan seperti apa kemarahan ibu dan Audry jika Sheila pulang ke rumah bersama Marchel. Hingga akhirnya, gadis itu tertidur di mobil.

Sesampainya di rumah besar itu...

Karena tidak tega membangunkan Sheila yang sudah tertidur, Marchel menggendongnya memasuki rumah itu. Sang dokter melewati ibu dan Audry begitu saja yang sedang mengobrol di ruang keluarga.

Ibu dan Audry bahkan belum mampu berkata-kata saat melihat Marchel masuk dan menggendong Sheila yang sedang tidur.

"Ibu..." Audry memelototkan matanya kemana Marchel melangkah. Begitupun dengan ibu yang belum sanggup berkata-kata.

Setibanya di kamar, Marchel membaringkan Sheila di tempat tidur lalu menyelimutinya. Kemudian melepas kacamata tebal itu. Dibelainya wajah Sheila dengan lembut, sambil terus memandanginya.

Beberapa saat kemudian, Marchel keluar dari kamar Sheila, lalu menuju balkon. Laki-laki itu merenungi nasibnya, sambil sesekali menghela napas panjang.

Hingga tepukan lembut mendarat di bahu dan mengagetkannya. Tampak Audry sedang berdiri tepat di samping Marchel dengan senyum merekah.

"Ada apa?" tanya Marchel tanpa menoleh pada gadis cantik itu.

"Aku ingin bicara denganmu," ucap Audry.

"Katakan saja!"

"Marchel ... Aku tahu pernikahanmu dengan Sheila tidak berjalan semestinya. Kau menikahinya hanya untuk menepati janjimu pada mendiang Shanum. Tapi, kau kan tidak perlu menikahi gadis seperti Sheila. Dia itu bukan..."

"Cukup!" bentak Marchel. "kau tidak punya hak menilai istriku. Apalagi menghinanya."

"Tapi aku..." Suara Audry sudah mulai getir. Gadis itu menyadari Marchel tidak suka mendengar ucapannya.

"Audry... Aku tahu kemana arah pembicaraanmu. Aku juga tahu apa tujuan ibu mengajakmu tinggal di rumah ini. Aku peringatkan, jangan melewati batasmu! Aku mengizinkanmu tinggal di rumahku hanya karena ibu yang meminta."

Marchel akan pergi meninggalkan Audry, namun Audry segera memeluknya dari belakang. Sementara Marchel langsung menepis tangan yang melingkar di tubuhnya itu.

"Lepaskan!" Marchel menghempaskan tangan Audry membuat gadis itu menunduk malu.

"Aku mohon, lihat aku sebentar saja. Aku lebih segala-galanya jika dibandingkan dengan Sheila. Lagi pula ibu tidak menyukainya," ucap Audry dengan percaya dirinya.

Marchel menatap tajam Audry, "Hentikan!" ucap Marchel pelan. "Dengar! Sampai kapan pun aku tidak akan meninggalkan Sheila. Dia akan tetap menjadi istriku, satu-satunya dan selamanya. Tidak akan ada yang mampu membuatku menceraikannya. Baik itu ibu ataupun kau!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Marchel meninggalkan Audry yang masih mematung di balkon. Gadis itu tidak menyangka jika Marchel benar-benar peduli pada seorang gadis culun seperti Sheila.

Apa lebihnya dia dibanding aku. Dia hanya gadis miskin dan kampungan. Sedangkan aku... Aku jauh lebih cantik, berkelas, dan tentu saja lebih baik. Lihat saja, Marchel, kau akan menyadari Sheila tidak layak untukmu. batin Audry.

****

1
lie88
cantik n tampan pas haluku
Zubaida
lanjut
Zubaida
seru
Zubaida
lanjut
Zubaida
seru
Zubaida
lanjut
Zubaida
lagi seru
Zubaida
seru
Zubaida
lanutbseru
Zubaida
masih prrnasaran
Zubaida
lanjut lagi seti
Zubaida
lanjut
lie88
sangat menarik ni cerita nya aq suka yg sedih "
Nyai Aluh
shella klw kmu ga mau aku az
Nyai Aluh
waktu culun jga masih terlihat cauntik
Nyai Aluh
jngan2 tertukar anak nya drmah sakit
Nyai Aluh
iih pngen jambak
Nyai Aluh
edech ka cica
Nyai Aluh
dpat ku bayangkan biar pakai kacamat tpi shel cauntij
Nyai Aluh
jangan2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!