Riana, seorang CEO wanita yang memegang kendali beberapa perusahaan, bertemu dengan Reyhan, anak muda yang masih sangat....sangat idealis, dengan seribu satu macam idealisme di kepalanya, pada sebuah pesta ulang tahun anak Pak Menteri. Keduanya harus berhadapan dengan wajah garang ibu kota dan menaklukkan ganasnya belantara Jakarta dengan caranya masing masing. Bisnis, intrik dan perasaan bergulung menjadi satu. Mampukah keduanya? Dan bagaimanakah kelanjutan kisah diantara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 : KAOS JALANAN
Esok harinya, ketika mau berangkat kerja, Riana uring uringan. Pasalnya ia mendapati stiker di kaca belakang mobilnya. Mobil mewah yang bagus dan masih baru itu ditempeli stiker selebar bungkus rokok dengan panjang dua kali lipat. Apa apaan ini? Apalagi ini mobil kesayangannya. Tapi yang lebih membuatnya tidak tahan adalah tulisan stiker tersebut. Aku mengendarai gengsi, jangan iri ya?
Kurang ajar juga si Reyhan, pikir gadis itu. Keterlaluan! Ini kan sama saja dengan sindiran, tamparan atau ledekan yang menyakitkan. Mobil ini dibeli dengan uang sendiri, hasil kerja keras, bukan hasil nyolong atau korupsi ya? dia bermonolog dalam hatinya.
Mau dilepasnya stiker tersebut, tapi tentu tidak mudah. Dia harus melepasnya perlahan lahan. Tentu perlu waktu lama juga! Mungkin juga dia perlu ke toko asesoris mobil untuk melepaskannya. Apalagi sekarang sudah waktunya berangkat ke kantor, sementara toko asesoris mobil belum ada yang buka. Ah, nanti sore saja aku lepas pelan pelan. Kalau ada masalah bisa di bawa ke toko asesoris. Moga moga tidak menarik perhatian atau dia bisa menjadi bahan ledekan, batinnya. Mercedes mulus itupun segera meluncur. Satpam tergopoh gopoh membuka pintu gerbang dan memberi hormat kepadanya.
Sesampai di kantor, Riana memarkir mobilnya agak ke sudut, dengan moncong menghadap ke jalan sementara body belakangnya mepet tembok. Biar mudah kalau pulang nanti, alasannya. Padahal supaya tidak ada orang yang sempat membacanya! Ia segera melenggang menuju ruangannya. Ruangan CEO!
Ada catatan telepon dari Bright Hope Digital Holding Co. Dari Denny! Isi pesannya singkat saja: akan menelpon kembali! Kapan ia menelpon? Pasti kemarin sore saat ini sudah pulang. Kemarin ia memang pulang lebih cepat, karena merasa tubuhnya lelah dan pikirannya bingung dengan Reyhan yang berau dikenalnya.
Riana juga melihat ada kiriman bunga. Pengirimnya sama. Denny! Ada kartu ucapannya juga. Isinya adalah rasa senang dapat berkenalan dengan Riana serta dua free card untuk rumah makan Jepang Sakura yang paling terkenal itu.
Menjelang siang, Denny menelpon. Tapi kepada sekretarisnya Riana berpesan agar mengatakan dia keluar kantor.
Sekretarisnya cuma bilang, bahwa Denny menanyakan apakah kiriman bunganya sudah diterima.
Sekretarisnya mengatakan, sudah diterima! Karangan bunga yang bagus! Kartu ucapannya masih tergantung. dan catatan telepon kemarin sudah ada di meja Riana.
Riana tersenyum dan mengangkat jempol untuk sekretarisnya, memasukkan free card dan catatan tersebut ke laci meja kerjanya dan melupakan.
Hari itu ia harus menyelesaikan beberapa tugas penting. Ada beberapa dokumen penting, perjanjian kerja dengan beberapa supplier dan kontraktor yang harus dibaca ulang, diteliti dan ditandatangani. Ia juga harus memeriksa laporan hasil kerja anak buahnya di lapangan. Juga memeriksa kinerja bagian keuangan. Ia lalu mengontak banknya di Singapura untuk memastikan beberapa hal penting. Lalu ia juga menelepon adiknya untuk meastikan apakah jadi pergi ke Hong Kong atau tidak. Karena ia mau menitip sesuatu.
Pada waktu makan siang, ia tidak keluar kantor. Ia lebih memilih memesan makanan melalui ojek online. Malas mengeluarkan mobil yang masih ditempeli stiker sialan itu. Jam makan siang adalah jam yang ramai lalu lalang karyawan. Kalau ia membawa mobilnya keluar, pasti di belakang ada yang akan membaca stiker tersebut. Ah, Reyhan brengsek! Nanti saja sebelum jam pulang karyawan ia kan mendahului. Semoga tidak ada yang sempat melihat.
Persis pukul empat sore, ia keluar dari ruangannya. Berpesan kepada sekretarisnya.
"Aku keluar dulu! Langsung pulang. Bila ada yang telepon, suruh tinggalkan pesan. Kau catat dan letakkan di mejaku. Kalau memang sangat penting, kau boleh telepon atau kirim pesan kepadaku."
"Baik, bu!" sekretaris berkaca mata itu mengangguk hormat.
Baru saja menyalakan mesin mobil Mercedes kesayangannya, dan keluar dari halaman parkir gedung perkantoran itu, mendadak saja matanya melihat seorang anak menjajakan majalah dan koran. Di era digital yang baru mulai di negeri ini, masih ada juga media cetak yang dijajakan. Tapi yang menarik perhatiannya adalah kaos dikenakan anak tersebut. Ada tulisan di punggungnya: Aku tidak cinta produksi dalam negeri, cukup besar dan mencolok. Di bawahnya terbaca: tapi aku memakainya.
Riana keki dengan hatinya sendiri. Karena ia ingat kepada Reyhan. Atau Max. Jangan jangan ini merupakan salah satu usaha Reyhan.
Riana meminggirkan mobilnya. Melihat mobil mewah menepi, anak penjaja majalah itu segera berlari lari mendekat dan menyerahkan beberapa majalah wanita edisi terbaru. Tadinya gadis itu cuma mau bertanya dimana si penjual majalah ini memperoleh kaos yang dipakainya. Tapi karena sudah terlanjur disodori beberapa majalah, ia pun mengambil dua dan membayar dengan seratus ribuan. Ia tidak tahu apakah uangnya kelebihan atau malah kurang. Selama ini ia tak tahu persis harganya. Karena memang tak tertarik membacanya. Kalaupun ada majalah seperti itu, adanya di rumah. Dan yang pasti, bukan dia yang berlangganan atau rutin membelinya.
"Terima kasih, Tante......" kata anak penjual majalah itu. Eh kurang ajar juga tuh anak. Masa memanggilku tante? Umur juga baru dua puluh tujuh tahun, apa wajahku memang sudah setua tante tante?
"Eh, dari mana kamu dapat kaos yang kamu pakai itu?" tanyanya keki.
"Dari kredit, Tante....."
Masya Allah, usaha apa yang dilakukan Reyhan sebenarnya? Tukang kredit juga? Aduh, kenapa ia jadi mikir Reyhan dan bukan Denny yang mengiriminya buket bunga dan free card resto?
Meskipun sudah bilang "Terima kasih, Tante", anak pengecer itu masih sibuk menghitung uang kembalian yang kemudian diserahkannya, membuat Riana sedikit mengerutkan keningnya.
Duitnya butut, terlipat, kumal oleh keringat. Dan pasti penuh bakteri!
Karena masih ada waktu, Riana bertanya lagi,
"Kaos kreditan?"
"Iya, Tante. Kami boleh memakainya dulu. Lalu menyetor padanya. Sehari seribu rupiah. Saya sudah ambil lima."
"Lima?"
"Dijual lagi! Tante mau beli?"
Riana jadi gugup. Beli kaos bertulisan aneh aneh begitu? Mimpi pun rasanya dia tidak mau! Ia menggelengkan kepalanya dan memencet tombol hingga kaca mobilnya menutup. Duit kembalian diambil dengan tisu, lalu disisihkan. Rasanya jadi risih.
Waktu mobil melaju, Riana baru sadar bahwa tadi dia ingin bertanya apakah kaos itu ada hubungannya dengan Reyhan alias Max alias bekas sopir Bu Menteri? Haduuhhh, kenapa Reyhan lagi sih? Kenapa hari ini ada saja kejadian yang mengingatkannya pada Reyhan? Pasti gara gara stiker sialan itu! Awas, nanti di rumah harus segera dicopotnya, supaya besok tidak malu maluin.
Riana segera melupakan kejadian itu. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi. Mumpung belum saatnya karyawan pulang kantor. Karena ia ingin segera tiba di rumah. Karena hari ini, keponakannya, Santi, akan datang.
--------------------------
Jangan lupa dukungannya ya guys........