Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Satu Ranjang Beda Selimut
"Naiklah, ngapain nunggu di situ?" tegur Aldian menegur Haliza yang justru duduk di sofa.
"Kamu niatnya mau tidur di kamar ini, kan? Naik dan tidurlah," suruh Aldian, jauh dari dugaan. Haliza pikir Aldian akan senang dan antusias apabila sekamar lagi. Haliza berdiri dari sofa lalu berjalan menuju ranjang. Di atas ranjang hanya ada satu selimut. Dia bingung apakah dia harus memakai selimut yang sama atau ambil yang baru.
Sebulan tidak tidur di kamar yang sama, tidak ada yang berubah. Bantal yang selalu dia pakai, letaknya masih di tempat yang sama. Aldian benar-benar tidak merubah posisinya.
Setelah termenung sejenak, Haliza segera berbenah dan mulai membaringkan badan. Dia menarik selimut yang sama, yakni selimut yang sudah ada di ranjang.
Kini Aldian mulai menaiki ranjang, Haliza berharap suaminya ada inisiatif mendekatinya, memeluk dan meminta haknya yang sudah lama tidak tersalurkan secara benar.
Namun, Aldian turun lagi dari ranjang, ia menuju atas lemari dan mengambil salah satu selimut yang dibungkus kantong tebal yang transparan. Aldian kembali menaiki ranjang, lalu memberikan selimut itu ke samping Haliza. Perlahan selimut yang sudah ditarik Haliza untuk menutupi tubuhnya, kini ditarik Aldian untuk menyelimuti tubuhnya.
"Pakailah selimut yang bersih, ini bekasku. Aku tidak mau kamu kebauandengan selimut bekasku," ujar Aldian sangat datar, sikap Aldian yang seperti itu membuat Haliza begitu sedih. Aldian bukan lagi Aldian yang seperti dulu. Aldian kini begitu dingin sehingga Haliza merasa canggung di hadapannya. Dulu sebelum pertengkaran itu terjadi, mereka tidur dalam selimut yang sama, meskipun Haliza sesungguhnya menginginkan selimut yang berbeda.
"Mungkin ini hukuman dari Tuhan atas sikapku sebelumnya terhadap Mas Aldian. Mas Aldian kini membalasnya, dan aku sangat sedih," batin Haliza menangis.
Haliza kini mulai berbenah, meraih selimut yang diberikan Aldian, lalu membaringkan tubuh.
"Kamu tidak mainin Hp dulu sebelum tidur, atau mau menghubungi siapa. Mungkin seseorang yang kamu kangen?" ujar Aldian sinis. Haliza tersentak dengan kalimat sinis Aldian barusan, hal ini membuat Haliza semakin dilanda sedih dengan sindiran Aldian. Padahal selama ini dia tidak pernah menghubungi siapa-siapa. Jangankan mengirim pesan singkat pada yang lain, pada Aldian saja jarang, karena Haliza pikir sehari-hari mereka sering bertemu dan bersama.
Melihat Haliza terlihat sedih dan hanya diam, sejenak membuat Aldian merasa bersalah, tapi demi kesadaran Haliza, Aldian sengaja melakukan itu untuk menguji kesabaran Haliza sampai di mana. Dan semua cara ini Aldian lakukan sebagai cara untuk merubah sikap Haliza, Aldian harus terkesan tega agar Haliza sadar dan berbalik mencintainya serta merasa kehilangannya.
Sikap Aldian itu tidak lepas dari saran mertuanya. Aldian sempat menghubungi sang mama. Lalu ia bercerita tentang sikap Haliza. Cerita Aldian disambungkan lagi pada besannya, lalu mertua Aldian memberi saran agar Haliza diberikan pelajaran untuk sementara oleh sikap Aldian yang dingin dan ketus.
"Biarkan dia dan jangan ditegur untuk beberapa saat. Kita lihat bagaimana reaksinya. Setahu mama, Haliza justru akan bereaksi atau memberikan respon apabila dia sudah didiamkan. Dia akan gelisah dan sedih. Hal itu tidak masalah kalau bisa membuat Haliza berubah dan menyadari kesalahannya," tutur Bu Hana memberikan sarannya pada Aldian kala itu.eeeee3salah satunya dengan sikapnya yang dingin dan ketus seperti barusan.
Sepertinya saran ibu mertua Aldian mulai memperlihatkan tanda-tanda yang baik. Sejak pertengkaran itu, Haliza sering meminta maaf pada Aldian dan memohon untuk tidak diceraikan. Aldian tahu, Haliza pasti takut jika ia menggugat cerai, karena kesalahan jelas ada padanya. Bisa saja Aldian dalam surat gugatannya, menyertakan bukti kenapa ia menggugat, karena istri ketahuan menjumpai mantannya. Hal itu pasti akan sangat mempermalukan citra Haliza sebagai perempuan.
"Aku mohon, Mas, jangan ceraikan aku. Aku minta maaf, aku berjanji akan memperbaiki diriku dan berusaha mencintaimu," ujarnya kala itu. Maka sejak itu
Aldian pun tahu, untuk bercerai di dalam instansinya, sangatlah sulit jika salah satu pasangan tidak memiliki bukti yang kuat untuk dijadikan bukti di persidangan sebagai penyebab penggugat menggugat tergugat.
Akhirnya atas saran keluarga, om, serta teman dekatnya, Aldian memutuskan untuk mencoba bertahan sampai Haliza benar-benar bisa mencintainya.
Aldian menoleh ke arah Haliza, ia tersenyum puas, karena sudah membuat Haliza terdiam sedih. "Maafkan aku, Za. Sebelum kamu benar-benar mencintai aku dan berubah, aku akan tetap bersikap dingin dan ketus begini. Akan kulihat sampai di mana kegigihanmu meraih hatiku dan berubah lebih baik," batin Aldian seraya membaringkan tubuh dan mulai memejamkan mata.
Hujan di luar masih turun, bahkan sangat lebat. Aldian semakin merapatkan selimut tebalnya agar tubuhnya tidak dingin. Sementara Haliza, dia merasa tubuhnya dingin meskipun sudah dibalut selimut. Rencana yang telah disusun tapi di kamar sebelah, berantakan sudah oleh sikap Aldian yang terlampau dingin.
"Kenapa kamu sangat dingin dan ketus, Mas? Padahal aku sudah sebulan ini ini berusaha untuk berubah dan mencintaimu. Aku sadar, aku memang salah.
"Jeleger."
Haliza tersentak dengan suara petir yang lagi-lagi sangat kuat dan mengejutkannya. Ia merasa takut, tapi untungnya ia kini sudah berada dalam satu kamar dengan Aldian.
"Ya Allah, kenapa hujan malam ini begitu lebat dan mencekam? Sikap Mas Aldian pun sama mencekam dan menakutkan."
Hujan di luar semakin lebat, bahkan kini disertai deru yang membuat merinding bulu roma. Haliza benar-benar tidak bisa memejamkan mata karena hujan. Berbeda dengan Aldian yang justru sudah terdengar tidur lelap. Suara deru nafasnya sampai terdengar.
Haliza menatap lekat tubuh Aldian dari atas sampai bawah. Dia ingat semua gerak-gerik dan tingkah kocak Aldian yang sering menggodanya. Haliza rindu semua sikap Aldian, termasuk ucapannya yang sering kali to the point atau langsung kepada intinya.
Haliza perlahan bergerak dan mendekati Aldian yang benar-benar sudah nyenyak. Ditatapnya wajah tampan lelaki itu lama, sungguh manis dan mempesona. Dulu, jangankan terpesona, dicium saja Haliza sering memalingkan wajah.
"Aku rindu semua tingkah kamu, Mas. Tidakkah kamu merindukan aku setelah sebulan lamanya kamu tidak sekamar denganku?" batin Haliza menjerit pilu, perlahan air mata itu menetes menuruni pipinya.
Sebuah kecupan, telah Haliza daratkan di bibir Aldian dengan singkat. Setelah ia tidak bisa lagi menahan rasa rindu terhadap Aldian.
Aldian tersenyum dalam diam, dia merasa puas merasakan Haliza menyesal dan sedih. "Bagus. Begitu dong. Coba dari dulu kamu kaya gitu, mungkin hubungan rumah tangga kita akan selalu harmonis." Aldian berbicara di dalam hati, merasa puas dengan rasa penyesalan yang diperlihatkan Haliza.