Setelah orang tua nya bercerai, Talita dan kedua adiknya tinggal bersama ibu mereka. Akan tetapi, semua itu hanya sebentar. Talita dan adik-adik nya kembali terusir dari rumah Ibu kandung nya. Ibu kandungnya lebih memilih Ayah tiri dan saudara tiri nya. Bukan itu saja, bahkan ayah kandung mereka pun menolak kedatangan mereka. Kemana Talita dan adik-adik nya harus pergi? Siapa yang akan menjaga mereka yang masih sangat kecil? Jawaban nya ada di sini. Selamat membaca. Ini novel kedua ku ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Hari ini Talita kedatangan tamu yang tidak ia duga-duga.
"Bagas? Kok bisa tahu kalau aku tinggal di sini?" Tanya Talita sambil mengernyitkan dahinya.
"Kan aku yang nganterin kamu ke sini. Lupa?"
"Hmm, maksud ku rumah ini kan paling ujung."
"Santai aja, aku kenal kok sama pemilik nya."
"Oh. Iya. Maaf ya, di rumah nggak ada siapa-siapa. Jadi aku nggak bisa nyuruh kamu masuk. Takut ada fitnah."
"Its okey. Kamu kenapa nggak sekolah hari ini?"
"Aku lagi nggak enak badan aja kok."
"Nggak enak badan? Bukan nya itu alasan kuno? Pak Man mengatakan kalau beliau belum melihat orang tua mu sampai saat ini. Dan juga, setahu ku kamu tinggal di jalan X bukan?"
Talita bingung, apa yang harus ia lakukan agar Bagas diam dan tidak menanyakan apapun padanya.
" Kami cuma tinggal sementara di sini. Soal nya Ibuku lagi nggak ada di rumah."
" Tinggal di rumah atau di sini bukankah sama saja?"
" Aku tahu kamu telah banyak membantuku, tapi kali ini aku mohon tolong jangan ikut campur urusan kami. Dan untuk saat ini aku belum bisa masuk sekolah."
"Tapi kita sudah kelas 2 Talita, sebentar lagi kita akan lulus. Harusnya kamu tidak bermain-main dan bisa serius dalam belajar agar bisa lulus dengan nilai yang baik."
"Bagas, aku mohon kali ini aja. Tinggalkan aku sendiri."
"Baiklah jika kamu tidak mau jujur, aku akan mencari tahu sendiri apa yang telah terjadi padamu."
"Mengapa kau begitu peduli padaku?"
"Kita teman bukan?"
"Teman? Sejak kapan?"
"Sudah sejak lama, namun hanya aku yang merasakannya."
Setelah berkata seperti itu Bagas langsung pergi dari sana. Para tetangga tampak saling bicara satu sama lain saat melihat ada mobil mewah yang masuk ke daerah mereka.
Talita tidak ingin ambil pusing dengan hal yang akan di gosip kan oleh para tetangga. Saat ini, ia hanya memikirkan sekolah nya yang sebentar lagi terancam putus.
"Kak, Tasya kepingin makan bakso."
"Kita tunggu kak Tania dulu ya."
"Iya deh. Tapi jangan lama-lama ya. Ntar tutup deh."
"Nggak bakalan tutup deh. Kan warung bakso nya dekat."
"Tapi Tasya mau nya bakso yang di tempat biasa kita makan."
Talita lagi-lagi menghembuskan nafas nya. Di tempat itu sekali makan bakso harga nya lumayan juga. Tapi demi Tasya apapun akan ia lakukan.
Tidak berapa lama kemudian Tania pulang dan mereka bertiga langsung menuju ke mall untuk makan bakso langganan.
Saat mereka akan masuk, Tasya melihat Ibu nya sedang bergandengan tangan dengan Andi. Seperti nya mereka sedang membeli baju couple. Tangan Tasya terlepas begitu saja. Ia langsung berlari ke arah Ibu yang sangat ia rindukan.
"Ibu, apa Ibu di sini ingin bertemu Tasya? Apa ini kejutan? Tapi kan Tasya nggak berulang tahun."
Talita cepat-cepat berjalan ke arah adik nya. Ia sangat takut jika sewaktu-waktu Ibu mereka bertindak konyol.
"Bu, kok ada mereka sih. Kan Ibu udah janji sama Andi."
"Ibu nggak tahu Andi kenapa mereka tiba-tiba ada di sini. Kan Andi tahu sendiri tadi kita langsung kesini sepulang dari sekolah."
Andi tetap memasang wajah masam saat melihat tiga bersaudara itu. Ia tepis tangan nya Naina saat ingin memegang pundak nya.
"Kalian ini mau ngapain ke sini?" Tanya Naina.
"" Trus, ada larangan gitu kalau kami nggak boleh ke sini?" Ucap Talita geram.
" Bu, apa Ibu nggak rindu Tasya? Udah lama Ibu nggak peluk dan ci um Tasya."
"Tasya kan udah gede nak. Masak masih mau di ci um dan di peluk lagi?"
"Andi aja yang lebih tua dari Tasya selalu Ibu sayang-sayang."
"Talita, bawa adik mu pergi."
"Apa kami ini kotoran bu? Apa tidak bisa sebentar saja Ibu memeluk Tasya. Bukan aku yang melahirkan nya. Tapi, Ibu."
Sontak suara Talita mengundang beberapa pasang mata yang penasaran.
"Pelankan suara mu! Apa kamu mau kita viral?"
"Aku nggak rugi bu." Ucap Talita sinis.
Andi tiba-tiba langsung berlari begitu saja dari sana. Hal itu membuat Naina panik.
"Semua ini gara-gara kalian. Lihat, Andi sudah pergi kan."
"Terserah Ibu deh." Ucap Talita malas
"Bu, jangan pergi. Yuk kita pulang dan nginap bersama Tasya. Tasya rindu."
Tasya memegang ujung baju yang dikenakan oleh Naina. Tanpa menoleh ke arah anak bungsu nya itu, Naina langsung menepis kasar tangan Tasya dan bergegas pergi mencari Andi.
"Ibuuuu..."
Suara menyayat hati milik Tasya membuat semua orang mendekat. Tasya terus berteriak memanggil-memanggil nama Ibu nya dan semakin membuat orang bertanya-tanya.
Sebesar apapun tangisan dan sebanyak apapun air mata yang menetes, tidak akan membuat Ibu nya datang kembali dan memeluk dirinya.
Naina lebih memilih mencari Andi yang sudah hilang entah kemana.
"Tasya, sudah ya. Nanti kakak belikan es krim. Kamu mau, kan."
"Tasya mau Ibu. Ibu ja hat pergi nggak lihat Tasya. Ibu lebih sayang Andi kak. Padahal Andi bukan anak Ibu. Kita udah nggak punya Ibu lagi kak."
Tasya terus saja menangis. Tania yang dari tadi melihat adegan itu mengepalkan tangan nya erat. Ia sangat kesal dengan Ibu nya sendiri..
" Awas bu, suatu saat akan ku balas rasa sakit ini." gumam nya lirih.
*****
Sementara Tasya menangis dan tidak mau diam, Naina kewalahan mencari dimana keberadaan Andi. Andi berlari begitu cepat sehingga ia sulit untuk mengejar nya.
Telepon berdering, tanda panggilan masuk dari Jaka.
" Kamu itu memang nggak becus ya menjaga anakku."
"Maksud kamu gimana?"
"Andi sekarang sudah bersama ku di mall. Kami sedang berada di restauran. Tadi ia cerita kalau kamu janjian dengan anak-anak mu di sini. Apa benar Naina?"
"Aku sama sekali tidak tahu kalau mereka akan ke sini."
"Kalau memang tidak tahu, mengapa mereka bisa tahu kemana kau akan pergi. Kau bahkan menelantarkan anakku."
" Aku nggak tahu apa-apa. Kenapa sekarang aku yang kamu marahi. Sebenarnya lucu juga sih. Mereka anak-anak ku, ya wajar saja kalau aku masih mau bertemu mereka. Aku saja tidak melarang mu tinggal dengan Andi. "
" Jadi sekarang kau mau mengungkit? "
"Apa yang harus ku ungkit. Bahkan rumah yang kita tempati sekarang itu milik anak-anak ku. Kau bahkan tega menyuruh ku mengusir mereka Jaka."
"Trus, maksud kamu apa? Kamu mau aku yang pergi dari rumah itu? Oke. Sekarang juga aku akan beres-beres."
"Tapi,,"
Belum selesai Naina bicara panggilan langsung berakhir begitu saja. Kini Naina sedang di landa dilema. Apa yang harus ia lakukan sekarang.