Namanya Erik, pria muda berusia 21 tahun itu selalu mendapat perlakuan yang buruk dari rekan kerjanya hanya karena dia seorang karyawan baru sebagai Office Boy di perusahaan paling terkenal di negaranya.
Kehidupan asmaranya pun sama buruknya. Tiga kali menjalin asmara, tiga kali pula dia dikhianati hanya karena masalah ekonomi dan pekerjaannya.
Tapi, apa yang akan terjadi, jika para pembenci Erik, mengetahui siapa Erik yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dihadang Mantan
"Kita ke sini dulu yuk, Rik," ajak Denada kala langkah kaki mereka berhenti tepat di hadapan ritel baju dengan merk ternama.
"Ke sini?" Erik nampak terkejut. Matanya menatap nama ritel dan Erik bisa membayangkan berapa harga satu barang dalam ritel tersebut.
"Kenapa?" Denada nampak heran dengan sikap keponakannya.
"Di sini mahal-mahal, Tante," jawab Erik, nampak begitu polos.
Denada seketika tersenyum lebar, bahkan hampir tertawa karena raut wajah menggemaskan yang ditunjukkan keponakannya.
"Kamu ini lupa apa bagaimana, Sayang? Jangankan satu baju, kamu mau beli seluruh isi toko juga sangat mampu, Rik. Astaga!" akhirnya Denada tidak dapat menahan suara tawanya.
Erik tertegun beberapa saat, lalu dia sontak cengengesan kala menyadari akan keadaan dirinya sendiri saat ini.
"Ayok masuk. Pasti kamu bakalan suka dengan merk ini, seperti ayah kamu. Dia tuh kalau urusan baju santai, lebih suka merk yang ini," Denada menarik tangan sang keponakan.
Erik manggut-manggut. Lalu dia jadi teringat dengan beberapa baju yang ada di lemari kamarnya. Di sana memang kebanyakan pakaian santainya bertuliskan brand yang saat ini Erik kunjungi.
"Kamu pilih aja baju yang kamu suka, Tante mau ke sana dulu, pilih baju buat Tante sendiri. Soalnya Tante ke negara ini, tidak bawa baju ganti sama sekali."
Erik tercengang. Setelah Tantenya pergi, Erik menggelangkan kepalanya beberapa kali. Dia heran, bisa-bisanya sang Tante melakukan perjalanan jauh, tapi sama sekali tidak membawa baju ganti.
"Enak yah jadi orang yang banyak duit. Pergi nggak bawa baju ganti aja, tidak bingung," gumamnya, lalu Erik melangkah menuju ke barisan pakaian khusus laki-laki bersama aksesoris penunjangnya.
Erik beberapa kali merasa heran, melihat harga beberapa barang yang sudah dia pegang. Seperti ikat pinggang yang saat ini sedang berada di tangan Erik. Harganya sampai di atas satu juta. Itu aja yang paling murah. Belum lagi harga barang lainnya.
Karena sibuk melihat-lihat harga tiap barang yang dia pegang, Erik sampai bingung mau membeli barang seperti apa.
Sekarang Erik berada di deretan kaos. Di saat pemuda itu sibuk memilih kaos yang cocok, seseorang tiba-tiba datang dan menghadang langkah pemuda tersebut.
Erik nampak kaget karena orang yang dia kenal, tiba-tiba berdiri di hadapannya sembari tersenyum. Senyum yang dulu pernah Erik kagumi. Namun Erik segera berpaling karena dia enggan bertemu sosok yang pernah jadi kekasihnya itu.
"Rik, tunggu," sosok itu menahan tangan Erik. "Aku bisa ngomong sebentar, Rik."
Erik melirik tajam, lalu dia segera menghempas tangan wanita yang akrab dipanggil Niken. Erik tak menghiraukannya. Pemuda itu segera melangkah ke arah lain.
"Erik, aku mohon. Kasih waktu aku untuk ngomong, sebentar saja," Niken mengikutinya dari belakang.
"Tidak perlu! Kita sudah tidak ada urusan," balas Erik dingin tanpa memandang sosok yang mengikutinya.
"Rik. Tolong, sebentar saja. Aku pengin ngomong. Aku mau minta maaf sama kamu," rengek Niken memelas. "Aku tahu, Rik, aku salah, maka itu, aku minta maaf."
Erik tak peduli. Yang ada dia justru merasa jengah dengan tingkah Niken saat ini.
"Rik, tolong, sebentar saja. Kasih waktu aku untuk menjelaskan," Niken kembali menahan tangan Erik.
"Bisa nggak sih, nggak usah pegang-pegang?" Erik hampir saja membentak Niken. Beruntungnya, Erik masih bisa menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang akan membuatnya malu.
Niken terperangah diperlakukan seperti itu oleh pria yang dulu katanya sangat mencintainya. Dimata Niken, Erik yang sekarang malah kasar, bukan Erik yang tenang dan penuh kelembutan.
"Rik, aku hanya ingin minta maaf, kenapa kamu kasar banget?" Niken tak terima diperlakukan seperti itu.
"Sudah aku maafkan. Sudah cukup, kan?" balas Erik lalu kembali melangkah. Namun sayang, lagi-lagi Niken menahannya, membuat Erik geram bukan main. "Lepas!"
"Aku ngggak akan membiarkan kamu pergi sebelum kamu mau menuruti kemauanku! Kalau perlu, aku akan berteriak di sini, gimana?" Niken malah mengancam, membuat Erik terperangah dengan sikapnya.
Niken tersenyum sinis, merasa dirinya menang. Apa lagi melihat sikap Erik yang terbungkam sembari mengedarkan pandangannya ke arah lain, meyakinkan Niken kalau bakalan mau menuruti kemauannya.
"Bukankah kamu sendiri yang bilang, kalau aku bukan level kamu?" Diluar dugaan, Erik melah mengatakan sesuatu yang mengejutkan. "Lalu apa gunanya kita masih berbicara, kalau kita sendiri sudah tidak satu level?"
Niken kembali terperangah. Dia tidak menyangka Erik malah melempar balik ucapannya saat Niken memutuskan Erik tiba-tiba demi seorang manager di malam itu.
Namun karena sekarang ambisinya berubah, Niken seakan tidak mempedulikan ucapan Erik. Dia bahkan hendak membuktikan ancamannya.
"Kamu pikir aku bercanda, Rik?" hardik Niken. "Baiklah, jika itu yang kamu," Niken pun bersiap untuk menjalankan aksinya.
Namun di saat wanita itu hendak mengeluarkan suaranya, Niken dikejutkan dengan suara seseorang dari belakangnya.
"Sayang, kok kamu di sini?" seorang wanita cantik melangkah melewati Niken dan wanita itu langsung bergelayut manja pada lengan Erik.
Erik juga tak kalah terkejut dengan sikap Tantenya itu.
"Dia siapa, Sayang?" Denada melempar pertanyaan sembari memberi kode kepada sang keponakan.
Erik tertegun. Seketika dia segera mencerna kode kedipan mata yang ditunjukan oleh Denada.
"Cuma orang asing," jawab Erik sedapatnya.
Sebenarnya Erik gugup, tapi dia berusaha menyembunyikan kegugupannya agar Niken percaya kalau Erik sekarang sudah memiliki wanita yang lebih cantik.
"Oh, kirain mantan pacar kamu," balas Denada. "Tapi aku yakin sih, selera kamu bukan wanita jelek seperti dia."
"Apa!" Niken lepas kendali. Suaranya langsung menggelegar. Seketika emosinya berkobar karena diejek secara terang-terangan.
Jika dibandingkan, memang, Niken kalah jauh dari Denada. Niken cuma menang di usianya yang masih muda saja.
"Hust!" Denada langsung memperingatkan. "Jangan teriak-teriak. Jangan kampungan. Tuh, banyak orang kaya sedang lihatin kamu. Jangan norak ya, Nona."
Tangan Niken terkepal. Emosinya jelas kelihatan pada sorot matanya. Niken yang sudah terlanjur malu, malah mendekat dan menatap Erik tajam.
"Rik, aku hamil, aku mengandung anak kamu!"
Mata Erik dan Denada sontak membulat bersamaan
Sementara itu di tempat lain.
"Maaf, Dave, orang tuaku melarang aku, melanjutkan hubunganku dengan kamu," ucap Tasya kala bertemu dengan Dave di suatu tempat.
Tentu saja Dave terkejut mendengarnya. "Apa, Sya? Bagaimana bisa ..." Dave menggantung ucapannya. Namun tatapan pria itu sangat menuntut penjelasan dari kekasihnya.
"Maaf, Dave, maaf banget. Mulai sekarang, kita jalan sendiri-sendiri. Makasih untuk semuanya, Dave, dan sekali lagi aku minta maaf," setelah mengatakan itu, Tasya pergi begitu saja, tanpa mempedulikan Dave yang frustasi memanggil namanya.
"Aaaaa!" Dave berteriak sangat kencang. "Sialan kau Tasya! Di saat aku miskin, kau langsung pergi begitu saja! Dasar, wanita murah!"
Emosi Dave kembali meledak. Sejak terkuak siapa dia sebenarnya, semua orang yang kemarin dekat dengan Dave, menghilang satu-persatu.
"Erik! Tunggu pembalasanku!"