Siang ini udara panas berembus terasa membakar di ruas jalan depan gerbang Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Matahari meninggi mendekati kulminasi. Suara gaduh di sekeliling menderu. Pekikan bersahut-sahutan, riuh gemuruh. Derap langkah, dentuman marching band dan melodi-melodi bersahutan diiringi nyanyian-nyanyian semarak berpadu dengan suara mesin-mesin kendaraan.
Rudi salah satu laki-laki yang sudah tercatat sebagai mahasiswa Unsil selama hampir 7 tahun hadir tak jauh dari parade wisuda. Ia mengusap peluh dalam sebuah mobil. Cucuran keringat membasahi wajah pria berkaca mata berambut gondrong terikat ke belakang itu. Sudah setengah jam ia di tengah hiruk pikuk. Namun tidak seperti mahasiswa lain. Pria umur 28 tahun itu bukan salah satu wisudawan, tetapi di sana ia hanya seorang sopir angkot yang terjebak beberapa meter di belakang parade.
Rudi adalah sopir angkot. Mahasiswa yang bekerja sebagai sopir angkot....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Peringatan DO
Siang ini ruang fakultas senyap dan dingin. Hanya deru kipas angin dan denting jam dinding memecah sunyi, menambah suasana tegang dan gusar di dalam hati.
Telah beberapa kali Rudi singgah di ruangan ini mengurus cuti dan keuangan kuliah. Tak heran jika pria bernama Imron di depannya telah mengenal Rudi bahkan mengetahui segala keluh kesah Rudi. Pria gemuk yang duduk di belakang meja itu terdiam menatap berkas-berkas dalam sebuah map, menutup map itu kemudian berkata :
“Sudah tujuh tahun Rud!” katanya membuka obrolan. “Aku tahu kamu membutuhkan pekerjaan itu untuk keluargamu, tapi jika kau terus menunda-nunda kelulusan seperti ini, aku khawatir perjuanganmu selama ini, pengorbananmu, jerih payahmu menimba ilmu di fakultas ini akan sia-sia!”
“Saya mengerti Pak!”
“Mengerti saja tidak cukup Rud!”
Pria itu tampak lelah. Ia mengeluarkan sebuah amplop surat kemudian dengan enggan menyodorkannya ke hadapan Rudi.
Rudi menatap amplop itu, kemudian mengambilnya dan membuka penutupnya. Rudi sekan tak percaya apa yang ia lihat, bahwa amplop itu berisi surat peringatan drop out. Bahwa Universitas memperingatkan Rudi akan dirinya yang mungkin akan segera mendapat DO, kecuali Rudi menyatakan berhenti cuti sekaligus menyatakan lanjut kuliah sebelum tanggal yang ditetapkan, yakni terhitung satu bulan semenjak surat diterbitkan.
Rudi menghempaskan punggung ke sandaran kursi.
“Masih ada waktu Rud, selambat-lambatnya satu bulan!” ucap Imron.
Rudi terdiam mencoba berpikir.
“Kamu hanya tinggal melunasi tunggakan dan mengurus beberapa keperluan administrasi untuk mengambil SKS di semester lima.”
“Iya Pak saya tahu, tapi…”, Rudi menggantungkan kata-katanya. Ia tak tahu apa yang harus dikatakan.
Imron menghela nafas, kemudian berkata :
“Maafkan aku Rud, aku tidak bisa banyak membantu, aku betul-betul menyesali semua ini! Tapi peraturan tetaplah peraturan, dan aku hanya menjalankannya!”
Sebenarnya Imron telah banyak membantu dengan memperingatkan Rudi. Imron masih cukup sering bertemu dengan Rudi di mesjid universitas. Kala kebetulan tiba waktu dzuhur di dekat universitas Rudi akan memutuskan turun untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di sana. Begitu pula dengan Imron.
Mereka berkawan cukup akrab, meski begitu Rudi tetap mengobrol dengan perkataan sopan kepada Imron menyadari perbedaan umur dan status di antara mereka.
Setelah peringatan DO itu, semangat Rudi menurun, apalagi Heryani yang sudah naik kelas, beberapa kali membutuhkan biaya yang semakin besar. Walaupun di balik itu semua ia sangat bersyukur bisa melihat foto adik-adiknya dan ibunya yang sehat. Semenjak kelahirannya si bungsu Sulis tumbuh dan berkembang dengan sehat. Heryani pun sudah semakin besar dan tumbuh menjadi gadis yang pintar. Di balik semua kesedihan Rudi soal kuliahnya, ia merasa bangga dan bersyukur atas adik-adiknya.
Sebelumnya Rudi masih sangat suka belajar. Bahkan ia mencintai ilmu-ilmu Biologi yang dipelajarinya. Walaupun kenyataan membuat ia tidak punya waktu dan cukup uang untuk kembali ke kampus, ia masih suka menghafal dengan membaca diktat kuliah dan buku saat ngetem.
Hari ini mungkin kawan-kawannya telah menjadi guru biologi entah di sekolah mana, bahkan menjadi dosen. Tetapi Rudi masih di trayeknya membawa penumpang pulang pergi.
Sebelum peringatan DO ia masih bersemangat bahkan sekedar mampir ke toko buku bekas mencari buku-buku biologi, atau dengan membaca diktat kuliah dan buku-buku biologi bekas yang dimilikinya saat ngetem. Tetapi setelah peringatan DO, semuanya berubah. Semangat Rudi turun drastis. Ia seakan sudah tidak peduli lagi dengan diktat-diktat dan buku-bukunya. Ia meninggalkannya di kamar kos. Tak pernah lagi membawanya keliling. Saat ngetem yang dilakukannya sekarang hanya merenung. Mungkin mencoba mencari jalan lain. Namun jalan itu tak pernah bisa dipikirkan.