NovelToon NovelToon
Blokeng

Blokeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy
Popularitas:535
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Blokeng adalah seorang pemuda berusia 23 tahun dengan penampilan yang garang dan sikap keras. Dikenal sebagai preman di lingkungannya, ia sering terlibat dalam berbagai masalah dan konflik. Meskipun hidup dalam kondisi miskin, Blokeng berusaha keras untuk menunjukkan citra sebagai sosok kaya dengan berpakaian mahal dan bersikap percaya diri. Namun, di balik topengnya yang sombong, terdapat hati yang lembut, terutama saat berhadapan dengan perempuan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20: Meraba Paha Cewek Cantik

Hari-hari yang dilalui Blokeng terus dipenuhi kejadian konyol dan petualangan yang menggelikan. Namun, dia merasa ada yang kurang dalam hidupnya; kerinduan akan kehadiran seorang cewek cantik yang bisa membuat hatinya berdebar. Suatu sore, saat berjalan-jalan di pusat kota, matanya tertuju pada sosok seorang gadis yang membuatnya terpesona.

Gadis itu berdiri di dekat kios minuman, mengenakan gaun sederhana berwarna biru muda yang menonjolkan keindahan kulitnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai, dan senyumnya mampu menarik perhatian siapa pun yang melihatnya. Blokeng merasakan sesuatu bergetar di dalam dirinya, dorongan untuk mendekati gadis itu sangat kuat.

Dengan keberanian yang dipaksakan, Blokeng melangkah mendekat. "Eh, hai!" sapa Blokeng, berusaha terdengar santai meskipun hatinya berdebar. "Kamu sering ke sini?"

Gadis itu menatapnya dengan mata yang bersinar. "Baru pertama kali sih, tapi tempat ini terlihat seru," jawabnya sambil tersenyum.

Blokeng merasa senang mendengar jawabannya. Mereka mulai berbincang, dan obrolan pun mengalir dengan lancar. Blokeng berusaha untuk tidak terlihat kikuk, tapi dia tahu dia sedikit berlebihan. Sebagai seorang preman, dia ingin menunjukkan sisi lembutnya, meskipun ada sifat kasarnya yang kadang tak terhindarkan.

Setelah beberapa saat berbincang, Blokeng merasa lebih percaya diri. Dia mencoba menggoda gadis itu dengan sedikit humor. "Kamu tahu, di sini banyak cewek cantik. Tapi, aku rasa, kamu yang paling menarik," ujarnya sambil tersenyum nakal.

Gadis itu tertawa, dan Blokeng merasa lebih nyaman. Dia menyadari bahwa momen itu adalah kesempatan baik untuk melangkah lebih jauh. Saat obrolan semakin akrab, dia memberanikan diri untuk meraba paha gadis itu, mencari tahu reaksi yang akan muncul.

Saat tangan Blokeng menyentuh paha gadis itu, dia merasakan ada getaran di udara. Gadis itu terkejut dan cepat menarik pahanya, tatapan matanya berubah dari tertawa menjadi kaget. "Eh, apa yang kamu lakukan?!" tanyanya dengan suara yang meninggi, terlihat tidak senang.

Blokeng, yang merasa disergap rasa malu, segera menarik tangannya. "Aduh, maaf! Aku hanya... eh, maksudku, aku tidak bermaksud begitu," ucapnya terbata-bata, berusaha menjelaskan. "Aku... aku hanya ingin tahu lebih dekat."

Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Itu bukan cara yang baik untuk mendekati seseorang, kamu tahu?” katanya tegas, meskipun masih ada sedikit senyum di bibirnya. “Kalau mau kenalan, sebaiknya lakukan dengan cara yang lebih sopan.”

Blokeng merasa malu setengah mati. “Iya, iya, maafkan aku. Kadang aku bertindak sembrono,” jawabnya jujur, wajahnya merah padam. “Aku nggak tahu kenapa aku melakukannya.”

Gadis itu melihat ke arah Blokeng, kemudian melonggarkan ketegangan di antara mereka. “Baiklah, kita mulai dari awal. Aku Lina,” katanya memperkenalkan diri.

“Blokeng,” jawabnya sambil tersenyum kikuk. Mereka berdua akhirnya tertawa, meredakan suasana canggung. Blokeng merasa lega, meskipun insiden itu cukup memalukan.

Mereka melanjutkan obrolan, kali ini dengan lebih santai. Blokeng berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih berhati-hati di lain waktu. Dia tak ingin membuat kesalahan yang sama lagi, terutama dengan gadis sebaik Lina. Namun, di dalam hatinya, dia merasa sangat beruntung bisa mengenal seseorang yang menyenangkan seperti dia.

Malam itu menjadi awal yang baru bagi Blokeng. Dia meninggalkan pertemuan itu dengan harapan untuk bisa berkenalan lebih dalam dengan Lina dan tidak mengulangi kesalahan konyolnya. Dengan semangat baru, dia siap untuk menghadapi petualangan-petualangan berikutnya, berharap semuanya akan lebih baik.

Setelah momen memalukan ketika Blokeng meraba paha Lina, suasana di antara mereka kembali tegang. Namun, dia tidak ingin kesempatan itu berlalu begitu saja. Dalam upaya untuk memperbaiki keadaan dan mungkin mendapatkan sedikit simpatinya, Blokeng melangkah lebih jauh dari yang ia rencanakan.

“Maafkan aku,” katanya dengan nada serius. “Sungguh, aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman.” Lalu, tanpa berpikir panjang, dia sujud di depan Lina dan mencium jari kakinya.

Lina terkejut, matanya melebar dan mulutnya terbuka sedikit. “Blokeng! Apa yang kamu lakukan?” serunya, sedikit panik dan bingung. Dia tidak bisa mempercayai apa yang sedang terjadi.

Blokeng, dengan sikap nekat dan komedi yang konyol, menjawab, “Aku hanya ingin menunjukkan betapa aku menghargaimu! Ini adalah bentuk permintaan maafku yang tulus.” Dia mencoba memberi kesan lucu, meskipun dia merasa betul-betul konyol.

“Berhenti, kamu membuatku malu,” Lina berkata sambil menahan tawa dan menepuk-nepuk bahu Blokeng dengan lembut, berusaha menariknya kembali ke atas. “Kamu tidak perlu melakukan itu. Kita bisa berbicara dengan cara yang lebih baik.”

Blokeng berdiri kembali, meski masih merasa sedikit canggung. “Baiklah, baiklah. Aku akan berusaha menjadi lebih baik. Tapi serius, aku sangat menyukai kehadiranmu di sini. Kamu bikin hari-hariku terasa lebih cerah,” katanya, berusaha merayu dengan jujur.

Lina memandangnya, sedikit terpesona oleh keberanian dan kejujuran Blokeng, meskipun dia masih merasa ragu. “Kamu memang aneh, Blokeng. Tapi aneh itu kadang menarik,” ucapnya sambil tersenyum, membuat Blokeng merasa sedikit lega.

Mereka pun mulai bercerita lebih banyak tentang diri mereka masing-masing, membuat lelucon dan tertawa. Blokeng mengupayakan semua daya tarik yang dia miliki, ingin Lina melihat bahwa di balik semua kekonyolannya, dia adalah orang yang tulus dan menyenangkan.

Setelah beberapa waktu, Lina berkata, “Tapi kamu harus tahu, tidak semua cewek suka dirayu dengan cara yang ekstrim seperti itu. Sopan santun itu penting.”

“Iya, aku mengerti. Dari sini ke depan, aku akan lebih berhati-hati. Tidak ada lagi mencium kaki, aku janji!” Blokeng berusaha meyakinkan sambil tertawa, dan Lina ikut tertawa bersamanya.

Malam itu berakhir dengan mereka berdua saling bertukar nomor telepon, sepakat untuk bertemu lagi di lain waktu. Blokeng merasa sangat beruntung. Dia tidak hanya mendapatkan kesempatan kedua, tetapi juga mendapat teman baru yang menarik. Ketika Lina melangkah pergi, Blokeng merasa jantungnya berdebar lebih cepat daripada sebelumnya, penuh harapan akan pertemuan yang lebih baik di masa mendatang.

Dengan semangat baru, Blokeng berjalan pulang, berpikir tentang bagaimana dia akan merencanakan pertemuan berikutnya. “Ya ampun, hidupku memang penuh kejadian konyol, tapi setidaknya aku bisa jadi diri sendiri,” gumamnya sambil tersenyum, menatap langit malam yang cerah.

Dengan semangat dan rasa percaya diri yang menggebu, Blokeng memutuskan untuk mengejar Lina yang mulai menjauh. Dia merasa ada sesuatu yang spesial dalam diri gadis itu, dan tidak ingin kehilangan kesempatan. Dalam hatinya, dia tahu tindakan ini mungkin tidak sepenuhnya benar, tetapi pikirannya dipenuhi dengan keberanian dan ketidakpedulian yang khas.

Blokeng berlari, menyusuri jalan setapak yang sedikit sepi. Dia bisa melihat Lina di depan, langkahnya cepat, mungkin merasa canggung setelah momen sebelumnya. Ketika jaraknya semakin dekat, Blokeng memutuskan untuk mengambil risiko. Dengan satu gerakan cepat, dia memeluk Lina dari belakang.

“Eh!” Lina terkejut, menoleh ke belakang dan mendapati Blokeng sudah berada di sampingnya. Namun sebelum dia sempat berteriak atau melawan, Blokeng sudah melumat bibirnya dengan penuh semangat.

Lina kaget, seolah dunia berputar sejenak. Rasa hangat dan keberanian Blokeng terasa begitu mendesak, namun pada saat yang sama, dia merasakan campuran rasa bingung dan jijik. “Blokeng! Apa yang kamu lakukan?!” teriaknya, berusaha melepaskan diri.

Blokeng, yang kini terjebak dalam keasyikan momen itu, hanya tersenyum lebar dan berkata, “Aku hanya ingin menunjukkan betapa aku menyukaimu!” Namun, saat dia mengucapkannya, dia menyadari betapa konyolnya situasi ini. Rasa percaya diri mulai memudar ketika melihat ekspresi wajah Lina yang campur aduk antara marah dan bingung.

“Dengarkan aku, Blokeng. Aku tahu kamu ingin bersenang-senang, tapi ini bukan cara yang benar!” Lina berkata tegas, berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Blokeng.

“Maksudku, kita bisa lebih santai. Kita baru saja bertemu dan…” Lina berusaha menjelaskan, tetapi Blokeng tampaknya tidak mendengarkan, pikirannya terjebak dalam momen impulsif yang dia ciptakan sendiri.

“Maaf, maaf! Aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman. Aku… aku cuma berusaha untuk dekat denganmu,” Blokeng menjawab, mencoba mendinginkan suasana, namun dia masih merasa jantungnya berdegup kencang.

Lina menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan emosinya. “Kamu harus belajar untuk menghormati ruang pribadi orang lain, Blokeng. Tidak semua orang bisa menerima perlakuan seperti ini, terutama di pertemuan pertama,” katanya, wajahnya mulai tenang meskipun masih ada sedikit kemarahan.

Blokeng menunduk, menyadari bahwa dia telah melampaui batas. “Aku minta maaf, Lina. Aku… aku terlalu impulsif. Aku akan memperbaikinya,” ucapnya dengan tulus, berharap untuk mendapatkan pengertian dari Lina.

Setelah hening sejenak, Lina melihat ke arah Blokeng dan merasakan ada ketulusan dalam suara dan tatapannya. “Baiklah, tapi kita perlu menetapkan batasan. Aku tidak ingin ada hal seperti ini terjadi lagi, oke?” Lina menjelaskan, memberikan Blokeng kesempatan untuk merubah sikapnya.

“Deal,” jawab Blokeng sambil tersenyum malu. “Aku berjanji untuk lebih menghargai kamu dan tidak melakukan hal konyol seperti itu lagi.”

Dengan perasaan campur aduk, mereka melanjutkan jalan mereka, kini dalam keheningan yang lebih nyaman. Blokeng menyadari bahwa meskipun dia penuh kekonyolan dan impulsif, ada hal-hal yang lebih penting dari sekadar menggoda, yaitu saling menghormati dan memahami satu sama lain.

Ketika mereka berjalan berdampingan, Blokeng merasa harapan akan masa depan bersama Lina semakin terang. Momen konyol itu menjadi pengingat bahwa setiap interaksi, sekecil apa pun, memiliki arti tersendiri. Dan dia bersumpah akan berusaha keras untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!