Ryu dan Ringa pernah berjanji untuk menikah di masa depan. Namun, hubungan mereka terhalang karena dianggap tabu oleh orangtua Ringa?
Ryu yang selalu mencintai apel dan Ringa yang selalu mencintai apa yang dicintai Ryu.
Perjalanan kisah cinta mereka menembus ruang dan waktu, untuk menggapai keinginan mereka berdua demi mewujudkan mimpi yang pernah mereka bangun bersama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AppleRyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 : Pilihan Berat
Cuaca pagi yang cerah menemani langkahku di kebun apel yang mulai berbuah. Pohon-pohon apel itu terasa seperti saksi bisu dari semua kegembiraan, kebingungan, dan kesedihan yang kualami. Langkahku terasa berat, bukan karena lelah, tetapi karena keputusan besar yang harus kuambil. Ringa, wanita yang hadir pada masa kecilku yang sangat kucintai, datang kembali ke dalam hidupku dengan membawa semua kenangan indah dan janji-janji lama. Namun, hatiku kini juga telah tertambat pada Hana, sahabat setiaku di kebun ini.
Aku berdiri di bawah pohon apel terbesar di kebun, tempat di mana aku, Hana, dan Ringa sering menghabiskan waktu bersama. Suara langkah kaki mendekat. Aku menoleh dan melihat Hana, dengan senyum manisnya yang selalu menenangkan.
"Kamu baik-baik saja, Ryu?" tanya Hana, nada suaranya penuh perhatian.
Aku mencoba tersenyum, meskipun hatiku terasa berat. "Aku baik-baik saja, Hana. Aku hanya... memikirkan sesuatu."
Hana menatapku dengan penuh pengertian. "Jika kamu butuh bicara, aku di sini."
Aku mengangguk pelan, dan tanpa ragu, aku mulai menceritakan semua yang ada di pikiranku. Tentang janji masa kecil dengan Ringa, tentang dilema yang kurasakan, dan perasaanku yang kini terbelah antara dua wanita yang sangat berarti bagiku.
"Hana, aku harus membuat keputusan yang sangat sulit," kataku akhirnya. "Aku harus berbicara dengan Ringa dan mengakhiri hubungan ini, walaupun itu sangat berat."
Hana menatapku dengan mata yang penuh simpati. "Aku tahu itu tidak mudah, Ryu. Tapi aku yakin kamu akan membuat keputusan yang terbaik."
Aku menarik napas panjang dan memberanikan diri. "Terima kasih, Hana. Kamu selalu ada untukku."
Ketika sore tiba, aku pergi menemui Ringa di tempat Ringa menungguku, tempat biasanya kami bertemu di kebun apel. Ringa sudah menunggu di sana, dengan senyum yang membuat hatiku terasa lebih berat.
"Bang, ada apa?" tanyanya, dengan nada yang lembut namun penuh kekhawatiran.
Aku duduk di sebelahnya, menatap mata indahnya yang kini penuh harapan. "Ringa, aku perlu bicara denganmu tentang sesuatu yang sangat penting."
Ringa mengangguk, menunggu dengan sabar. Aku merasakan dadaku sesak, tetapi aku tahu ini adalah hal yang harus kulakukan.
"Ringa, aku sangat mencintaimu. Tapi kita harus menghadapi kenyataan bahwa keluarga kita tidak mendukung hubungan ini, dan aku merasa kita tidak bisa melanjutkan seperti ini," kataku, suaraku bergetar.
Ringa menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. "Bang, apa kamu serius?"
Aku mengangguk, merasa hancur melihat kesedihan di matanya. "Ya, Ringa. Ini sangat berat untukku, tapi aku merasa ini yang terbaik untuk kita berdua."
Air mata mulai mengalir di pipi Ringa. "Aku mengerti, Bang. Meskipun ini sangat menyakitkan, aku menghargai kejujuranmu."
Kami berdua terdiam, merasakan beratnya perpisahan ini. Setelah beberapa saat, Ringa bangkit dan memelukku dengan erat. "Selamat tinggal, Bang. Semoga kamu menemukan kebahagiaanmu."
Aku memeluknya kembali, merasakan air mataku sendiri mulai mengalir. "Selamat tinggal, Ringa."
Aku mendengar Ringa kembali ke Kota Industri, hari-hari berikutnya terasa kosong tanpa kehadiran Ringa, namun aku tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Aku mulai lebih dekat dengan Hana, dan perasaan kami tumbuh semakin kuat. Suatu hari, ketika kami sedang bekerja di kebun, aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku padanya.
"Hana, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu," kataku, menghentikan pekerjaan kami sejenak.
Hana menatapku dengan penasaran. "Apa itu, Ryu?"
Aku mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian. "Hana, aku mencintaimu. Aku tahu ini mungkin mengejutkan, tapi aku tidak bisa menahan perasaan ini lagi. Kamu telah menjadi bagian penting dari hidupku, dan aku ingin kita bersama."
Hana terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut. "Ryu, aku juga mencintaimu. Aku selalu merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan antara kita."
Kami saling memeluk, merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang melingkupi kami. Kami tahu bahwa keputusan ini akan membawa kami menuju masa depan yang baru.
Beberapa bulan kemudian, aku dan Hana diterima di universitas yang sama. Kami memutuskan untuk pindah bersama dan memulai babak baru dalam hidup kami. Kebun apel tetap menjadi tempat istimewa bagi kami, tetapi kini kami juga mulai membangun kebun buah lainnya bersama. Kami bekerja keras, saling mendukung, dan menikmati setiap momen yang kami habiskan bersama.
"Kamu tahu, Ryu, aku sangat senang kita bisa menjalani ini bersama," kata Hana suatu hari ketika kami sedang bekerja di kebun buah baru kami.
Aku tersenyum dan meraih tangannya. "Aku juga, Hana. Kamu adalah segalanya bagiku."
Hari-hari berlalu dengan lambat namun penuh kebahagiaan. Hubungan kami semakin kuat, dan kebun kami berkembang dengan indah. Namun, ada kalanya aku masih teringat akan Ringa. Aku sering bertanya-tanya bagaimana keadaannya sekarang.
Suatu hari, aku bertemu dengan Yandi, sepupu Ringa dan juga sepupuku, di pasar. Kami berbicara sejenak, dan aku tidak bisa menahan diri untuk menanyakan kabar Ringa.
"Yandi, bagaimana kabar Ringa sekarang?" tanyaku dengan nada penuh rasa ingin tahu.
Yandi tersenyum kecil. "Ringa baik-baik saja, Ryu. Dia sekarang bersekolah di SMA di Surabaya."
Mendengar kabar itu, hatiku terasa campur aduk. Aku senang mengetahui bahwa Ringa baik-baik saja, tetapi rasa rindu masih menggelayuti hatiku.
"Terima kasih, Yandi. Aku senang mendengar kabar baik darinya," kataku dengan tulus.
Setelah pertemuan itu, pikiranku sering kembali ke masa lalu. Aku rindu dengan Ringa, tetapi aku tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Hana adalah masa depanku, dan aku harus fokus pada apa yang ada di depanku sekarang.
Pada suatu malam yang tenang, aku duduk bersama Hana di teras rumah kami yang menghadap ke kebun. Kami berbicara tentang masa depan dan rencana kami untuk memperluas kebun.
"Hana, aku ingin kita terus membangun kebun ini bersama. Aku merasa ini adalah impian kita yang menjadi kenyataan," kataku dengan penuh keyakinan.
Hana tersenyum dan menatapku dengan cinta. "Aku juga, Ryu. Kita akan membuat kebun ini menjadi tempat yang indah dan penuh kenangan."
Aku meraih tangan Hana dan merasakan kedamaian yang luar biasa. Meskipun masa lalu masih menghantui pikiranku, aku tahu bahwa masa depan kami akan penuh dengan kebahagiaan dan cinta.
Kami berdua duduk dalam keheningan yang nyaman, menikmati malam yang indah dan merenungi perjalanan hidup kami. Aku tahu bahwa jalan di depan mungkin penuh dengan tantangan, tetapi selama aku memiliki Hana di sisiku, aku yakin kami bisa melewati apapun.
Dengan keyakinan baru, aku menghadap ke depan, siap untuk menjalani kehidupan yang penuh cinta dan harapan bersama Hana. Kami akan terus membangun kebun ini, tidak hanya sebagai sumber penghidupan, tetapi juga sebagai simbol cinta dan impian kami yang tak pernah padam.
Meskipun ingatan akan Ringa masih ada, aku tahu bahwa setiap keputusan yang kuambil adalah bagian dari perjalanan hidupku. Aku harus menerima dan belajar dari masa lalu, sambil terus melangkah maju. Dan dengan Hana di sisiku, aku merasa siap untuk menghadapi apapun yang ada di depan.
Kebun apel dan kebun buah lainnya menjadi saksi bisu dari cinta dan kerja keras kami. Setiap pohon yang tumbuh, setiap buah yang berbuah, menjadi simbol dari usaha kami untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Bersama Hana, aku merasa bahwa apapun mungkin, dan masa depan kami akan penuh dengan kebahagiaan.
Dan meskipun Ringa kini hanya menjadi bagian dari masa lalu, aku berharap yang terbaik untuknya. Semoga dia juga menemukan kebahagiaan dan cinta sejati, sama seperti aku menemukannya bersama Hana. Mungkin, bukan itu yang sebenarnya aku inginkan.